Thursday, January 27, 2011

Nasir Djamil, Bekas Calon Wakil Gubernur Aceh

Pendukung Kecewa Karena Jadi Cawagub


Kekalahan di pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Aceh 2007 tidak membuat kecewa Nasir Djamil.
Bekas calon Wakil Gubernur (Cawagub) Aceh ini terus melakukan intropeksi atas kekalahannya itu.
Anggota Komisi III DPR (bidang hukum) ini mengaku, salah satu faktor menurunnya suara yang diraih di pilkada itu karena Nasir ditempatkan sebagai cawagub, sedangkan calon gubernur ditempati Azwar Abubakar.
Dengan penempatan posisi kedua itu, lanjut politisi PKS ini, tak sedikit pendukungnya kecewa.
“Mereka (pendukung) berharap saya ditempatkan sebagai calon gubernur. Itulah sebabnya kenapa mereka tidak begitu antusias mengikuti proses pilkada lalu,” kata Nasir kepada Rakyat Merdeka.
Pada pilkada itu, pasangan Azwar Abubakar-Nasir Djamil hanya puas diposisi keempat dengan perolehan 11,07 persen.
Sedangkan posisi pertama ditempati pasangan Irwandi Yusuf-Mohammad Nazar yang mengantongi suara terbanyak dengan 39,27 persen. Diikuti pasangan Humam Hamid-Hasbi Abdullah yang diusung PPP dengan 16,17 persen. Diperingkat ketiga ditempati pasangan
Malik Raden-Sayed Fuad Zakaria 13,96 persen.
Sedangkan posisi kelima ditempati pasangan Ghazali Abbas-Salahuddin Alfata mendapat 7,47 persen, disusul pasangan Iskandar Hoesin-Saleh Manaf memperoleh 5,18 persen.
Sementara pasangan Tamlicha Ali-Harmen Nuriqmar dan Djali Yusuf-Syauqas Rahmatillah memperoleh 3 persen.

Meski demikian, Nasir Djami tidak kecewa dan menyesalkan atas kekalahannya di pilkada lalu.
“Kekalahan itu dijadikannya sebagai bahan renungan untuk jadi manusia yang lebih baik lagi. Setidaknya saya bisa mengetahui apa yang kurang dari saya,” cerita Nasir.
Kedepannya, penulis buku “Membela Aceh di Senayan" dan "Setitik Bakti Untuk Nanggroe Endatu” itu berharap, masyarakat Aceh mampu memilih pemimpin bersih, transparan dan profesional.
“Jika sudah demikian, saya optimis pilkada langsung mampu menghasilkan pemimpin yang mampu mensejahterakan rakyat,” kata pria kelahiran Medan 22 Januari 1970 itu.
Ditanya kemungkinan dicalonkan lagi di pilkada, Nasir mengaku siap dicalonkan lagi menjadi orang nomor satu di Aceh.
“Ya itu tergantung dari DPP PKS, apakah akan mengamanatkan saya kembali atau tidak,” jelasnya.
Selain itu, dia ingin mengetahui seberapa antusiasme masyarakat mengamanahkan dan berharap padanya untuk memimpin Aceh. “Kalau sudah memenuhi persyarakat itu, maka kemungkinan besar saya akan maju.” QAR

Fredikus Gebze, Bekas Calon Bupati Merauke

SMS Isteri Setelah Dinyatakan Keok

Fredikus Gebze langsung mengirim pesan pendek (SMS) ke isteri dan anak-anaknya di tanah Papua, sesaat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatannya.
Dalam pesan pendek itu, bekas calon Bupati Marauke, Papua ini mengabarkan perihal kekalahannya dalam sidang pilkada yang digelar di MK.
Dari SMS balasan yang diterimanya, Fredikus mengartikan seluruh keluarga di Merauke tidak ada yang kecewa dengan putusan MK. “Justru meraka langsung memberikan semangat kepada saya,” kata Fredikus saat ditemui Rakyat Merdeka di MK baru-baru ini.
Menurutnya, keluarga tidak akan shock karena mereka sudah memahami niatan awal serta ketulusannya ingin memajukan masyarakat Merauke melalui pilkada.
“Sejak awal maju mencalon diri sebagai kepala daerah, saya sudah siap menang dan kalah,” papar pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Marauke ini.
Ditanya apa dasar gugatannya ke MK, Fredikus mengaku hanya sekadar ingin mendapatkan legitimasi hukum. “Kami menemukan ada indikasi kecurangan, tapi kalau MK melihatnya tidak, kita pasti menerima dan menghormatinya.”
Awalnya, gugatan Fredikus dan pasangan Laurensius Gebze-Achnan Rosyadi, dan Daniel Walinaulik-Omah Laduani Ladamay ke MK membuahkan hasil. Gugatan mereka di kabulkan MK dengan memerintahkan KPUD setempat menggelar pemungutan ulang di Pilkada Merauke. Tapi, hakim MK menolak gugatan keduanya tidak terdapat hal-hal dan keadaan baru yang didukung bukti-bukti tambahan yang meyakinkan.
Akhirnya MK menetapkan perolehan suara bagi perserta Pilkada Merauke. Pasangan Fredikus Gebze-Waryoto hanya menempati peringkat tiga dengan 13.736 suara.
Sementara, pemenang Pilkada Merauke jatuh pada pasangan Romanus Mbaraka-Sunajo dengan memperoleh 47.643 suara. Disusul pasangan Daniel Walinaulik-Omah Laduani Ladamay dengan 23.148 suara. Sedangkan di posisi terakhir ditempati pasangan Laurensius Gebze-Achnan Rosyadi dengan 3.681 suara.
Meski kalah, Fredikus yang didukung Partai Hanura mengatakan, akan terus mengawasi dan memberikan cek and balance dalam roda pemerintahan daerah yang baru. Bahkan, sebelum meninggalkan gedung MK, Fredikus sempat menyalami pasangan pasangan Romanus Mbaraka-Sunajo sebagai pemenang Pilkada Makauke.
“Kita akan memberikan dukungan kepada pasangan terpilih untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Marakuke” tutupnya. QAR

Syafrizal, Bekas Calon Bupati Pesisir Selatan

Calon Baru Digembosi Incumbent

Kekalahan Syafrizal di Pilkada Pesisir Selatan, Sumatare Barat (Sumbar) masih
membekas diingatannya.
Bagaimana tidak, Syafrizal harus berhadap-hadapan di pilkada dengan atasannya, Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit. Sedangkan, Syafrizal saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Pesisir Selatan.
Ketika ingin mencalonkan diri sebagai bupati, Syafrizal langsung dikebiri fungsi dan kewenangannya oleh incumbent.
“Sampai-sampai, waktu itu, kepala desapun segan menemui saya karena mereka (kepala desa) takut ketahuan bupati,” kenang Syafrizal kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Bahkan, hampir semua pasangan baru
yang ikut bertarung di pilkada tidak berkutik. “Mereka digembosi incumbent,” papar Syafrizal.
Selain itu, lanjutnya, seluruh perangkat pemerintahan serta penyelenggara pilkada sudah di intervensi pasangan incumbent.
Mestinya, katanya, pasangan incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya sebelum pilkada di gelar. “Ya, kalau mau adil harus begitu, incumbent harus lepas jabatan,” jelasnya.
Dari pertarungan pilkada itu, pasangan Syafrizal- Saidal Masfiyuddin kalah. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD Pesisir Selatan, pasangan yang diusung Partai Golkar ini hanya menempati peringkat ketiga dengan 55.539 suara (27,99 persen).
Sementara, pasangan incumbent
Nasrul Abit-Editiawarman menang mutlak. Pasangan yang diusung Partai Demokrat,PAN, PKS dan Gerindra ini meraup 66.302 suara (33,41 persen).
Diposisi kedua ditempati pasangan Bakri Bakar-Risnaldi. Pasangan yang diusung Hanura, PPD, PBB dan PNBKI ini memperoleh 57.243 suara (28,85 persen).
Pasangan Hasdanil-Mukhrizal berada diposisi keempat dengan 11.587 suara (5.84 persen). Sedangkan tempat terakhir diraih pasangan Akmal Nesal-Marlina dengan 7.770 suara (3,92 persen).
Tapi, Syafrizal menilai banyak pelanggaran yang terjadi saat penyelenggaraan pilkada, diantaranya, mobilisasi PNS.
“Karena pegawai daerah digaji pemda, maka mudah bagi incumbent untuk memobilisasi PNS untuk memilihnya kembali. Mereka takut kehilangan kesejahteraannya,” ungkapnya. Karena itu, dia mengimbau agar PNS daerah digaji melalui pusat.
Dia menceritakan, pleno rekapitulasi akhir perhitungan suara KPUD diwarnai dengan teror bom Molotov.
Kondisi itu, katanya, sempat membuat panik KPUD dan para muspida setempat. Apalagi, teror disampaikan langsung via SMS ke sejumlah pejabat tinggi setempat, seperti KPUD, DPRD, Pemkab, dan lainnya.
Ditanya tentang pencalonannya kembali di pilkada, dia mengaku belum memikirkannya. “Ya kita lihat saja nanti. Bisa jadi nanti dia (Bupati Nasrul Abit) akan menyiapkan orangnya untuk meneruskan kekuasaannya.” QAR

Asmawati, Bekas Calon Walikota Palembang

Dipilih DPRD Juga Boros, Tapi Nggak Capek

Pengalaman berharga tidak pernah dilupakan Asmawati ketika mengikuti pertarungan Walikota Panlembang, Sumatera Selatan (Sumsel) 7 Juni 2008. Banyak hal positif yang dirasakan istri Ketua DPR Marzuki Alie ini ketika berkampanye keliling kampung-kampung. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumsel ini mengaku, bisa bertatap muka, dan menyelami berbagai keluhan dari masyarakat bawah.
“Memang, keliling kampung itu melelahkan. Tapi, saya merasa bahagia karena bisa bertemu langsung dengan masyakarat di bawah,” kenang Asma, panggilan akrab Asmawati kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Diakui perempuan kelahiran Palembang 30 Maret 1960 ini, pilkada langsung itu menguras tenaga, pikiran dan dana besar.
Karena itu, perempuan yang sudah dua kali terpilih menjadi senator ini berharap pemilihan kepala daerah dikembalikan seperti dulu yakni dipilih oleh DPRD. Diakui, meskipun pemilihan kepala daerah lewat DPRD, tapi dana yang dikeluarkan juga besar.
“Meskipun (pemilihan lewat DPRD) tetap boros, tapi calon itu tidak terlalu capek lah,” ujar pendiri Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Indo Global Mandiri (STMIK IGM) ini.
Kemudian, Asma menceritakan keikutsertaannya di Pilkada Palembang 2008. Awalnya, beberapa ormas di kota Pempek itu menggadang-gadangkan Asma sebagai calon kandidat Walikota Palembang. Karena itu, Asma berusaha maju lewat jalur independen atau perseorangan.
Tapi, niatannya maju sebagai calon perseorangan batal karena Partai Demokrat, partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono ini mendukungnya sebagai calon walikota. Apalagi, saat itu suaminya Marzuki Alie menjabat sebagai Sekjen Partai Demokrat.
Akhirnya, Asmawati yang berpasangan dengan Ahmad Rizal ikut bertarung. Ketika itu, calon yang dihadapi adalah Eddy Santana Putra, putra asli Palembang yang didukung PDI Perjuangan.
Menjelang Pilkada 7 Juni 2008, kenang Asma, dirinya sering berkusi dan mengatur strategi bersama suaminya Marzuki Alie guna memuluskan langkahnya di pilkada.
“Tak hanya dukungan moral, dukungan spiritual, seperti doa juga diberikan suami saat proses pilkada berlangsung. Kita minta yang terbaik, terbaik untuk rakyat, keluarga dan semuanya. Karena Allah punya rencana dibalik itu,” ungkapnya.
Tapi, perjuangan Asma belum membuahkan hasil. Sebab hasil akhir perhitungan KPUD Palembang menempatkan pasangan Asmawati-Ahmad Rizal di posisi ketiga dengan meraup 9,91 persen suara.
Sementara, sebagai pemenang adalah pasangan Eddy Santana Putra-Romi Herton. Pasangan yang diusung PDIP, PPP dan sembilan partai kecil berhasil mengumpulkan 51,58 persen suara.
Posisi kedua diraih pasangan Sarimuda-Iqbal Romzi dengan 34,83 persen. Sedangkan juru kunci dipegang pasangan M Yansuri-HjSunnah dengan 3,67 persen.
Memang, akunya, hasil perhitungan KPUD itu sedikit membuat kecewa para pendukungnya. “Ya, meski perhitungan itu tidak seratus persen benar, tapi kita harus menerina kekalahan dengan lapang dada.”
Bahkan, sebagai bentuk menerima kekalahan itu, dirinya hadir saat pelantikan Walikota-Wakil Walikota Palembang terpilih. “Kan sejak awal saya sudah siap kalah ataupun menang,” ujarnya.
Ditanya apakah mau ikut pilkada lagi, Asma menolaknya. “Saya akan fokus di DPD,” tutupnya.QAR

Ratih Sanggarwati, Bekas Calon Bupati Ngawi

Keok, Konsituen Banyak Yang Nangis

Kekalahan di Pilkada Ngawi, Jawa Timur (Jatim) 2010 masih menjadi kenangan bagi Ratih Sanggarwati.
Menurut Ratih, banyak konstituen mendatanginya dan merasa kecewa dengan putusan KPUD Ngawi.
“Ada yang sampai menangis-nangis karena kekalahan saya. Karena itu saya tidak akan mengecewakan konstituennya yang telah memilihnya,” papar Ratih dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Pada pemilihan Bupati Ngawi itu, pasangan Ratih Sanggarwati-Choirul Anam hanya menempati posisi ketiga dari lima pasang calon yang bertarung. Pasangan yang diusung PPP ini hanya memperoleh 58.310 suara (14,24 persen). Sebagai pemenang adalah pasangan Budi Sulistyono-Ony Anwar Harsono (OK) dengan mengantongi 222.588 suara (54,38persen). Posisi runner up diraih pasangan Maryudi Wahyono-Suratno (Mars) dengan mendulang 99.059 suara (24,20 persen).
Diposisi keempat ditempai pasangan Tri Suyono-Suramto dengan 18.956 suara (4,66) persen. Tempat terakhir diisi pasangan Rosyidi-Siti Amsiyah dengan 11.085 suara (2,72) persen.
Keinginan Ratih maju di pilkada itu karena ingin memajukan dan mensejahterakan masyarakat Ngawi.
Sebenarnya, terang politisi PPP ini, di kabupaten Ngawi ada beberapa sektor yang bisa menjadi produk andalan jika digarap dengan baik. Ngawi punya potensi lebih maju dari daerah lain.
Kabupaten di Jatim ini punya infrastruktur historis, spiritual, dan alam. Bahkan, dari sisi pertanian, daerah itu memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah seperti buah melon dan pohon jati. “Tapi sampai sekarang penggarapan semua potensi itu belum berjalan maksimal,” ujar wanita kelahiran Ngawi, 8 Desember 1962 ini.
Dengan kemampuan yang dimilikinya, artis yang hampir enam tahun terjun ke dunia politik ini berusaha mengangkat daerah kelahirannya itu dari keterpurukan. “Kalau tidak kita sendiri, siapa lagi yang akan membangun kota kelahiran kita,” paparnya.
Bahkan, salah satu niatan awal Ratih maju di pilkada karena ingin mencerdaskan kaum hawa di Ngawi.
Meski dengan dana terbatas, dia mengaku terus memberikan kursus keahlian bagi kaum wanita seperti merias dan memberikan pendidikan politik guna meluruskan cara pandang masyarakat dalam memilih calon kepala daerah.
“Saat ini, selain tetap aktif di partai, saya juga keliling daerah guna meningkatkan peranan wanita dari sisi SDM,” cetusnya.
Ratih menyayangkan adanya pemikiran bahwa dengan uang pemilih dapat memberikan dukungannya di pilkada.
“Kalau sudah seperti itu, saya khawatir akan saling memanfaatkan antara konstituen dengan calon kepala daerah. Saat pilkada konstituen akan memanfaatkan calon, setelah selesai, calon terpilih akan memanfaatkan konstituen untuk mencari keuntungan besar,” ungkap bekas model ini.
Ditanya apakah akan mencalonkan lagi di Pilkada Ngawi berikutnya, Ratih mengaku tak akan menyerah.
Kekalahan di Pilkada 2010 itu bukan alasan kandasnya niat Ratih untuk mewujudkan kesejahteraan di tanah kelahirannya. “Jika nanti saya masih dikasih kesempatan, dan memiliki semangat sama, kenapa tidak,” tutupnya.QAR

Jackson Kumaat, Bekas Calon Walikota Manado

Beri Inspirasi Anak Muda Biar Jadi Pemimpin

Keinginan Jackson Kumaat maju di Pilkada Manado 2010 karena ingin membuktikan bahwa dia tidak hanya sekedar cuap-cuap, demo dan mengkritik kinerja pemerintah daerah (pemda).
Tapi, putra asli Minahasa kelahiran Bandung, 24 Januari 1978 itu berani maju dalam politik praktis untuk meluruskan apa yang dinilainya benar dan jadi hak warga.
Selain itu, maju sebaga kandidat Walikota Manado mampu memberikan inspirasi bagi anak muda agar memberanikan diri jadi calon pemimpin di setiap penjuru daerah nusantara.
“Sudah saatnya kita (anak muda) jadi pemimpin,” kata Jacko, panggilan akrab Jackson Kumaat kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dalam Pilkada Manado itu, Jackson Kumaat didukung 15 partai politik. Yakni Partai Hanura, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Buruh, dan 11 parpol non parlemen.
Tapi, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pilkada Manado 5 Agustus 2010 diulang karena terjadi kecurangan.
Akhirnya, KPUD Manado menggelar pilkada putaran kedua pada 21 Oktober 2010. Lagi-lagi, hasil penghitungan suara KPUD digugat ke MK.
Kemudian, MK secara resmi menetapkan pasangan Jackson Kumaat-Helmy Bachdar diposisi kelima dengan 1.434 suara.
Sedangkan sebagai pemanang adalah pasangan Lumentut-Harley AB Mangindaan keluar sebagai pemenang dengan 93.833 suara. Posisi kedua diraih pasangan Hanny Joost Pajouw-Anwar Panawar dengan 70.445 suara.
Ditempat ketiga pasangan Yongkie Limen-Marieta Kuntag dengan 12.354 suara. Posisi keempat didapat pasangan Marhany VP Pua-Richard HM Sualang dengan 8.151 suara.
Diurutan keenam adalah pasangan Louis Nangoy-Rizali M Noor dengan 1.329 suara, disusul pasangan Burhanuddin-Jacobus R. Mawuntu memperoleh sebanyak 1.092 suara.
Sedangkan urutan delapan dan sembilang masing-masing dirakaih pasangan Wempie W. Frederik-Richard R Kainage dengan 934 suara dan pasangan Djeli Wisje Masie-Harry Pontoh dengan 204 suara.
Tapi, Jacko mengaku tidak kecewa dengan hasil perhitungan KPUD yang menempatkanya di posisi ke lima.
“Sejak awal saya sudah berkomitmen, siap menang dan siap kalah. Jadi, saya pasti akan pegang komitmen saya,” kata Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Partai Karya Perjuangan (DPN Pakar Pangan itu.
Berdasarkan pengalaman di pilkada dan pemilihan legislatif (pileg) lalu, pemilik nama lengkap Jackson Andre William Kumaat itu mengaku semakin matang menghadapi masyarakat.
Saat ini, lanjut putra bekas Kabakin mendiang Ari J Kumaat ini, masyarakat masih sangat pragmatis. “Jadi, harus ada sentuhan langsung dan dibutuhkan kerja nyata,” ungkapnya.
Dijelaskan, dengan berbagai macam latar belakang masyarakat, Jacko terus menyempurnakan dirinya. Tidak hanya berpenampilan rapi dalam setiap bertemu warga, tapi memberikan kehangatan serta keakraban bagi masyarakat.
“Mereka juga melihat kita dari cara kita menjelaskan visi dan misi, ada juga yang melihat perilaku, bahkan mengenal kita dari iklan.”



Karena itu, dia yakin dengan pengalaman di pilkada dan pileg lalu bakal mengantarkannya sebagai pejabat negara dikemudian hari. “Usia saya masih 31 tahun dan 10 hingga 20 tahun ke depan saya masih bisa,” tutupnya. QAR

Dirwan Mahmud, Bekas Calon Bupati Bengkulu Selatan

Kemenangan Dianulir Palu MK

Nasib baik belum menaungi Dirwan Mahmud yang bertarung di Pilkada Bengkulu Selatan 2010.
Meskipun KPUD Bengkulu Selatan menyatakan pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan sebagai calon terpilih, tapi Mahkamah Konstitusi (MK) berkata lain.
Justru, lembaga pimpinan Mahfud MD ini menganulir kemenangan pasangan Dirwan-Hartawan di Pilkada Bengkulu Selatan itu.
Meski demikian, Dirwan mengaku mengambil hikmah dari putusan itu.
“Dengan dukungan sanak keluarga serta pendukungnya, saya tetap tegar dan menjalani hari-harinya dengan optimis,” jelas Dirwan dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Kemudian Dirwan menceritakan kemenangannya yang dianulir MK. Menurutnya, masalah pilkada ini berawal ketika pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah menggugat penyelenggaran pilkada, KPUD Bengkulu Selatan ke MK.
Dalam gugatannya, pemohon mempermasalahkan keputusan KPUD yang memenangkan pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan.
Dirwan mengatakan, pemohon menyampaikan berbagai bukti yang menunjukkan bahwa terdapat berbagai dugaan pelanggaran di lapangan yang dilakukan tim suksesnya.
Selain itu, penggugat mengungkit keabsahan pasangan Dirwan-Hartawan sebagai calon kepala daerah.
“Mereka mengungkapkan lagi persoalan hukum yang pernah saya lakukan pada 26 tahun silam,” katanya.
Dalam putusannya, MK memerintahkan kepada KPUD Bengkulu Selatan untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang yang diikuti seluruh pasangan calon bupati-wakil bupati, kecuali pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan.
“Alasan MK mengecualikan pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan adalah karena saya terbukti pernah menjalani pidana penjara selama tujuh tahun, sehingga secara administratif tidak dapat memenuhi persyaratan sebagai calon kepala daerah.” keluhnya.
Karena kena diskualifikasi, Dirwan mengajukan uji materi Undang-undang Pemda pada September 2009 ke MK.
“Tapi gugatan itu akhirnya ditolak oleh MK,” katanya.
Hasil pilkada putaran kedua itu, pasangan Reskan Effendi-Rohidin mendapatkan suara tertinggi dengan 22.667 suara (29.92 persen). Posisi kedua ditempati
pasangan Ramlan Saim-Rico Diansari dengan 21.047 suara (27,77 persen).
Diposisi ketiga diraih pasangan Gusnan Mulyadi-Gunadi Yunir 14.609 suara (19,27 persen), disusul pasangan Imsilianto-Tahiruddin dengan 8.053 suara (10,62 persen).
Diposisi lima ditempati pasangan Hasmadi Hamid-Parial dengan 5.214 suara (6.88 persen). Sementara tempat keenam dan tujuh diraih pasangan Suhirman Madjid-Isurman dengan 3.454 suara (4.56 persen), pasangan Bastari Uswandri-Wirin dengan 739 suara (0.98 persen).
Dan akhirnya, MK menetapkan pasangan nomor urut 8 yaitu Reskan Effendi - Rohidin Mersyah sebagai Bupati-Wakil Bupati Bengkulu Selatan terpilih.
Meskipun tidak terpilih, Dirwan mengaku pengalamannya di pilkada lalu membuktikan bahwa dirinya masih dipilih oleh rakyat.
“Jadi, kami akan tetap jaga kepercayaan itu,” tutupnya.QAR

Awing Asmawi, Bekas Calon Walikota Bekasi

Masyarakat Masih Terlena Isu ‘Gratis’

Kekalahan di Pilkada Bekasi 2008, tidak membuat Awing Asmawi putus harapan. Bahkan, bekas calon Walikota Bekasi ini akan terus berjuang dan menjajal peruntungannya kembali di pilkada periode berikutnya.
“Mumpung masih muda dan merasa mampu membenahi kota bekasi, kenapa tidak,” kata Awing dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Program yang akan tetap diusung Awing adalah ingin menciptakan pemerintahan bersih, bebas dari KKN di Kota Bekasi.
Menurutnya, dengan diawali pemerintahan bersih, maka program pemerintah daerah lainnya akan berjalan mulus.
“Mudah-mudahan masyarakat sudah memahami program pemberantasan korupsi itu. Ini semua tujuannya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” papar Awing.
Pada pilkada lalu, dia mengaku, masyarakat Kota Bekasi masih terlena dengan isu dan program ‘gratis’ yang dihembuskan salah satu pasangan. Misalnya, pengobatan gratis dan pendidikan gratis serta sembako murah.
“Padahal kalau sudah bersih (dari korupsi), maka pemerintahan daerah itu akan mampu menciptakan pengobatan gratis ataupun sembako murah, bahkan tidak hanya sesaat, tapi selama pemerintahan itu berlangsung,” katanya.
Karena masyarakat masih terlena dengan program ‘gratis’ itu, Awing yang berpasangan dengan Ronny Hermawan kalah dengan pasangan, Mochtar Muhammad-Rahmat Effendi dan Ahmad Syaikhu-Kamaluddin Djaini (Suka).
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD Bekasi, pasangan Awing Asmawi-Ronny Hermawan (Wiro) harus puas di posisi terakhir dengan 9,20 persen.
Tempat pertama diraih pasangan Mochtar Muhammad-Rahmat Effendi dengan 51,35 persen, disusul pasangan Ahmad Syaikhu- Kamaluddin Djaini dengan 39,45 persen.
Meski kalah, Awing mengaku, pihaknya sudah memberikan yang terbaik kepada masyarakat.
Bahkan, kata Awing, pasangannya, Ronny
Hermawan sudah mencoba menyodorkan program-program kemasyarakatan sekaligus turun langsung saat pengecoran jalan rusak di Bekasi.
Menurut Awing, perbaikan jalan itu sebagai salah satu bentuk pengabdian mereka untuk masyarakat Bekasi.
Bekalangan ini, aku Awing, masyakarat sudah mengeluarkan celetukan dan menyindir terpilihnya Mochtar Muhammad alias M2 sebagai Walikota Bekasi. Saat ini, M2 sudah jadi tersangka dan ditahan KPK dalam kasus dugaan suap Piala Adipura.
Meski demikian, dia enggan menyalahkan masyarakat yang memilih M2.
Menurut Awing, di mata masyarakat Bekasi, M2 memiliki sisi positif sehingga tak heran mampu meninggalkan calon kepala daerah lainnya.
“Biar bagaimanapun dia memiliki sisi positif yang bisa kita petik.” QAR

Abdul Wahab Dalimunthe, Bekas Calon Gubernur Sumut

Diminta Upeti 400 Juta Per Kecamatan

Kekalahan di pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) 16 April 2008 lalu, masih membekas dalam ingatan Abdul Wahab Dalimunthe.
Sebab, kata bekas calon Gubernur Sumut ini, dalam pesta demokrasi di Sumut itu telah melahirkan adanya pungutan liar (pungli) dari partai politik.
“Pokoknya saya kapok nyalon lagi. Ya, kita berikan kepada yang muda untuk berkompetisi,” jelas politisi Partai Demokrat ini dalam perbincagan dengan Rakyat Merdeka, akhir pekan lalu.
Di Pilkada Sumut itu, lanjut anggota Komisi II DPR ini, banyak partai politik yang meminta upeti kepada calon.
“Saya dimintai Rp 400 juta per kecamatan oleh beberapa partai politik. Katanya, untuk biaya sosialisasi,” ungkapnya.
Jika pasangan calon tidak memberikan sejumlah ‘upeti’ maka parpol tersebut akan memberikan dukungannya atau merapat ke pasangan calon yang memiliki dana besar. “Kebetulan Pak Syamsul Arifin (sekarang Gubernur Sumut) punya dana gede, jadi merapat ke dia,” jelasnya.
Dalam Pilkada Sumut itu, pasangan Abdul Wahab Dalimunthe- Raden Muhammad Syafii kalah. Pasangan yang yang diusung PAN, Partai Demokrat dan PBR itu harus puas di posisi ketiga dengan perolehan suara 17,4 persen.
Yang keluar sebagai pemenang adalah pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujonugroho yang dijagokan PKS, PPP dan PBB dan sejumlah parpol non parlemen dengan 28,31 persen suara. Posisi kedua ditempati pasangan Benny Pasaribu-Tri Tamtomo dengan 21,69 persen suara.
Untuk posisi keempat dan kelima pasangan RE Siahaan-Suherdi dan Ali Umri-Maratua Simanjuntak masing-masing memperoleh 16 persen suara.
Kemudian, Abdul Wahab menceritakan ketertarikannya maju di pilkada. Menurutnya, gubernur merupakan posisi strategis untuk membenahi birokrasi di Sumatera Utara. Karena itu, dirinya memberanikan diri maju sebagai calon gubernur. “Saya juga berjanji menjadikan keteladanan sebagai modal memimpin Sumatera Utara,” kenangnya
Keteladanan pemimpin, ujarnya, merupakan kunci mengatur Sumut menuju arah yang lebih baik. Keteladanan yang ditawarkan berupa tidak adanya niat untuk mencari-cari kekuasaan, harta, dan perempuan.
”Kalau tidak dimulai dari pejabat atas, anak buah tidak akan ikut. Tidak bisa tidak, harus ada keteladanan pemimpin,” paparnya. QAR

Supriansa, Bekas Wakil Bupati Soppeng

Banyak Terima Proposal Masyarakat

Kekalahan di Pilkada Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) 2010 tak membuat Supriansa putus asa meski diduga ada kecurangan.
“Sejak awal kita sudah siap menang ataupun kalah. Jika memang ada kecurangan biar saja mereka pertanggungjawabkan di akhirat kelak,” kata Supriansa saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Hasil rekapitulasi KPUD Soppeng menyatakan pasangan Andi Sulham Hasan-Supriansa hanya menempati posisi ketiga dari tujuh pasang calon. Pasangan Andi-Supriansa ini memperoleh 18.912 suara.
Sementara keluar sebagai juwaa di Pilkada Soppeng adalah pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia (Asmo Berkharisma) dengan 53.589 suara atau (39,54 persen). Disusul, pasangan Andi Kaswadi Razak-Andi Rizal Mappatunru (Akar) dengan perolehan 42.816 suara.
Sedangkan di posisi keempat adalah Samsu Niang-Andi Hendra (Saudarata) dengan 10.398 suara.
Peringkat kelima diraih pasangan Andi Sarimin Saransi-KM Sulaeman (As Salam) dengan 6.729 suara. Posisi keenam yakni Andi Herdi Bunga-Basrah Gising (Hibah) 2.480 suara. Sebagai juru kunci ditempati pasangan Andi Taufan-Sukman Junuddin (ATM-Suka) dengan 587 suara.
Tapi, penetapan calon bupati-wakil bupati terpilih yang ditetapkan melalui rapat pleno KPUD Soppeng di kantor PKK setempat dalam suasana cukup panas. Perwakilan saksi kalah merasa kecewa dengan hasil pilkada. Mereka secara bergantian protes dan menolak hasil rekapitulasi KPUD karena diduga terjadi kecurangan.
Alhasil, dari enam pasangan calon itu sepakat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia tidak. Tapi, MK tetap menolak gugatan itu.
Kemudian, Supriansa menceritakan pengalamannya mengikuti Pilkada Soppeng itu.
Sebelum mengikuti pesta demokrasi lima tahun sekali itu, katanya, setiap pasangan calon harus berbekal dana besar.
Pasalnya, menjelang kampanye hingga hari tenang, berbagai lapisan masyarakat banyak menyodorkan proposal, misalnya untuk memperbaiki infrastruktur.
Bahkan, mereka meminta sejumlah uang untuk biaya operasional dalam mengerahkan masa. “Biasanya, mereka mengaku sebagai tokoh masyarakat yang mampu mempengaruhi pemilih untuk memilih calon kepala daerah,” kata Sekretaris Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Demokrat Sulsel itu.
Hanya saja, pihaknya tetap selektif dalam memberikan ‘angpao’ kepada masyarakat. Jika program dan anggarannya masuk akal, maka diberikan bantuan.
“Tapi, untuk pembangunan jalan, saya tidak memberikan uang, melainkan berupa barang, seperti semen, pasir dan lainnya.”
Lantas apa timbal balik yang diperoleh dari bantuan itu, Supriansa mengatakan, masyarakat berjanji akan menyumbangkan suara. “Tapi, saat perhitungan suara, kita tidak mendapatkan suara yang diharapkan. Mungkin cuma 50 persen saja yang memberikan suara. Tapi, saya tidak kecewa kok,” jelasnya.
Tapi, dia khawatir dengan kondisi demikian. Sebab, jika ‘proposal’ itu jadi budaya, maka ke depannya, masyarakat hanya memilih kepala daerah yang memiliki uang saja, tanpa melihat visi dan misinya.
Ditanya berapa dana yang dihabiskan untuk pilkada, Supriansa menjawab,” Ya, sekitar Rp 5 miliar.” QAR

Andi Sulham Hasan, Bekas Calon Bupati Soppeng

Setelah Gagal, Lebih Banyak Di Kebun

Bekas calon Bupati Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sulham Hasan tidak mau banyak berkomentar seputar kekalahannya di pemilihan bupati yang digelar 23 Juni 2010 itu.
Meski mengaku tidak kecewa dengan hasil perhitungan suara KPUD setempat, tapi Andi yang berpasangan dengan Supriansa ini enggan mengomentarinya.
“Sudahlah, yang sudah, ya sudahlah,” kata Andi saat dihubungi Rakyat Merdeka beberapa waktu lalu.
Memang hasil Pilkada Soppeng itu, pasangan Andi Sulhan Hasan-Supriansa
Hasil rekapitulasi KPUD Soppeng menyatakan pasangan Andi Sulham Hasan-Supriansa hanya menempati posisi ketiga dari tujuh pasang calon. Pasangan Andi-Supriansa ini memperoleh 18.912 suara.
Sementara keluar sebagai juwaa di Pilkada Soppeng adalah pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia (Asmo Berkharisma) dengan 53.589 suara atau (39,54 persen). Disusul, pasangan Andi Kaswadi Razak-Andi Rizal Mappatunru (Akar) dengan perolehan 42.816 suara.
Sedangkan di posisi keempat adalah Samsu Niang-Andi Hendra (Saudarata) dengan 10.398 suara.
Peringkat kelima diraih pasangan Andi Sarimin Saransi-KM Sulaeman (As Salam) dengan 6.729 suara. Posisi keenam yakni Andi Herdi Bunga-Basrah Gising (Hibah) 2.480 suara. Sebagai juru kunci ditempati pasangan Andi Taufan-Sukman Junuddin (ATM-Suka) dengan 587 suara.
Tapi, penetapan calon bupati-wakil bupati terpilih yang ditetapkan melalui rapat pleno KPUD Soppeng di kantor PKK setempat dalam suasana cukup panas. Perwakilan saksi kalah merasa kecewa dengan hasil pilkada. Mereka secara bergantian protes dan menolak hasil rekapitulasi KPUD karena diduga terjadi kecurangan.
Alhasil, dari enam pasangan calon itu sepakat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia tidak. Tapi, MK tetap menolak gugatan itu.
Setelah kekalahan di pilkada itu, Andi Sulham Hasan mengaku tidak beraktivfitas. “Hanya banyak di umah dan mengerus kebun saja,” kata Andi sambil menghentikan pembicaraan. QAR

Aboe Bakar Al Habsy, Bekas Calon Wakil Gubernur Kalsel

Membuka Pintu Bagi Generasi Muda

Meski kalah dua kali di Pilkada Kalimantan Selatan (Kalsel), Aboe Bakar Al Habsy tidak merasa kecewa.
Justru kekalahan itu membawa keberkahan bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Anggota Komisi III DPR ini mengaku, dengan pencalonannya sebagai Wakil Gubernur Kalsel, maka partai berlambang dua bulan sabit mengapit setangkai padi itu berkembang pesat di Kalsel.
Setidaknya, keikutsertaanya di Pilkada 2005 dan 2010 itu membuka pintu dan gerak generasi muda PKS selanjutnya. “Semoga generasi selanjutnya lebih mudah, karena masa PKS di sana sudah berkembang,” kata kader PKS ini kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebenarnya, lanjut Aboe Bakar, dirinya maju di arena pilkada disebabkan karena desakan masyarakat serta panggilan hati untuk menciptakan kesejahteraan di Kalsel.
Tapi, tak semua keluarga mendukung keinginan untuk maju itu. Mereka beranggapan, pengabdian kepada masyarakat tak hanya di kursi eksekutif.
Bahkan, lanjutnya, keluarga khawatir dengan banyaknya pejabat daerah yang terseret kasus korupsi.
“Tapi, setelah isteri dan beberapa keluarga diberi penjelasan, mereka akhirnya sepakat dan memberikan semangat kepada saya.
Bahkan, setelah kesepakatan di keluarganya itu, banyak sanak keluarga turut berkampanye,” paparnya.
Meski keluarga mendukung penuh, tapi apa mau dikata, Aboe Bakar kalah di Pilkada Kalsel.
Berdasarkan keputusan KPUD Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 63/SK/TAHUN 2010, tertanggal 11 Juni 2010 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara, pasangan Zairullah Azhar- Aboe Bakar Al Habsyi berada di posisi kedua. Pasangan yang diusung PKS, Partai Demokrat dan PKB
ini hanya memperoleh 235.934 suara.
Sedangkan ditempat pertama diraih
pasangan Rudy Ariffin-Rudy Resnawan dengan 777.554 suara.
Sementara posisi ketiga ditempati pasangan Rosehan-Saiful Rasyid dengan 235.934 suara, diikuti Sjachrani Mataja-Gusti Farid Hasan Aman dengan 215.719 suara. Di ranking kelima ditempati pasangan Khairil Wahyuni-Alwi Sahlan dengan 55.742 suara.
Meski kalah, pasangan Zairullah Azhar-Aboe Bakar mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dilakukan karena ingin mendapatkan kepastian hukum.
Dalam putusannya, lembaga pimpinan Mahfud MD itu menolak gugatan mereka.
Karena itu, Aboe Bakar mengimbau kepada calon gubernur atau wakil gubernur yang diamanatkan partai untuk mengawasi proses penghitungan suara secara ketat. “Mulai dari PPS hingga PPK rawan. Jadi, harus pengawasan yang ketat,” tutupnya.
QAR

Wednesday, January 26, 2011

DPR Usul, Incumbent Nggak Perlu Kampanye Di Pilkada

ANGGOTA DPR dari Fraksi PPP AW Thalib mengusulkan agar calon incumbent yang akan maju di pilkada tidak perlu ikut kampanye. Hal ini dimaksudkan agar calon incumbent ini lebih konsentrasi mengurus masyarakat di daerahnya supaya tidak terbengkalai.

Thalib yakin, kalaupun incumbent tidak ikut kampanye, maka tidak akan mengurangi dukungan masyarakat kepadanya saat pilkada nanti. Menurut Thalib, kalau incumbent itu memberikan kesejahteraan, maka masyarakat di daerah akan memilihnya kembali.

"Selama dia bekerja, masyarakat akan menilai apakah dia mampu atau tidak, kebijakannya menyentuh masyarakat atau tidak," kata Thalib kepada Rakyat Merdeka. Dia mencontohkan, pemilihan kepala daerah di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Pada pilkada, calon incumbent tidak menggunakan hak kampanyenya, tapi dia tetap terpilih kembali sebagai Walikota periode 2010-2015.

"Selama menjabat walikota di sana, dia membuka pengobatan gratis untuk masyarakat, dan terbukti masyarakat tetap memper-cayainya kembali," ucapnya. Katanya, incumbent tidak perlu berkampanye di pilkada, akan diusulkan masuk dalam revisi UU Pemerintah Daerah. "Kalau ini disahkan, maka mau tidak mau kepala daerah terpilih harus memberikan pelayanan yang maksimal kepadamasyarakat."

Sementara, anggota DPR dari Fraksi PKB Abdul Malik Harmain tidak sepakat dengan usul itu.
Menurutnya, usul agar icum-bent tidak perlu ikut kampanye tidak perlu dimasukkan dalam undang-undang.
Sebab peraturan perundang-undangan harusnya tidak bersifat diskriminatif kepada siapapun. "Biarkan saja merek yang menentukan, apakah hak kampanyenya itu mau diambil atau tidak, dan tidak perlu dimasukan klausul itu didalam undang-undang," katanya kepada Rakyat Merdeka. QAR

Friday, January 21, 2011

Hakim Tipikor Daerah Rawan Terkena Suap

PENGAMAT politik dari Universitas Paramadina, Muhammad Ikhsan Tualeka menyambut baik dibentuknya Pengadilan Tipikor di tiga kota yakni Bandung, Surabaya dan Semarang.

Tapi, Ikhsan berharap Mahkamah Agung (MA) dapat menempatkan hakim Tipikor daerah berkualitas dan berkomitmen tinggi di tiga Pengadilan Tipikor itu sehingga mampu menyeret koruptor di daerah.

"Itu tergantung dari rekrutmen para hakimnya. Kalau bisa mendapatkan hakim berintegritas tinggi dan loyalitas baik, Pengadilan Tipikor daerah bisa menang lawan koruptor," ujar Ikhsan kepada Rakyat Merdeka kemarin.

Karena itu, dia minta MA tidak main-main dalam merekrut para hakim Tipikor daerah. Bila prosesnya tidak benar, maka sulit bagi Tipikor daerah untuk bisa memberi rasa takut bagi para koruptor di daerah.

"Bahkan hakim Tipikor didaerah akan sangat rawan terjadi praktek suap-menyuap. Nasib Tipikor ada pada hakim, dan hakim yang baik ditentukan saat rekrutmennya. Sekarang kita tunggu saja hasilnya seperti apa," imbuhnya.

Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Babul Khoir mengaku bakal menyiapkan jaksa tambahan menyusul diresmikannya Pengadilan Tipikor di Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Tahun depan, dia berharap, para jaksa Tipikor sudah bisa menjalankan tugasnya.

"Kalau itu (jumlah jaksa) dirasakan kurang, kita akan beri tambahan. Sebab tujuan kita bersama penegak hukum (kepolisian dan KPK) adalah pemberantasan korupsi," Kata Babul Khoir kepada Rakyat Merdeka.

Sebelumnya, Kejagung dan Mahkamah Agung sudah melakukan pelatihan pada jaksa dan hakim Tipikor di luar Pengadilan Tipikor Jakarta. QAR

Pilkada 2010 Gagal Hasilkan Kepala Daerah Yang Berkuaitas

Pilkada 2010 gagal menghasilkan kepala daerah berkualitas sesuai dengan harapan rakyat. Hal ini disampaikan anggota DPD asal Bali, I Wayan Sudirta.

Hal ini karena masih banyaknya praktik money politics atau politik uang yang dilancarkan calon kepala daerah dalam meme-nangkan pilkada.

Menurut I Wayan, banyaknya praktik money politics ini akan mempengaruhi eksistensi negara kesatuan republik indonesia (NKRI).

Kok bisa? Menurutnya, jika lebih dari 60 persen kepala daerah di Indonesia melakukan aksi politik uang, maka besar kemungkinan kepala daerahnya itu akan melakukan korupsi dan berdampak kepada lunturnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.

"Kalau awalnya saja kepala daerah itu sudah melakukan cara tidak etis, maka akan berbanding lurus terhadap pemerintahannya ke depan. Jadi kemungkinannya akan melakukan korupsi," kata ketua Kaukus Anti Korupsi DPD ini kepada Rakyat Merdeka.

Karena itu, dia mengusulkan, perlunya pembatasan biaya kampanye serta jumlah sumbangan kepada kandidat kepala daerah. Hal ini akan mampu menutup pe-luang calon pemimpin yang hanya mengandalkan uang tanpa memiliki kualitas dan integritas.

"Biaya kampanye politik yang besar punya konsekuensi lain, dimana kandidat terpilih punya kewajiban untuk mengembalikan biaya-biaya tersebut melalui pe-nyalahaguanaan wewenang dan korupsi." imbuhnya.

Selain money politcs, 1 Wayan menyarankan agar pemerintah serius mengungkap adanya penyalahgunaan APBD dan wewenang oleh incumbent.

Hal ini dilakukan karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)tidak memiliki wewenang yang memadai untuk menindak pelanggar pilkada. "Kalau tidak bisa diselesaikan, maka pilkada akan menghasilkan kepala daerah yang banyak terlibat korupsi," ucapnya.

Bahkan, Ketua Tim Persiapan Sidang Bersama DPR dan DPD ini mengusulkan agar kegagalan pilkada ini dimasukkan dalam materi pidato kenegaraan yang akan disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/8).

I Wayan juga mengungkapkan jumlah korupsi di daerah semakinmeningkat.

Selain korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian, jumlah pengaduan korupsi ke KPK hingga Mei 2010 mencapai 37 ribu.

Karena itu. dia mengimbau pemerintahan SBY serius menangani bahaya laten korupsi dengan memberikan progres sehingga menimbulkan keyakinan rakyat dalam memberantas korupsi.

"Kalau korupsi tidak ditangani sungguh-sungguh, sistematis, maka bukan hal yang tidak mungkin suatu saat rakyat akan mengalami ledakan sosial," katanya. QAR

Kepala Daerah Yang Tersangkut Korupsi Bisa Pesan Kamar Khusus"

MASYARAKAT Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin mensinyalir tidak hanya Artalyta Suryani alias Ayin yang mendapat fasilitas mewah, tapi banyak bekas pejabat daerah dan pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi mendapatkan perlakuan khusus di penjara."Saya dengar, banyak bekas kepala daerah, seperti gubernur, bupati dan walikota yang mendapatkan fasilitas istimewa di lapas. Itu istilahnya pesan kamar" khusus di penjara. Hal itu sering terjadi," papar Boyamin saat dihubungi Rakyat Merdeka. kemarin.

Menurut Boyamin, petugas lapas akan memberikan keistimewaan tersendiri bagi napi yang bisa "nyumbang" dana kepada petugas di penjara. "Kalau ada duit, semuannya bisa terlaksana. Jadi. Ayin itu hanya satu orang dari sekian banyak tahanan yang mendapatkan keistimewaan.di lapas." tandasnya.Bahkan, lanjutnya, keistimewaan bukan hanya diberikan kepada orang yang memiliki jaringan politik, tapi fasilitas juga itu diberikan kepada tahanan nakotika."Asal dia bisa memberikan uang, baik itu kepada petugasnya ataupun ketika lapas mengadakan acara. Biasanya, tahanan itu berduit dan menyumbang dana." katanya.

Kalau tahanan itu mampu memberikan uang, lanjut dia. napi itu dapat dipastikan dapat perlakuan khusus di dalam lapas."Tempat yang layak, bisa awa telepon genggam ke dalam lapas, dan lainnya," katanya Senada diungkapkan Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gajah Mada Zainal Arifin Mochtar. Menurutnya, ada kepala daerah yang terjerat kasus korupsi menikmati fasilitas mewah.

"Asal dia punya uang, dia bisa mendapatkan fasilitas seperti itu. Ini kan baru terbongkar pada Artalyta, tapi kalau diusut keseluruh lapas di Indonesia, maka akan banyak pejabat daerah yang mendapat perlakuan khusus. Ini jelas diskriminasi bagi tahanan lainnya," katanya kepada Rakyat Merdeka kemarin.Menurutnya, perlakuan istimewa kepada tahanan itu membuktikan buruknya lembaga penegak hukum di Indonesia.

Seharusnya, katanya, lapas memberikan hukuman sama kepada setiap tahanan. Hal ini untuk memberikan efek jera bagi tahanan."Kalau seperti itu, maka pelaku korupsi itu tidak akan merasa jera dan besar kemungkinannya dia akan melakukan korupsi lagi setelah bebas." tandasnya.Bagi para pelaku korupsi yang menilep duit rakyat, maka harus mendapatkan perlakuan sama seperti tahanan biasa. Seperti ruangan sel. makanan dan lainnya. QAR

Awas, Dana Perbatasan 700 M Rawan Dikorupsi

"Itu Harus Diawasi Secara Ketat"

SEJUMLAH kalangan menilai penggunaan anggaran untuk daerah perbatasan sebesar Rp 700 miliar harus diawasi secara ketat oleh seluruh masyarakat. Kalau tidak, maka akan rawan dikorupsi.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) Sugiyanto kepada Rakyat Merdeka.

Menurut Sugiyanto, penggunaan anggaran untuk perbatasan ini harus tepat sasaran dan diminimalisir terjadinya kesalahan dalam pemakaiannya. "Penggunaan dana itu cukup besar, jadi perlu pengawasan ketat dari masyarakat. Kalau tidak, itu rawan dikorupsi," kata Sugiyanto.

Sebelumnya diberitakan. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan pagu pengelolaan perbatasan untuk tahun anggaran 2011 sebesar Rp 700 miliar. Anggaran ini meningkat pesat dibandingkan 2010 cuma Rp 25 miliar. Menurut Gamawan, pagu anggaran itu sudah disetujui Presiden SBY.

"Anggaran ini digunakan sebagai dana koordinasi dan gerakan kegiatan perbatasan," kata Gamawan kepada wartawan, Jumat (23/7).

Saat ini, lanjut Gamawan, pihaknya akan menyusun kerangka pembangunan lima tahun dan

25 tahun. Dalam rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, pemerintah memprioritaskan pengembangan kawasan perbatasan di 12 provinsi. Kawasan ini mencakup 38 kabupaten dan kota.

"Di sini akan dikembangkan

26pusat kegiatan strategis nasional sebagai kota utama kawasan perbatasan yang perlu dipercepat pembangunannya selama 10 tahun ke depan berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional," kata bekas Gubernur Sumbar ini.

Sementara itu, bekas Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra mengingatkan agar semua kalangan terusmengawasi dana Rp 700 miliar yang rencananya dige-lentorkan pemerintah untuk daerah perbatasan.

Jangan sampai dana itu peruntukannya tidak tepat sasaran. Misalnya membuat program dengan dana besar tapi tidak tepat sasaran," kata Yusron kepada Rakyat Merdeka.

Doktor politik ekonomi international jebolan Tsubuka Jepang ini menjelaskan, jika anggaran itu dialokasikan untuk departemen pertahanan, maka Komisi I DPR memiliki kewenangan untuk mengontrol penggunaan dana tersebut. "Tapi saya belum tahu, dana sebesar itu mau dibagikan ke mana saja," katanya.

Kendati begitu, Yusron menyambut baik adanya kenaikan anggaran untuk perbatasan. "Kita menyambut baik walupun itu masih tidak mencukupi," tambahnya.

Dirinya berharap, dana itu bisa dibagikan dengan tepat dan terukur, bisa membangun fasilitas infrastruktur dan meningkatkan tingkat kesejahtraan penduduk di wilayah perbatasan.

Menurutnya, masih banyak pulau terluar yang kondisinya masih memprihatinkan, baik dari infrastruktur maupun kondisi kesejahtraan masyarakat.

"Kita tidak hanya perlu memasang mercusuar saja, tapi kita juga perlu memperhatikan tingkat kesejahtraan di sana, dan bukan juga dengan bagi-bagi uang, tapi bagaimana hati mereka yang harus kita rebut," jelasnya.

Untuk mengatasi persoalan di perbatasan, Yusron mengaku pernah menyampaikan gagasan kepada pemerintah agar membentuk kementrian perbatasan.

Namun sayang, katanya, pemerintah justru hanya membentuk lembaga penanganan perbatasan di bawah departemen.

"Saya tidak yakin, itu bisa bekerja karena lembaga itu hanya ecek-ecek dan hanya plang na-malah, sulit kalau bekerja," ujar politisi PBB itu. QAR/FAZ

Dewan Ungkap 5 Faktor Pemicu Pilkada Rusuh

Sejumlah kalangan terus menyoroti maraknya kerusuhan sebelum dan sesudah pemilihan kepala daerah (pilkada).

MENURUT anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arief Wibowo, banyaknya pilkada yang rusuh karena kerja KPUD, sebagai pelaksanaan pilkada kurang profesional. "Persiapannya kurang matang sih. Seharusnya ditunda dulu sampai semua regulasi sudah siap," kata Arief Wibowo kepada Rakyat Merdeka.

Dijelaskan anak buah Megawati ini, ada lima faktor terjadinya kerusuhan. Pertama, regulasi masih kanit marut dan tumpang tindih. Kedua, lambatnya persiapan lembaga pengawas penyelenggara Pilkada seperti KPUD dan Panwas. Ketiga, soal pemuktahiran data pemilih yang dimulai dari masalah basis data yang berbeda. Keempat, soal pendaaan pilkada yang bermasalah. Kelima, prosespencalonan yang sering bermasalah. "Kalau lima faktor itu tidak diselesaikan, maka kejadian bentrokan dan kerusuhan akan terus terjadi," ujarnya.

Menurutnya, tindakan refresif yang sekarang digunakan untuk meredam kerusuhan tidak akan mengurangi jumlah kerusuhan, ustru akan menimbulkan problem di kemudian hari "Solusi yang terbaik adalah mengimbau calon kepala daerah agar bisa menahan diri dan tidak terhasut kekerasan," ujarnya.

Di tempat terpisah, Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesia Corruptions Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, kisruh pilkada disertai amuk massa di sejumlah daerah lebih banyak dipicu sikap KPUD yang tidak profesional. Sejumlah tahapan pilkada diduga menjadititik rawan yang dimainkan penyelenggara pilkada itu.

"Tahapan verifikasi persyaratan pencalonan merupakan titik rawan utama yang bisa disalahgunakan penyelenggara pilkada." ujar Abdullah Dahlan. Ditanya apakah ICW sudah menemukan permainan uang dari kandidat ke KPUD untuk menjegal calon lain, Dahlan mengatakan, hingga saat ini belum ada temuan kasus terkait permainan uang oleh KPUD.

"Kalau temuan langsung kita belum ada. Jika berdasar pada kejadian-kejadian, misal ada yang patut lolos untuk kandidat jadi, temyata tidak lolos, itu juga menjadi dugaan kita (adanya permainan uang)," ujar Dahlan. Titik rawan lain adalah saat penetapan hasil penghitungan suara. "Ini rentan terjadi manipulasi karena hasil rekap bisa berbeda," ujarnya.

Diungkapkan, pelanggaran oleh KPUD yang sudah biasa terjadi yakni KPUD tidak membe-rikan akses terbuka kepada publik yang ingin tahu jumlah dana kampanye para kandidat. "Pelaporan dana kampanye hanya sebatas pemenuhan syarat administratif," imbuhnya.

Hal senada diungkapkan anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo. Menurut Bambang, akses informasi yang sulit didapat oleh panwas dari KPUD bisa menjadi faktor penyebab timbulnya persoalan dalam pilkada. "Kami mendapat laporan dari panwas di daerah, mereka kesulitan dalam mendapatkan berkas pencalonan dari KPUD setempat, dan itu terjadi hampir di semua daerah," katanya saat dikontak Rakyat Merdeka tadi malam.

Padahal, lanjut Bambang, berkas pencalonan sangat penting bagi panwas dalam melakukan pengawasan, karena itu menyangkut lolos tidaknya seorang calon dalam pilkada. "Persoalan berkas pencalonan juga bisa menjadi bom waktu dalam pilkada," katanya.

Bambang mengungkapkan, sebagian besar daerah yang muncul konflik dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, akibat tidak sempurnanya verifikasi yang dilakukan oleh KPUD Selain itu, panwas juga dibatasi mengenai materi dan data serta proses verifikasi. "Ada berkas calon yang dinyatakan lolos oleh KPUD tapi setelah diperiksa, banyak yang tidak memenuhi persyaratan. Nah, itu yang kemudian dipersolkan," katanya.

Sejumlah wilayah yang terasa sulit mendapatkan informasi dari KPUD diantaranya. Banyuwangi, Kepulauan Riau, dan Lamongan. "Yang di Banyuwangi, itu sampai sekarang kita belum mendapatkan informasi. Padahal kewajiban dalam memberikan informasi ini sudah dijamin dalam PP No 06 Tahun 2005. Disitu ditegaskan, bagi setiap pihak diwajibkan untuk memberi kemudahan informasi kepada Panwaslu dalam rangka menjalankan tugasnya," katanya. faz/dit/qar

Awas, Warga Perbatasan Bisa Ganti KTP Malaysia

MASYARAKAT bagian utara Kalimantan masih merasa kecewa karena rencana pembentukan provinsi baru di wilayah itu hingga kini belum terealisasi.

Padahal, sejumlah pejabat dan anggota DPR sudah turun langsung meninjau daerah yang akan dimekarkan.

Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Yusran khawatir, warga di perbatasan Kalimantan itu bakal hijrah ke Malaysia kalau kunjungan anggota dewan tidak memberikan perubahan bagi kemajuanwarga utara Kaltim dengan terbentuknya provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

"Bukan tidak mungkin warga perbatasan seperti di Sebatik bakal banyak yang ganti KTP Malaysia," kata Yusran, kemarin.

Secara geografis, masyarakat di Sebatik lebih condong bergantung hidup dari kegiatan ekonomi Malaysia. Hal ini karena Sebatik lebih dekat dengan negeri jiran dibandingkan ke ibukota kabupaten.

"Aktivitas ekonomi masyarakat Sebatik sangat kental dengan Malaysia. Supaya hal-hal itu ti-dak kita inginkan, saya kira pembentukan Kaltara jawabannya," ujar ketua HMI Tarakan ini.

Menurut pengakuan Yusran, banyak warga perbatasan sudah hijrah ke Malaysia. Hal itu disebabkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap warga perbatasan.

"Bukannya karena mereka "tidak cinta terhadap Indonesia. Tapi karena tidak ada perhatian dari pemerinta," akunya.

Sementara, anggota DPR Abdul Gafar Pattape mangatakan, untuk memekarkan daerah otonom baru bukan didasarkan pada desakan atau ancaman dari segelintir warga, tapi karena pertimbangan dan kesepakatan antara pemerintah dan DPR.

"Kalau ada desakan itu biasa saja, sebab hampir seluruh daerah yang ingin dimekarkan terus mendesak. Ya, semua itu harus bersabar," jelas

Gafar kepada Rakyat Merdeka.

Gafar mengakui tim Komisi II DPR yang berjumlah 15 orang sudah terjun ke Kalimantan Timur untuk memantau langsung kesiapan percepatan pembentukan Kalimantan Utara.

Ditanya kenapa pemerintah dan DPR masih menunda pemekaran Provinsi Kalimnatan Utara, Gafar mengatakan, pihaknya tidak akan menunda pembentukan daerah otonom baru. Saat ini, antara DPR dan pemerintah dalam hal ini Kemendagri sedang membahas grand design pemekaran daerah.

Dia tidak membantah kalau banyak warga di perbatasan Kalimantan sudah hijrah ke Malaysia. Saat ini, kita dan pemerintah tengah memikirkan masalah ini. Jangan sampai pemekaran baru malah menjadi ladang korupsi baru, atau tidak memberikan kesejahteraanbagi masyarakatnya," paparnya.

Perlu diketahui, rombongan yang dipimpin Ketua Kombi II DPR Chairuman Harahap mengunjungi tiga daerah yang masuk dalam pembentukan Provinsi Kaltara. Seperti Tarakan, Tanjung Selordan Nunukan. Selama melakukan kunjungan, rombongan akan bersilahtuhrahmi, dengan bupati dan walikota masing-masing daerah serta tokoh masyarakat.

Ketua Masyarakat Kaltara Bersatu (MKB), Jusuf SK mengatakan, dalam kunjungan Komisi II DPR itu, tidak semua daerah yang masuk dalam Kaltara dapat dikunjungi.

"Bagi kabupaten yang tidak sempat dikunjungi, seperti Malinau dan Kabupaten Tana Tidung (KTT) maka, bupati dan ketua DPRD didua kabupaten ini akan diundang pertemuan dengan DPR," ujarnya. QAR

Bonnie Mufidjar, Bekas Calon Walikota Tangerang

Gagal Jadikan Kota Super Sejahtera

Keikutsertaan Bonnie Mufidjar di Pilkada Kota Tangerang 2008 tidak lepas dari dukungan PKS, partai yang membawawannya jadi anggota DPRD Tangerang.
Melalui hasil Pemilihan Internal Raya (Pemira) dan kajian Tim Optimalisasi Musyarokah (TOM), Bonnie direkomendasikan DPW PKS Provinsi Banten untuk meju sebagai Calon Walikota Tangerang. Bonnie kemudian berpasangan dengan calon Wakil Walikota, Diedy Farid Wadjdi.
Meski dianggap muka baru, politisi PKS ini terus berjuang memperebutkan kursi nomor satu di Kota Tangerang. Memang, lawan cukup berat karena yang dihadapi calon incumbent, Wahidin Halim yang berpasangan dengan Arief R Wismansyah.
Ketika ditunjuk, politisi PKS ini mengaku bersungguh-sungguh ingin menjadikan Kota Tangerang sebagai kota super sejahtera.
Bahkan, keluarga Bonnie memberikan dukungan ketika partai menunjukkan calon walikota. “Layaknya seperti keluarga lainnya. Jika ada salah satu anggota keluarganya berniat baik, maka akan didukung bulat-bulat,” kata Bonnie kepada Rakyat Merdeka.
Tak hanya itu, keluarga terus berdoa untuk keberhasilannya di pesta demokrasi di kota tersebut.
Bahkan, pada 26 Oktober 2008 dini hari, beberapa jam sebelum pencontrengan, keluarga menggelar shalat Tahajud bersama untuk memperoleh hal terbaik.
“Kalau kalah, itu artinya memang yang terbaik,” cerita pria yang menghabiskan masa kecilnya menggembala kambing dan kerbau milik kakeknya itu.
Tapi, doanya dan keluarga belum dikabulkan. Berdasarkan hasil penghitungan KPUD, pasangan Bonnie Mufidjar-Diedy Farid Wadjdi hanya berada di posisi kedua dengan 65.657 suara (8,9 persen).
Sementara, ditepat pertama diraih pasangan incumbent Wahidin-Arief dengan 572.976 suara (88,55 persen).
Sedangkan posisi buncit ditempati pasangan independen Ismet Sadeli Hasan-Mahfud Abdullah dengan 16.864 suara (1,7 persen).
Meski gagal, Bonnie dan keluarga tidak berkecil hati atau buruk sangka terhadap hasil perhitungan suara. “Kita cukup realistis kok.”
Justru, kekalahannya di pilkada itu tidak menyurutkan niatnya untuk membangun Kota Tangerang.
Dia terus berjuang, memberikan sumbangsih kepada masyarakat di Kota Tangerang lewat perjuangannya sebagai wakil rakyat. “Jadi, saya terus menunaikan amanah rakyat sebagai wakil.”

Ditanya kesiapannya kembali maju lagi di Pilkada Kota Tangerang periode mendatang, master Administrasi Kebijakan Publik lulusan UI 2005 ini mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada partai.
“Jika partai mengamanatkan itu kembali pada saya, mau tidak mau saya harus siap.
Sebab di PKS tidak ada kader yang mencalonkan diri, tapi ditunjuk untuk mewakil partai,” tutupnya. QAR

Toto Sucartono, Bekas Calon Bupati Indramayu

Masih Kecewa Gugatan Ditolak MK

Bekas calon Bupati Indramayu 2010, Toto Sucartono masih kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan yang diajukan
pasangan Toto Sucartono bersama wakilnya Kasan Basar.
Padahal, lanjut T2, panggilan akrab Toto Sucartono, sejumlah saksi dan bukti seperti video money politics sudah disodorkan kepada pihak MK.
“Jadi bukti-bukti itu seakan-akan tidak memberikan makna apapun,” papar calon independen ini kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain dugaan politik uang, katanya, ada juga mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) untuk salah satu pasangan. “Mereka menggunakan fasilitas negara, seperti mobil dinas, sampai panitia PPS juga sudah di jamah mereka,” jelasnya sambil menunjukan beberapa video yang pernah diputar di MK beberapa pekan lalu.
Bahkan, saksi-saksi dari aparatur pemerintah daerah (pemda) yang akan dihadirkannya untuk memberikan kesaksiannya di MK sudah disingkirkan ke daerah-daerah perbatasan.
Dalam putusannya, MK memutuskan menolak seluruh permohonan pemohon Pilkada Indramayu karena tidak terbukti menurut hukum.
Mengenai adanya money politics, dan intimidasi kepada birokrasi dan kepala desa untuk memilih pasangan calon nomor urut empat, MK berpendapat tidak didukung bukti signifikan.
Atas putusan itu, Toto kalah di Pilkada Indramayu, Jawa Barat (Jabar) 2010.
KPUD Indramayu lewat surat nomor 345/KPU-Im/Kab/VIII/2010 yang di teken
Ketua KPUD Indramayu A Khotibul Umam memtuskan pasangan nomor urut empat Anna Sophanah-Supendi sebagai pemenang dengan 510.215 suara (60,81 persen).
Peringkat kedua diduduki pasangan Uryanto Hadi-Abas Abdul Jalil dengan 124.450 suara (14,83 persen).
Posisi ketiga ditempati pasangan yang diusung PDI Perjuangan Gorry Sanuri-Ruslan diposisi ketiga dengan 94.826 suara (11,30 persen).
Sedangkan peringkat keempat ditempati Toto Sucartono-Kasan Basari dengan 46.941 suara (5,60 persen), pasangan Api Karpi-Rawita memperoleh 44.993 suara (5,40 persen). Sedangkan posisi bontot ditempati Mulyono Martono- Handaru Wijaya Kusumah dengan 17.561 suara (2,09 persen).
Ditanya apakah mau mencalonkan lagi, Toto menjawab,” Selama hukumnya masih amburadul, saya tidak akan maju jadi kepala daerah.” QAR

Siswanda, Bekas Calon Wakil Bupati Bandung

Aktivitas Sekarang Jual Barang Bekas...

Berbeda dengan bekas calon Bupati Bandung, Deding Ishak. Pasangannya, Siswanda justru langsung didukung seluruh keluarganya saat mengungkapkan niatnya
maju di Pilkada Bandung.
Menurut bekas calon Wakil Bupati Bandung ini, dukungan itu dapat dirasakan baik secara fisik ataupun non fisik.
Misalnya, setiap kali terjun ke masyarakat, maka isterinya, Hetifah Sjaifudian selalu mendampinginya.
Bahkan, seluruh keluarganya dari jauh menyempatkan hadir untuk berdoa bareng untu kesuksesannya di ajang pilkada.
“Adik kandung saya yang dari luar kota datang untuk memimpin doa khusus di internal keluarga besar,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Bahkan, pasangan Deding Ishak-Siswanda ini didukung empat partai politik yaitu, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan PKB.
”Dukungan empat parpol itu dalam bentuk koalisi. Dukungan itu berangkat dari visi sama dengan semangat kebersamaan untuk membangun dan melakukan perubahan yang lebih baik bagi Kabupaten Bandung ke depan,” kata pria yang menetap di Bandung sejak 30 tahun silam ini.
Meski demikian, pria kelahiran 17 Mei 1960 itu belum berhasil memenangkan Pilkada Bandung.
Berdasarkan hasil perhitungan KPUD setempat, pasangan Deding Ishak-Iswandi harus puas berada di posisi ketiga dengan 229.224 suara (17,41 persen).
Di tempat pertama ditempati pasangan Dadang-Deden dengan 393.346 suara (29,08 persen), diikuti pasangan Ridho-Darus dengan 285.497 suara (21,69 persen). Sedangkan diperingkat terakhir pasangan Yadi-Rusna dengan 207.704 suara (15,78 persen).
Meski kalah, kata Siswanda, keluarganya tidak merasa kecewa. Pasalnya, sejak awal keluarganya sudah menyiapkan mental terhadap keputusan KPUD.
Memang diakui, tidak masuknya pasangan Deding Ishak-Siswanda membuat pendukungnya sedikit memanas karena gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga ditolak. “Tapi, itu justru upaya kita untuk meredan dan menerima apapun keputusan MK.”
Ditanya apakah akan kembali maju dalam pilkada periode selanjutnya, dia mengaku belum memikirkannya.
Yang jelas, dia ingin memiliki sosok pemimpin yang arif dan komitmen untuk membangun serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bandung.
Menurutnya, pengabdian kepada masyarakat perlu terus diberdayakan secara konsisten. Pascakekalahan di Pilkada Bandung 2010, ayah empat putra itu mengaku tengah disibukan aktivitas sosial.
“Ya kecil-kecilan, seperti barang-barang bekas yang layak pakai kita jual dengan harga murah, dan hasilnya kita peruntukan untuk korban bencana alam.” tutupnya. QAR

Ronny Hermawan, Bekas Calon Wakil Walikota Bekasi

Popularitas Kalah Dengan M2

Roony Hermawan merasa tersanjung saat Partai Demokrat (PD) memberikan kepercayaan sebagai calon Wakil Walikota Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
Padahal, saat itu, Ronny belum masuk secara formal ke dunia politik ataupun jadi anggota DPRD.
Bahkan, hasil polling menyebutkan, popularitas Ronny kalah dari M2, panggilan akrab Walikota Bekasi sekarang Mochtar Mohammad.
Tapi, karena kepercayaan politik dari PD tetap tinggi, akhirnya dia bersedia maju.
“Ini demi menjalankan amanah partai, saya tetap memberanikan diri untuk maju,” kata Ronny kepada Rakyat Merdeka.
Saat pencalonannya, Ronny mengaku, tidak dipungut mahar oleh partai politiknya.
“Saya tidak memberikan apapun ke partai. Jadi saya ingin sampaikan ke partai lain, kalau kadernya ingin maju, maka harus didukung dan jangan dimintai mahar.”
Setelah dipercaya jadi calon Wakil Walikota Bekasi, Ronny langsung menyodorkan program-program kemasyarakatan sekaligus turun langsung saat pengecoran jalan rusak di Bekasi. Maklum, hingga saat ini jalan rusak di Bekasi masih banyak dijumpai.
Menurut Ronny, perbaikan jalan itu sebagai salah satu bentuk ibadah dan pengabdiannya untuk masyarakat Bekasi.
“Saat itu, saya tidak memikirkan menang atau kalah, yang saya pikirkan adalah mengabdi kepada masyarakat,” kenangnya.
Hasil rekapitulasi KPUD Bekasi, pasangan Awing Asmawi-Ronny Hermawan (Wiro) harus puas di posisi terakhir dengan meraih 9,20 persen.
Di tempat pertama diraih pasangan Mochtar Muhammad-Rahmat Effendi (M2R alias Murah) dengan perolehan suara 51,35 persen dan disusul pasangan Ahmad Syaikhu- Kamaluddin Djaini (Suka) dengan perolehan suara 39,45 persen.
Meski tidak terpilih jadi Wakil Walikota Bekasi, Ronny tetap merasa puas karena sudah memberikan pengabdiannya kepada masyarakat. “Turun langsung ke masyarakat juga tetap saya lakukan saat ini, karena itu memberikan kenikmatan tersendiri buat saya,” jelas ketua Komisi B DPRD Bekasi ini.
Dia juga legowo dengan kekalahan karena sejak awal pernyataan siap menang dan kalah sudah dituangkan dalam surat kesepakatan yang ditandatangani ketiga pasangan, Kapolres Metro Bekasi, Kombes Mas Guntur Laope, Ketua Desk Pilkada Tjandra Utama, Ketua KPUD Achmad Herry, Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Sugeng Djoko Susilo, Ketua Panwasda Suranto dan Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, Ariyansyah B Dali.
“Dalam surat pernyataan itu, pasangan sepakat untuk saling menghormati, tunduk pada peraturan pilkada dan perundang-undangan berlaku. Jadi kita harus sepatutnya konsisten dan legowo.”
Sebenarnya, tambahnya, keikutsertaan
pasangan Awing Asmawi-Ronny Hermawan di ajang pilkada memberikan pengaruh atas Pilpres dan Pemilu Legislatif 2009. “Bayangkan saja, di Pilpres dan Pileg suara Demokrat meningkat jauh ketimbang sebelumnya.”
Ditanya apakah akan maju lagi di pilkada periode selanjutnya, dia mengaku belum memikirkannya.
“Tapi kalau itu perintah dari partai, maka mau tidak mau, siap tidak siap, saya harus siap,” tutupnya. QAR

Deding Ishak, Bekas Calon Bupati Bandung

Isteri Ingatkan, Nggak Usah Nyalon

Keinginan Deding Ishak maju di Pilkada Kabupaten Bandung, Jabar 2010 karena ada permintaan dari tokoh-tokoh Bandung yang berharap agar dirinya bisa memimpin kabupaten itu.
Apalagi , politisi Golkar ini merupakan putra asli Kota Parahyangan yang mewariskan lembaga pendidikan sejak 1926.
“Jadi, banyak tokoh yang mendorong saya. Selain itu, keprihatinan sekaligus keinginan saya turun langsung membangun tanah keturunan saya untuk lebih sejahtera,” kata Kang Deding, sapaan akrabnya, kepada Rakyat Merdeka.
Awalnya, isteri Kang Deding, Yani Dewi sudah melarangnya untuk maju di pilkada.
Saat itu, aku anggota Komisi III DPR (bidang hukum) ini, isterinya untuk tidak melanjutkan keinginannya untuk maju. “Kata isteri, pengabdian itu tidak perlu menjadi kepala daerah, tapi bisa juga dilakukan di Senayan,” ujar Kang Deding.
Selain itu, Yani Dewi khawatir adanya penilai dari masyarakat terhadap pencalonan itu.
“Dia kahwatir masyarakat menilainnya sebagai aji mumpung. Tapi, bukannya saya tidak mau mendengarkan isteri, tapi ini panggilan hati nurani,” paparnya.
Meski demikian, Kang Deding tetap terus maju di Pilkada Kabupaten Bandung yang digelar 29 Agustus 2010.
Dan hasilnya, Deding Ishak yang berpasangan dengan Iswandi harus puas berada di posisi ketiga.
dengan 229.224 suara (17,41 persen).
Di tempat pertama diraih pasangan Dadang-Deden meraih meraih 393.346 suara (29,08 persen), di ikuti pasangan Ridho-Darus dengan 285.497 suara atau 21,69 persen. Sedangkan, diperingkat terakhir ditempati pasangan Yadi-Rusna dengan 207.704 suara atau 15,78 persen.
Tapi, pasangan Deding-Iswandi tidak terima hasil rekapitulasi KPUD Bandung itu. Pasangan Deding-Suwandi menggugat proses pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi, dalam putusannya, MK menolak gugatannya.
Menurut Deding, kekalahan di pilkada itu karena dirinya belum berjuang secara maksimal. Hal itu dikarenakan dirinya tengah fokus menjalani tugasnya sebagai anggota DPR.
“Saya hanya fokus di tiga bulan, dan boleh dibilang hanya 30 persen saja saya berjuang di arena pilkada,” akunya.
Meski demikian, dia mengaku tetap mengambil hikmah dibalik kegagalannya. Setidaknya, lanjut pimpinan Pesantren Al-Jawami itu, banyak dipertemukan dengan sanak keluarga yang lama tak bersua. “Setiap kali turun, saya hampir bertemu dengan keluarga yang satu keturunan,” imbuhnya.
Ditanya apakah siap maju lagi sebagai calon kepala daerah untuk periode selanjutnya, dia belum memastiakannya. “Selama partai masih mengamanatkan dan banyak dukungan dari masyarakat, saya siap. Apalagi saya masih muda,” tutupnya. QAR

Bambang Sadono, Bekas Calon Gubernur Jawa Tengah

Nggak Mau Cari Kambing Hitam

Kalah di pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) 2008 tidak membuat Bambang Sadono patah arang.
Politisi Partai Golkar ini mengaku kegagalannya menjadi orang nomor satu di Jateng itu adalah sebagai proses pembelajaran dalam berpolitik.
Kekalahan itu jadi bahan evaluasi guna membangun kembali kekuatan Golkar dimasa depan. Tak perlu cari kambing hitam,” kata bekas anggota DPR ini dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Dalam pilkada 22 Juni 2008 itu, pasangan Bambang Sadono-Mohammad Adnan hanya menempati posisi kedua. Pasangan yang diusung Golkar ini hanya memperoleh 22,79 persen suara.
Sementara asangan Bibit Waluyo dan Rustringsih yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menempati posisi pertama dengan 43,44 persen suara.
Peringkat ketiga dipegang pasangan Agus Soeyitno-Abdul Kholiq dengan 6,83 persen suara, disusul pasangan Sukawi-Sudharto mendapat 15,58 persen.
Setelah itu, pasangan M Tamzil-Abdul Rozaq yang diusung PPP dan PAN dengan 11,36 persen.
Berdasarkan Pasal 107 ayat 4 Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah bahwa pasangan calon dengan perolehan suara lebih dari 30 persen dinyatakan sebagai gubernur terpilih. Dengan begitu, KPU Jateng menetapkan pasangan Bibit Waluyo-Rustri sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Jateng periode 2008-2013.
Melanjutkan keterangannya, Bambang Sadono mengakui, pasangan Bibit-Rustri
mempunyai pendukung luar biasa. “Tapi, usaha yang dilakukan Golkar dalam pelaksanaan Pilgub di Jateng ini sudah sangat maksimal, bahkan melebihi target,” jelas bekas Cagub Jateng ini.
Ditanya apakah ingin maju lagi, Bambang mengatakan sebelum menyatakan maju, tentu akan memetakan seberapa peluangnya untuk memenangkan kursi nomor satu di Jateng.
“Saya tidak akan terlena dengan hasil survei,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Jawa Tengah itu.
Apalagi, lanjutnya, belakangan sudah muncul wacana dari Kemendagri soal pemilihan gubernur oleh DPRD. “Hal itu yang jadi salah satu faktor dalam menimbang-nimbang sebelum maju sebagai calon gubernur.”
Kalaupun nanti tidak dicalonkan lagi sebagai gubernur, Bambang tidak akan mempersoalkannya.
Menurutnya, pengabdian itu tak harus menjabat sebagai kepala daerah, tapi berusaha bekerja secara sungguh-sungguh kemajuan daerah.
“Kalau saya jadi wakil ketua DPRD Jawa Tengah, maka untuk saat ini, amanah itu juga akan saya emban dan jaga dengan baik guna menumbuhkan kemajuan daerah,” tutupnya. QAR

Nasir Djamil, Bekas Calon Wakil Gubernur Aceh

Pendukung Kecewa Karena Jadi Cawagub

Kekalahan di pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Aceh 2007 tidak membuat kecewa Nasir Djamil.
Bekas calon Wakil Gubernur (Cawagub) Aceh ini terus melakukan intropeksi atas kekalahannya itu.
Anggota Komisi III DPR (bidang hukum) ini mengaku, salah satu faktor menurunnya suara yang diraih di pilkada itu karena Nasir ditempatkan sebagai cawagub, sedangkan calon gubernur ditempati Azwar Abubakar.
Dengan penempatan posisi kedua itu, lanjut politisi PKS ini, tak sedikit pendukungnya kecewa.
“Mereka (pendukung) berharap saya ditempatkan sebagai calon gubernur. Itulah sebabnya kenapa mereka tidak begitu antusias mengikuti proses pilkada lalu,” kata Nasir kepada Rakyat Merdeka.
Pada pilkada itu, pasangan Azwar Abubakar-Nasir Djamil hanya puas diposisi keempat dengan perolehan 11,07 persen.
Sedangkan posisi pertama ditempati pasangan Irwandi Yusuf-Mohammad Nazar yang mengantongi suara terbanyak dengan 39,27 persen. Diikuti pasangan Humam Hamid-Hasbi Abdullah yang diusung PPP dengan 16,17 persen. Diperingkat ketiga ditempati pasangan
Malik Raden-Sayed Fuad Zakaria 13,96 persen.
Sedangkan posisi kelima ditempati pasangan Ghazali Abbas-Salahuddin Alfata mendapat 7,47 persen, disusul pasangan Iskandar Hoesin-Saleh Manaf memperoleh 5,18 persen.
Sementara pasangan Tamlicha Ali-Harmen Nuriqmar dan Djali Yusuf-Syauqas Rahmatillah memperoleh 3 persen.

Meski demikian, Nasir Djami tidak kecewa dan menyesalkan atas kekalahannya di pilkada lalu.
“Kekalahan itu dijadikannya sebagai bahan renungan untuk jadi manusia yang lebih baik lagi. Setidaknya saya bisa mengetahui apa yang kurang dari saya,” cerita Nasir.
Kedepannya, penulis buku “Membela Aceh di Senayan" dan "Setitik Bakti Untuk Nanggroe Endatu” itu berharap, masyarakat Aceh mampu memilih pemimpin bersih, transparan dan profesional.
“Jika sudah demikian, saya optimis pilkada langsung mampu menghasilkan pemimpin yang mampu mensejahterakan rakyat,” kata pria kelahiran Medan 22 Januari 1970 itu.
Ditanya kemungkinan dicalonkan lagi di pilkada, Nasir mengaku siap dicalonkan lagi menjadi orang nomor satu di Aceh.
“Ya itu tergantung dari DPP PKS, apakah akan mengamanatkan saya kembali atau tidak,” jelasnya.
Selain itu, dia ingin mengetahui seberapa antusiasme masyarakat mengamanahkan dan berharap padanya untuk memimpin Aceh. “Kalau sudah memenuhi persyarakat itu, maka kemungkinan besar saya akan maju.” QAR

Fredikus Gebze, Bekas Calon Bupati Merauke

SMS Isteri Setelah Dinyatakan Keok

Fredikus Gebze langsung mengirim pesan pendek (SMS) ke isteri dan anak-anaknya di tanah Papua, sesaat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatannya.
Dalam pesan pendek itu, bekas calon Bupati Marauke, Papua ini mengabarkan perihal kekalahannya dalam sidang pilkada yang digelar di MK.
Dari SMS balasan yang diterimanya, Fredikus mengartikan seluruh keluarga di Merauke tidak ada yang kecewa dengan putusan MK. “Justru meraka langsung memberikan semangat kepada saya,” kata Fredikus saat ditemui Rakyat Merdeka di MK baru-baru ini.
Menurutnya, keluarga tidak akan shock karena mereka sudah memahami niatan awal serta ketulusannya ingin memajukan masyarakat Merauke melalui pilkada.
“Sejak awal maju mencalon diri sebagai kepala daerah, saya sudah siap menang dan kalah,” papar pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Marauke ini.
Ditanya apa dasar gugatannya ke MK, Fredikus mengaku hanya sekadar ingin mendapatkan legitimasi hukum. “Kami menemukan ada indikasi kecurangan, tapi kalau MK melihatnya tidak, kita pasti menerima dan menghormatinya.”
Awalnya, gugatan Fredikus dan pasangan Laurensius Gebze-Achnan Rosyadi, dan Daniel Walinaulik-Omah Laduani Ladamay ke MK membuahkan hasil. Gugatan mereka di kabulkan MK dengan memerintahkan KPUD setempat menggelar pemungutan ulang di Pilkada Merauke. Tapi, hakim MK menolak gugatan keduanya tidak terdapat hal-hal dan keadaan baru yang didukung bukti-bukti tambahan yang meyakinkan.
Akhirnya MK menetapkan perolehan suara bagi perserta Pilkada Merauke. Pasangan Fredikus Gebze-Waryoto hanya menempati peringkat tiga dengan 13.736 suara.
Sementara, pemenang Pilkada Merauke jatuh pada pasangan Romanus Mbaraka-Sunajo dengan memperoleh 47.643 suara. Disusul pasangan Daniel Walinaulik-Omah Laduani Ladamay dengan 23.148 suara. Sedangkan di posisi terakhir ditempati pasangan Laurensius Gebze-Achnan Rosyadi dengan 3.681 suara.
Meski kalah, Fredikus yang didukung Partai Hanura mengatakan, akan terus mengawasi dan memberikan cek and balance dalam roda pemerintahan daerah yang baru. Bahkan, sebelum meninggalkan gedung MK, Fredikus sempat menyalami pasangan pasangan Romanus Mbaraka-Sunajo sebagai pemenang Pilkada Makauke.
“Kita akan memberikan dukungan kepada pasangan terpilih untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Marakuke” tutupnya. QAR

Benny K Harman, Bekas Balon Gubernur NTT

Terhenti Karena Hilang Dukungan Dari Parpol

Meski awalnya merasa tidak sulit mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada), tapi Benny K Harman terhenti jadi calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu dikarenakan Ketua Komisi III DPR (bidang hukum) ini kehilangan dukungan dari parpol. Alhasil, Benny tereliminasi dari pencalonan.
“Saya nggak tahu sebabnya, tapi nyatanya memang tidak ada parpol yang dukung saya,” kata Benny kepada Rakyat Merdeka.
Terganjalnya politisi Partai Demokrat ini berawal ketika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendaftarkan paket dua pasangan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul).
Padahal, DPP PKB dalam keputusannya menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013. Bahkan, pasangan Benny-Alfred didukung sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi NTT Bangkit.
Atas dasar dukungan parpol itu, paket Benny-Alfred dinyatakan memenuhi syarat 15 persen untuk jadi calon gubernur-wakil gubernur dalam verifikasi tahap pertama. Tapi, verifikasi tahap kedua, paket itu digugurkan KPUD NTT karena PKB menarik dukungan dan kembali ke paket Gaul.
Putusan KPUD itu tak membuat Benny berdiam diri. Dia menggugat KPUD NTT ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang. Dalam putusannya, PTUN Kupang memberi wewenang kepada Pengadilan Negeri (PN) setempat untuk menangani perkara gugatan itu.
Tapi, Benny tetap tak masuk calon Gubernur NTT periode 2008-2013. KPUD hanya mengesahkan tiga pasang calonyang akan bertarung di pilkada. Yakni Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren), Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus), dan Gaspar Parang Ehok-Julius Bobo (Gaul).
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD NTT, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren) ditetapkan sebagai pemenang dengan 772.032 suara (37,35 persen). Posisi kedua ditempati Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus) dengan 711.116 suara (34,40 persen), dan posisi buntut diperoleh pasangan Gaspar Parang Ehok-Julius Bobo (Gaul) dengan 584.082 suara (28, 25 persen). QAR

Ruslandi, Bekas Wakil Bupati Indramayu

Dukungan Muncul Didetik-detik Akhir

Ruslandi, bekas Wakil Bupati Indramayu, Jawa Barat (Jabar) mulai intropeski diri dengan kekalahannya di Pilkada Indramayu 2010.
Salah satu faktor kekalahan Ruslandi adalah dukungan partai politik (parpol) muncul didetik-detik terakhir.
Padahal, lanjutnya, jika PDIP, partai yang menyokongnya di pilkada, sejak awal mendukungnya, dipastikan menang karena basis PDIP ada di daerah itu.
Menurutnya, masyarakat Indramayu termasuk dalam kategori tradisional dan memilih karena figur Soekarno.
“Jika jauh hari saya sudah didukung PDIP, maka dipastikan mampu mengimbangi pasangan incumbent. Di Pilpres 2009 saja PDIP unggul,” jelas Ruslan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD Indramayu nomor 345/KPU-Im/Kab/VIII/2010 yang ditanda-tangani Ketua KPUD Indramayu A Khotibul Umam menempatkan pasangan Gorry Sanuri-Ruslan diposisi ketiga. Pasangan yang diusung PDI Perjuangan ini memperoleh 94.826 suara (11,30 persen).
Sedangkan peringkat pertama diraih pasangan Anna Sophanah-Supendi dengan perolehan 510.215 suara (60,81 persen). Peringkat kedua diduduki pasangan Uryanto Hadi-Abas Abdul Jalil dengan 124.450 suara (14,83 persen).
Peringkat keempat ditempati Toto Sucartono-Kasan Basari dengan 46.941 suara (5,60 persen), pasangan Api Karpi-Rawita memperoleh 44.993 suara (5,40 persen). Sedangkan posisi bontot ditempati Mulyono Martono- Handaru Wijaya Kusumah dengan 17.561 suara (2,09 persen).
Penyebab kekalahan lain adalah kurangnya bersosialisasi ke masyarakat saat kampanye.
“Saat kampanye itu, saya ibadah umrah, jadi waktu sedikit berkurang untuk bersosialisasi, turun ke bawah menemui masyarakat,” jelasnya.
Ruslan mengakui pasangan incumbent Anna Sophanah-Supendi yang memenangkan pilkada memang dikenal dengan pribadi yang loyal di berbagai kalangan masyarakat.
“Tak heran jika Anna Sophanah menempati posisi tertinggi dan jauh meninggalkan pasangan lainnya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga dia lakukan kesalahan saat pilkada,” katanya.
Meski tidak terpilih, tapi dia tetap akan memperjuangan aspirasi rakyat lewat legislatif. Maklum saja, Ruslan saat ini menjadi Ketua DPRD Kabupaten Indramayu. “Jadi, saya akan memaksimalkan peran saya.”

Ditanya apakah akan kembali maju di pilkada periode selanjutnya, dia mengaku masih belum bisa memutuskannya dalam waktu dekat ini. QAR

Farouk Muhammad, Bekas Balon Gubernur NTB

Terpental Karena Parpol Minta ‘Gizi’ 4 Miliar

Besarnya biaya yang dipatok partai politik (parpol) membuat Farouk Muhammad terpental menjadi calon Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) 2008.
Bayangkan saja, untuk maju sebagai calon gubernur, bekas gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini harus menyiapkan ‘gizi’ untuk parpol minimal Rp 4 miliar.
Saking besarnya cost yang diplot parpol, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal NTB ini mengaku sempat melakukan tawar menawar dengan parpol.
“Mereka sempat meminta empat miliar, itu di luar ongkos pribadi orang-orang parpol. Saya tawar, tapi mereka tidak mau, ya akhirnya saya nggak dicalonkan,” kata Farouk kepada Rakyat Merdeka.

Bekas bakal calon (balon) Gubernur NTB ini kecewa dengan sistem yang diterapkan parpol.
Menurut pria kelahiran Sape Kabupaten Bima, NTB, 17 Oktober 1949 ini, dengan besarnya ‘gizi’ untuk parpol itu mengakibatkan banyak kepala daerah yang jadi tersangka kasus korupsi. “Sebab, sejak awal, kepala daerah terpilih itu sudah mengeluarkan dana besar untuk parpol. Kemudian mereka berpikir bagaimana cara mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan, akhirnya satu-satunya jalan dengan korupsi,” ungkapnya.
Selain itu, Farouk mengaku kecewa dengan KPUD setempat. Pasalnya, penyelenggara pilkada itu, dengan berbagai alasan, tidak mengizinkan calon independen maju di Pilkada Gubernur NTB. Padahal, peraturan perundangan sudah memperbolehkan calon independen maju.
Karena Farouk terpental, akhirnya Pilkada NTB 2008 hanya diikuti empat pasangan calon.
Dalam pilkada itu, KPUD NTB menetapkan pasangan Tuan Guru Bajang Kiyai Haji Muhammad Zainul Madjdi-Badrul Munir sebagai Gubernur NTB. Pasangan yang diusung PBB dan PKS ini meraih 847.976 suara (38.84 persen).
Posisi kedua ditempati pasangan incumbent Lalu Serinata-M Husni Djibril yang didukung koalisi Partai Golkar, PDIP, Partai Bintang Reformasi dan Partai Patriot dengan 576.123 suara (26,39 persen).
Di posisi ketiga, pasangan Zaini Arony-Nurdin Ranggabarani didukung PPP dan PKB yang memperoleh 387.875 suara ( 17,77 persen).
Diurutan buncit diraih Nanang Samodra - Muhammad Jabir didukung oleh Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Sarikat Indonesia dan Partai Karya Peduli Bangsa) dengan 370.919 suara (16,99 persen).
Keinginan Farouk untuk mencalonkan gubernur karena ingin mengabdikan dan membangun daerahnya.
“Saya bukan tipe orang yang main-main dalam pencalonannya. Saya tidak nekat, namun menggunakan perhitungan. (Pencalonan) Ini panggilan moral, mau care terhadap daerah kelahiran saya sendiri,” ujar senator periode 2009-2014 itu.
Soal program, Farouk mengingatkan DPRD NTB agar menjadikannya sebagai kontrak dari gubernur terpilih.
Bukan pokoknya memilih si Anu. Calon harus punya agreement sebagai kontraknya. Kalau tidak jalan, ya harus dipertanyakan sebagai kebohongan publik,” tutupnya. QAR

Bugiakso, Bekas Calon Bupati Sleman

Kekalahan Akan Jadi Bahan Desertasi

Tidak semua kekalahan pilkada memberikan goresan mendalam di hati. Hal ini yang dialami bekas calon Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bugiakso.
Menantu cucu Jenderal Sudirman ini malah santai saat KPUD setempat menyatakan Bugiakso yang berpasangan dengan Tridadi Kabul Muji Basuki hanya berada diperingkat ketiga saat Pilkada Sleman 2010.
“Rencananya, kekalahan itu akan saya jadikan sebagai studi kasus dalam desertasinya nanti,” jelas Bugiakso kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dalam waktu dekat ini, dia tengah merencanakan melanjutkan kuliahnya di salah satu Universitas Yogyakarta.
“Dalam disertasi itu, saya mencoba menguji apakah demokrasi di Amerika bisa diterapkan di Indonesia atau tidak,” paparnya.
Selama ini, lanjutnya, banyaknya permasalahan yang terjadi di Pilkada dan hanya dianggap sebagai proses menuju demokrasi.
“Padahal, kalau itu terjadi berulang-ulang, apakah masih dianggap sebagai proses. Ini yang saya ingin uji dalam disertasi nanti,” jelas pria yang pernah deklarasi jadi Capres 2009.
Hasil rekapitulasi suara KPUD Sleman, pasangan independen Bugiakso-Tridadi Kabul Muji Basuki hanya berada diurutan ketiga dengan 104.672 suara (21,10 persen).
Sementara posisi pertama diperoleh pasangan incumbent, Sri Purnomo-Yuni. Pasangan yang diusung PAN, PDIP, dan Gerindra ini berhasil meraih 174.571 suara (35,18 persen).
Posisi kedua ditempati pasangan Sukamto- Suhardono dengan 106.838 suara (21,53 persen).
Diurutan keempat diraih pasangan Hafidz Asrom-Muslimatun yang diusung Partai Demokrat memperoleh 67.904 suara (14,69 persen).
Kemudian pasangan Zaelani- Heru Irianto yang dicalonkan Partai Persatuan Demokrasi Pembaruan dan Hanura dengan 16.700 suara (3,37 persen).
Sedangkan dua pasangan independen lainnya Mimbar Wiryono-Cahyo Wening
memperoleh 14.860 suara (2,99 persen) dan
Ahmad Yulianto-Nuki Wakinudhatun dengan 10.645 suara (2,15 persen).
Soal kemenangan incumbent, Bugiakso menganggap itu bukan sesuatu luar biasa. Sebab, dalam pilkada, peserta incumbent memang memilik kans besar untuk menang hingga 50 persen.
“Ini bukan sentimen pribadi, tetapi saya menyaksikan langsung. Dimana, intervensi dan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye memang dilakukan oleh calon incumbent. Wajar kalau kemudian dia menang,” ceritanya.
Kemudian, Bugiakso mencoba mengulas kembali pengalamnya ikut Pilkada Sleman.
Saat mengadakan acara di area terbuka dengan mengundang para camat, dia mengaku, tidak satupun camat menghadiri acaranya.
“Tapi, sebaliknya, saat calon incumbent mengadakan acara, tak satupun juga camat yang tak hadir. Pokoknya hadir semua,” ujarnya sambil tersenyum.
Selain kental intervensi calon incumbent, lanjut Bugiakso, praktik money politics atau politik uang juga banyak dilakukan pasangan calon kepala daerah.
“Ya, politik uang itu sudah jadi tradisi bagi seluruh pasangan kepala daerah di Indonesia,” cetusnya. QAR

Zainuddin Hasan, Bekas Calon Bupati Lampung Selatan

Ogah Ungkit Keburukan Lawan Politik

Kekalahan di Pilkada Kabupaten Lampung Selatan 2010, tidak membuat Zainuddin Hasan berkecil hati.
Bekas calon Bupati Lampung Selatan yang berpasangan dengan roker 80-an Ikang Fauzi ini terus melakukan intropeksi diri dengan kekalahan yang dialaminya itu. Adik kandung Menhut Zulkifli Hasan ini
mengaku masih banyak kekurangan dalam dirinya sehingga rakyat belum mempercayainya sebagai orang nomor satu di Lampung Selatan.
“Sepertinya rakyat belum mau dipimpin. Itu artinya kita masih banyak kekurangannya. Saya akan perbaiki diri, dan tidak ingin ungkit keburukan lawan politiknya,” kata Zainuddin saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.

Berdasarkan hasil rapat pleno rekapitulasi KPUD Lampung Selatan Nomor 270/323/08.01/KPU-LS/07/2010 pasangan Zainudin Hasan-Ikang Fauzi hanya berada diperingkat ketiga dari tujuh pasangan yang ikut bertarung.
Pasangan yang diusung PAN, PPP dan Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) ini hanya memperoleh 118.098 suara (25,48 persen).
Di urutan teratas diduduki pasangan
Rycko Menoza -Eki Setyanto. Pasangan yang diusung PDIP dan Partai Demokrat ini meraih 166.089 suara (35,85 persen). Sementara posisi kedua ditempati
pasangan incumbent Wendy Melfa-Antoni Imam dengan 126.427 suara (27,28 persen).
Kegagalannya di pilkada itu akan menjadi pembelajaran dalam berpolitik. Meski kalah, bukan berarti Zainuddin tidak bisa memberikan sesuatu yang berharga atau kesejahteraan untuk orang banyak.
Sebab ada ucapan Nabi, “sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”
“Jadi, saya akan tetap berusaha untuk lebih baik menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat Lampung Selatan khususnya,” paparnya.
Kekalahan itu, lanjut Zainuddin, justru menyadarkan dirinya tentang kondisi perpolitikkan tanah air.
Meski demikian, dia enggan mengulas berbagai dugaan kecurangan yang dilakukan masing-masing rivalnya ataupun kekecewaannya atas partisipasi masyarakat.
Kegagalannya itu, pyur karena minimnya waktu dalam berinteraksi secara langsung dengan konstituen. Bagaimana bisa menang, kalau kita bersentuhan dengan masyarakat hanya dalam kurun waktu empat bulan,” katanya.
Dia mengakui, dana yang dikeluarkan untuk kompetisi pilkada itu sangat besar. Tapi, dia ogah menyebutkan jumlahnya.
Jika ikut pilkada tentunya memerlukan dana tidak sedikit. Ya, anggap saja biaya pilkada yang saya keluarkan itu sebagai biaya sekolah,” katanya. QAR

Gandung Pardiman, Bekas Calon Bupati Gunungkidul

Kapok Dengan Permainan ‘Jorok’ Rivalnya

Kekalahan Gandung Pardiman di Pilkada Gunungkidul, Yogyakarta 2005 memang jadi pukulan telak baginya.
Entah kenapa, Ketua DPD I Partai Golkar ini tidak ingin mengulas lagi kekalahannya di pilkada lima tahun silam.
Selama empat tahun, aku politisi beringin, dirinya belum melupakan kekalahan yang menyakitkan itu.
“Setahun ini, saya baru bisa melupakannya, jadi tolong jangan ungkit lagi masa lalu,” pinta Gandung kepada Rakyat Merdeka.
Di Pilkada Gunungkidul yang diikuti lima pasang calon, pasangan Gandung Pardiman-Untung Santoso harus rela menempati posisi ketiga. Pasangan yang diusung Partai Golkar ini hanya memperoleh 75.957 suara (19,42 persen).
Ditempat pertama diraih pasangan yang diusung PAN Suharto-Badingah dengan 126.514 suara (32,34 persen),
diikuti pasangan Sugito-Nuniek Tasmin Haryani dengan 93,173 suara (23,82 persen).
Diurutan keempat diduduki Yoetikno- Sukamto 63.906 suara (16,34 persen), dan posisi buntut diraik Siswanto- Noor Iman 31.606 suara (8,08 persen).
Saat pilkada, cerita Gandung, berbagai isu miring kerap menyudutkannya, diantaranya dituding curi start.
Tudingan itu berawal ketika Gandung bersama pasangannya Untung Santoso mendaftar pilkada di KPUD Gunungkidul. Saat menuju gendung KPUD itu, Gandung-Untung diarak dengan iringan-iringan becak, tukang ojek, salawatan, reog, gejok lesung dari Kantor DPD Partai Golkar Gunungkidul ke KPUD Gunungkidul. Selain itu, ada sejumlah bahilo besar diarak dengan mobil.
Arak-arakan inilah yang membuat beberapa warga mengganggap
sebagai bentuk kampanye terselubung dan mencuri start.
Tapi, Gandung tidak merasa hal itu sebagai kampanye terselubung dan curi start. Kegiatan itu dilakukan hanya dalam rangka mengiringi calon kepala daerah dalam mendaftar.
“Ketika berangkat, kitakan belum calon resmi yang ditetapkan KPUD, sehingga sebenarnya tidak ada pelanggaran yang dilakukan,” jelasnya.
Ditanya apakah mau ikut pilkada lagi, Gandung mengatakan, atas kekalahan itu Gandung ogah mencalonkan lagi.
Sebab, menuver politik dan kampanye hitam yang dilancarkan lawan politiknya di pilkada jorok. Selain itu, mental sebagian besar masyarakat sudah mulai ‘dibeli’. “Jadi, saya sudah kapok maju jadi kepala daerah di pilkada lagi,” kata anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Saat ini, dia mengaku, sudah mulai menikmati masa hidupnya. “Saya akan tetap berusaha menjadi manusia yang bermanfaat bagi sekelilingnya. Ya, nikmatin masa-masa hidup saya aja, biar husnul khatimah,” tutupnya. QAR

Wakil Kepala Daerah Lebih Dari Satu Bikin Runyam Kerja Pemda

KALANGAN Senayan mengkritik usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar wakil kepala daerah lebih dari satu orang. Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amrun Daulay, wakil kepala daerah yang lebih dari satu merupakan pemborosan kursi jabatan, bahkan memperunyam kinerja pemerintah daerah (pemda).

Jika wakil kepala daerah lebih dari satu, maka banyak kepentingan di tubuh pemda dan berpengaruh buruk pada kinerja pemda. Satu saja sudah ribut-ribut, apalagi banyak wakilnya." kata Amrun saat dikontak Rakyat Merdeka kemarin. Dia berharap, usulan Kemendagri itu tidak direalisasikan. "Cukup dengan seorang wakil kepala daerah, sekretaris daerah, assisten dan staf khusus yang professional, maka akan mampu memberikan kinerja yung baik." jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kemendagri mengeluarkan wacanabahwa jumlah wakil kepala daerah bisa lebih dari satu. Usulan ini ditawarkan karena melihat beban antara daerah satu dengan lainnya berbeda. Diharapkan, dengan wakil kepala daerah lebih dari satu akan menciptakan kinerja pemda lebih efektif.

Sementara, anggota Komisi II DPR, Rusli Ridwan mendukung wacana Kemendagri itu. Tapi, dengan syarat disesuaikan dengan kondisi dan karakter daerahnya. "Dua atau tiga wakil kepala daerah memang dibutuhkan, itu untuk mengontrol wilayahnya. Tapi, harus dilihat lebih dulu aspek-aspeknya, misalnya luas wilayah, jumlah penduduk, serta kondisi geografisnya. Jika memenuhi syarat, maka diperbolehkan punya lebih dari-satu (wakil kepala daerah)," katanya kepada Rakyat Merdeka. Bahkan, lanjut politisi PAN itu, wakil kepala daerah lebih dari satu sangat diperlukan pada daerah yang memiliki banyak kepulauan. QAR

Ikut Pilkada, Incumbent Wajib Sertakan Indeks Keberhasilan

Anggota Komisi II DPR Rusli Ridwan mengusulkan agar syarat calon incumbent diperketat jika ingin maju lagi di pilkada.
Misalnya, incumbent ketika ingin mendaftarkan diri ke KPUD, maka wajib menyertakan indeks keberhasilan selama memimpin daerah itu.
Tentunya, syarat itu harus termaktub dalam regulasi pemilihan kepala daerah.
“Incumbent (yang ingin maju pilkada) itu wajib menunjukan keberhasilan dalam kinerja pembangungan daerah berdasarkan parameter yang terukur,” kata Rusli kepada Rakyat Merdeka.
Jika syarat tidak diperketat, dia khawatir, calon incumbent yang terpilih lagi tidak memberikan hasil signifikan bagi tingkat kesejahteraan daerah.
Bahkan, lanjut Rusli, banyak incumbent yang tersandung kasus korupsi.
“Seharusnya masalah ini tidak dibiarkan. Jika dibiarkan, akan memperburuk kinerja pemda,” tegas Rusli.
Selain itu, lanjut dia, kinerja keuangan daerah harus dibuktikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan predikat (WTP) Wajar Tanpa Pengecualian.
“Secara otomatis, kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau berstatus tersangka sudah tidak mampu lagi mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah,” paparnya.
Hanya saja, dia yakin usulan itu akan mendapat hambatan dari sejumlah kader partai politik yang akan diusung sebagai kepala daerah.
Senada dikatakan anggota Dewan Perwakilan Daerah Tellie Gozeli.
Menurut Tellie, pihaknya akan menggarap RUU soal pembatasan syarat
incumbent ikut pilkada. Rencananya, RUU tersebut akan diserahkan ke DPR untuk segera dibahas.
Dia berharap, rancangan itu tidak diintervensi sejumlah fraksi di lembaga legislatif itu sehingga bisa ditetapkan.
“Kita harap, bisa lolos dalam pembahasan DPR. Saya kira DPR akan mengambil keputusan bijak sehingga proses dan pesta demokrasi di daerah itu lebih baik dan menghasilkan pemimpin daerah berkualitas,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, disalah satu ketentuan undang-undang yang akan dibuat itu, berkaitan juga dengan pola pengelolaan keuangan daerah oleh incumbent selama menjabat. Pengelolaan keuangan daerah itu berkaitkan dengan hasil pemeriksaan BPK dan KPK.
Minimal, hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan incumbent selama menjabat, dalam posisi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
”Kalau hasil pemeriksaan tidak dengan rekomendasi itu, saya kira incumbent tidak lagi layak untuk dicalokan,” jelas anggota Komite I DPD (bidangi politik, ototnomi daerah, pemilu serta hukum DPD) itu.
Selain indikator hasil pemeriksaan BPK, senator asal Bangka Belitung ini menyebutkan, pencapaian sejumlah indikator Milenium Developmenent Goals (MDGs) harus telah dilakukan incumbent selama menjabat dengan standar ukuran prosentasi yang ditentukan. QAR

Thursday, January 20, 2011

Bupati Kerap Langkahi Kewenangan Gubernur

ANGGOTA DPD asal Lampung Anang Prihantoro mengungkapkan keluhan sejumlah gubcnur di beberapa daerah. Menurut Anang, banyak gubernur yang menyesalkan sikap bupati yang kerap berhubungan langsung dengan menteri, pejabat pusat tanpa sepengetahuan gubenur.

"Selama ini. banyak bupati melengkahi gubernur. Mungkin karena (bupati) merasa sama dengan gubernur yang dipilih langsung oleh rakyat. Jadi, banyak bupati yang melompati gubernur dan langsung ke menteri," kata Anang kepada Rakyat Merdeka.

Karena itu, lanjut Anang, banyak gubernur yang mendukung wacana pemilihan gubenur lewat DPRD. "Ketika berkunjung ke beberapa daerah, kita (DPD) banyak menampung sejumlah aspirasi dari para kepala daerah terkait wacana pemilihan gubernur oleh DPRD ini," papar Anang.Keinginan gubernur dipilih DPRD itu karena untuk menghemat anggaran.

Selain itu, gubernur terpilih akan memiliki power atau kekuatan dihadapan bupati atau walikotanya.
Senada diungkapkan anggota DPD dan Lampung lainnya, Ahmad Jajuli. Jajuli menilai kalau gubernur dipilih langsung, maka akan memiliki unsur politis.

"Jadi, kemungkinan unsur pemaksaan dan kandidat incumbent terhadap pegawai negeri di daerah untuk memilihnya kembali sangat dimungkinkan," jelasnya.Anggota DPD dari Jawa Barat, Amang Syarifuddin juga setuju dengan gubernur dipilih DPRD. Hal tersebut sesuai dengan UU Kepala Daerah yang menyebutkan gubernur itu adalah wakil pemerintah pusat di daerah.

"Jadi, menurut saya lebih baik gubernur dipilih DPRD dan disahkan oleh pemerintah. Seorang gubernur itu harus memiliki loyalitas tinggi terhadap pemerintah pusat," katanya.Dijelaskan, akibat dari pilkada langsung, maka kemungkinan akan terjadi adalah bupati atau walikota akan berkoordinasi langsung kepada menteri, tanpa sepengetahuan gubernur.

"Kejadian seperti ini sudah dialami di beberapa daerah. Di Sumatera Barat dan Sulawesi Utara juga mengeluhkan masalah ini," katanya. Dijelaskan, pejabat yang berada di bawah gubernur seperti bupati dan walikota, akan lebih menghargai orang dari pusat. "Ini yang tidak kita harapkan bahwa adanya akses langsung dari bupati ke menteri. Padahal kan masih ada pejabat diantara mereka yakni gubernur. Kecuali dalam hal-hal tertentu," ucapnya. QAR

Saturday, January 15, 2011

DPR Desak Pemerintah Tuntaskan 845 Sengketa Di Daerah Tapal Batas

KALANGAN DPR mendesak pemerintah menyelesaikan 845 sengketa daerah perbatasan. Sebab masalah perbatasan menjadi pemicu timbulnya konflik dan perang saudara di daerah.

Menurut anggota Komisi II DPR dari PAN, Wa Ode Nurhayati, masih banyak sengketa perbatasan daerah baik di tingkat kabupaten/kota ataupun provinsi di Indonesia.

"Sedikitnya, ada 845 sengketa perbatasan daerah yang belum diselesaikan. Saya kira, pemerintah harus segera selesaikan sengketa perbatasan itu," jelasnya kepada Rakyat Merdeka.

Ditegaskan, masalah atau sengketa daerah perbatasan ini ravvan terjadinya konflik antar masyarakat.

"Ini semua harus segera di-benahi, kalau tidak, maka bukan hal yang tidak mungkin darah saudaranya pun dianggap ha-lal," katanya.

Menurutnya, Kementerian Dalam Negeri harus bertang-gung jawab memberikan masukan terhadap penyelesaian masalah daerah-daerah yang masih bersengketa.

"Kalau dibiarkan, maka bisa menjadi bom waktu dan setiap saat dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan di daerah," katanya.

Hanya saja, lanjutnya, Kemendagri dalam menyelesaikan masalah daerah perbatasan ini harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melibatkan pemda terkait. Hal ini untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Untuk menetapkan tapal batas, maka keputusannya harus betul-betul diterima oleh kedua daerah itu. Kita tidak ingin adanya persoalan ini terus berlanjut dan kedua daerah jadi saling bermusuhan," ujarnya.

Senada diungkapkan pengamat dari Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif Dan Legislative (Majelis) Sugiyanto.

Menurutnya. permasalahan sengketa di daerah perbatasan ini merupakan masalah nasional yang hams segera diselesaikan. Sebab, banyak dampak negatif yang dirasakan baik dari sisi ekonomi, politik, ataupun keamanan.

"Kemendagri wajib menyelesaikan ini dengan jangka waktu yang ditetapkan," katanya kepada Rakyat Merdeka. kemarin.

Kalaupun Kemendagri tidak siap menyelesaikan sengketa itu, lanjutnya, Presiden SBY wajib membentuk lembaga baru yang khusus menangani sengketa perbatasan.

"Sudah selayaknya presiden peka terhadap permasalahan sengketa perbatasan di daerah. Kalau tidak diselesaikan, maka sangat dimungkinkan perang saudara," katanya.

Sebelumnya Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan kasus sengketa tapal batas yang ada di daerah semula berjumlah 935 kasus dan telah berhasil diproses mencapai 90 kasus.

"Masalah tapal batas yang terjadi selama ini rata-rata dipicu karena tidak tuntasnya masalah RTRW di beberapa daerah, sehingga bermuara konflik, "kata dia.

Bekas Gubernur Sumbar ini menjelaskan, muara konflik tapal batas itu sangat rentan terjadi apabila daerah yang diperebutkan itu memiliki potensi alairi seperti emas. batubara, minyak maupun potensi lainnya. QAR

Calon Kepala Daerah Harus Belajar Ikhlas Terima Kekalahan

PENGAMAT politik dari Universitas Paramadina, Muhamad Ikhsan Tualeka mengungkapkan, banyak calon kepala daerah tidak mau mengakui ke-kalahannya ketika bertarung di pilkada. .

Hal ini bisa dilihat dari banyaknya gugatan pilkada yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dari ratusan sengketa pilkada yang masuk, hanya dua atau tiga gugatan yang dikabulkan, sementara sisanya ditolak.

"Ini membuktikan kalau calon kepala daerah yang kalah itu masih mencari kesalahan pemenangnya. Mereka tidak terima kekalahan," papar Ikhsan kepada Rakyat Merdeka.

Dijelaskan, kesalahan yang dicari calon yang kalah itu adalah bukti-bukti pelanggaran dari panwas setempat. "Atau menyiapkan bukti-bukti atau saksi palsu untuk menguatkanargumentasinya di persidangan," paparnya.

Ikhsan menyangsikan ucapan calon kepala daerah yang menyatakan siap menang dan kalah sebelum pilkada digelar.

"Itu hanya ucapana. Buktinya, mereka masih banyak yang belum menerima keka-lahannya."

Sementara pengamat politik dari Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah meminta elite politik memberikan pendidikan politik kepada calon kepala daerah dan masyarakat. Hal ini supaya para calon kepala daerah legowo ketika gagal di pilkada.

"Tapi, nyatanya, para elite hanya-memikirkan bagaimana mencetak calon dan memenangkan pemilu. Parpol telah gagal memberikan pendidikan politik yang berwawasan kebangsaan, ke-lndonesia-an dan kekitaan," katanya. QAR