Wednesday, April 27, 2011

Balon Sikut-sikutan, Suara Golkar Pecah

Sikut-sikutan antara bakal calon (balon) Gubernur DKI dari Partai Golkar dinilai murugikan partai berlambang pohon beringin.
Polemik ini akan membuat suara Golkar di DKI Jakarta pecah sehingga menguntungkan partai politik lain di Pilkada 2012.
Demikian diungkapkan Direktur Strategis Indopolling Karyono Wobowo saat dihungin Rakyat Merdeka, di Jakarta, tadi malam.
“Jika (polemik) ini tidak segera diantisipasi dan diselesaikan, maka akan mempengaruhi eksistensi Partai Golkar pada perolehan suara di Pilkada DKI 2012,” jelas Karyono.
Menurut Karyono, perang terbuka antarbalon gubernur dari Golkar sudah mulai terasa ketika Tantowi Yahya menyindir dua kandidat balon lainnya Prya Ramadhani dan Azis Syamsuddin. Dalam kesempatan itu, Tantowi yang juga anggota Komisi I DPR mengatakan tingkat popularitasnya lebih baik ketimbang dua rekannya yakni Priya Ramadhani dan Aziz Syamsudin. Atas pernyataan ini, Prya Ramdhani mengatakan, pernyataan Tantowi itu tidak layak.
“Jadi, sudah sangat jelas munculnya polemik. Meski yang dikatakan Tantowi itu benar, tapi tidak etis dia (Tantowi) ungkap ke publik,” ujar Karyono.
Sebab, kata Karyono, dengan pernyataan Tantowi itu akan mampu memperkeruh situasi di tubuh internal Golkar.
“Di kalangan bawah partai akan lebih memanas. Ini semua harus segera diredam, jangan dibiarkan masalah ini berlarut-larut,” paparnya.
Sebenarnya, menurut Karyono, kisruh di internal Golkar itu tidak perlu diciptakan. Sebab, kata Karyono, perang dingin antara bakal calon itu mampu berdampak kepada lemahnya loyalitas kader dan simpatisan partai.
“Bukan tidak mungkin mereka (kader) membelot saat pemilihan, akibat kisruh yang berkepanjangan,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, jika perang dingin terus dipelihara, maka akan menguntungkan partai lain. “Jika konflik itu diciptakan, percuma karena seberapa kuat mereka saling mengejek, tetap saja yang dipakai hasil akhir survei Partai Golkar,” jelasnya.
Sebenarnya, masalah itu tidak hanya terjadi di Golkar, tapi bisa dialami partai lain.
Dia berharap, agar para balon gubernur tidak menyingkung calon lain.
“Kalau white campaign kan lebih elok keliatannya. Apalagi mereka adalah calon gubernur DKI, dimana masyarakatnya memiliki tingkat intelektual yang lebih tinggi,” katanya.
QAR

Mendagri Bantah Usulkan Natuna Gabung Ke Kalbar

“Ini Hanya Contoh Dalam Menjelaskan Penyesuaian Daerah”

Mendagri Gamawan Fauzi membantah kalu dirinya mewacanakan soal penggabungan wilayah Natuna ke Kalimantan Barat (Kalbar).
Menurut Gamawan, dirinya hanya mencontohkan bahwa wilayah Natuna yang rentang kendalinya jauh dari pusat pemerintahan Kepulauan Riau di Tanjungpinang. Justru, Natuna lebih dekat ke Kalbar.
Kalau bicara efektivitas, maka Natuna lebih dekat dengan Kalbar. Tapi, itu semua dikembalikan kepada masyarakat, DPRD dan pemerintah daerah (pemda). Apakah mereka setuju bergabung dengan provinsi lain “Ini hanya contoh saja dalam menjelaskan penyesuaian daerah itu. Jadi, bukan mewanacakan Natuna bergabung ke Provinsi Kalimantab Barat,” jelas Gamawan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Pernyataan bekas Gubernur Sumatera Barat ini menanggapi kecaman Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Sukri Fahrial.
Menurut Sukri, pernyataan Gamawan itu secara tidak langsung bisa menimbulkan permasalahan baru dan memprovokasi masyarakat
“Berwacana boleh, tetapi harus berdasar dan tidak memprovokasi masyarakat Kepri. Justru, Kepri itu lebih dekat dengan Singapura atau Malaysia. Kemungkinan besar lebih sejahtera lagi,” tegasnya.
Melanjutkan keterangannya, Gamawan mengatakan, selain pemekaran dan penggabungan daerah otonom baru, desain besar penataan daerah (Desertada) yang tengah digodok Kemendagri juga mewacanakan penyesuaian daerah otonom baru dari satu daerah induk ke daerah lain.
Tapi, Gamawan mengatakan, mekanisme penyesuaian daerah tersebut akan disiapkan. “Prinsipnya, kami menampung ide itu dalam grand design, tapi teknisnya belum. Nanti kita akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah,” katanya.
Ide penyesuaian daerah itu muncul karena melihat ada daerah yang diperkirakan lebih baik jika lebih dekat dengan pusat daerah induknya.
“Rentang kendali yang lebih dekat ini diharapkan membuat penyelenggaraan pemerintahan lebih efisein dan efektif,” kata Gamawan
Dalam Desertada itu, papar Gamawan, pemerintah juga akan melakukan penyesuaian. Dengan persetujuan daerah, bisa saja satu kabupaten/kota digabungkan dengan daerah lain.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Reydonnyzar Moenek menambahkan, salah satu syarat penyesuaian daerah adalah atas keingainan masyarakat dan disepakati pemda serta DPRD di daerah asal ataupun provinisi secara berjenjang. Hal ini untuk menghilangkan kemungkinan perebuatan wilayah dan konflik antardaerah.
Bahkan, lanjut Donny, suatu kabupaten/kota yang merasa secara kultural atau etnisitas tidak sesuai dengan daerah induk juga dapat mengusulkan pindah provinsi induk.
“Sebaliknya, pemerintah pusat tidak akan mempermasalahkan jika masyarakat tidak menginginkan penyesuaian daerah karena alasan sejarah atau kultural,” jelasnya.QAR

DKI-1 Diharapkan Jadi Milik Wanita

Kalangan wanita di DKI Jakarta berharap gubernur ke depan dipimpin seorang perempuan. Keinginan itu karena dilatarbelakangi keberadaan kaum hawa di ibukota yang masih memprihatinkan. Seperti masih terjadinya pelecehan seksual, keterwakilan perempuan di beberapa instansi masih minim serta berbagai kasus yang dialami kalangan perempuan.
Bahkan, jelas Ketua Indonesia Satu Womens Club (ISWC) Irma Chaniago, saat ini, pemimpin DKI masih belum memperhatikan kaum hawa.
“Jadi, kita berharap ada calon perempuan yang bisa maju di Pilkada DKI 2012. Dengan majunya calon itu, diharapkan bisa menjadi orang nomor satu di DKI,” jelas Irma ketika dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dijelaskan, selama gubernur DKI masih dijabat pria, tipis kemungkinan mampu mengangkat derajat wanita.
“Mungkin, dari sekian banyak gubernur, hanya Ali Sadikin (bekas Gubernur DKI) yang memperdulikan keberadaan wanita,” ujar Irma.
Karena itu, Irma berharap, wanita yang berkemampuan memimpin agar menyalonkan diri sebagai gubernur.
“Saya yakin, dukung kepada calon perempuan akan lebih banyak dibandingkan pria. Apalagi kita ketahui, sumber daya perempuan tak jauh beda dengan pria,” ungkapnya.
Menurutnya, dukungan kepada calon perempuan akan banyak karena di Jakarta suara perempuan masih mendominasi ketimbang laki-laki. “Tapi perempuannya harus punya kemampuan, jangan asal saja.”
Ke depan, jelas Irma, para wanita harus diikutsertakan dalam pengelolaan atau mengurus ibukota. “Jangan (wanita) hanya dijadikan konco wingking (teman tidur) saja,” ujarnya.
Lebih lanjut Irma menjelaskan, kaum perempuan selama ini masih banyak yang tertindas di keluarga maupun di tempat kerjanya. Yang paling sering didengar adalah kaum wanita jadi korban trafficking oleh pihak-pihak yang mau mencari keuntungan pribadi.
Kalau tidak ada keterwakilan kaum hawa dalam pertarungan Pilkada DKI, dia berharap, para kandidat calon gubernur mampu memenuhi kebutuhan perempuan.
Apalagi, sampai saat ini, perempuan masih sangat termarjinalkan.
Dikatakan, jika ingin memenangkan pertarungan di Pilkada DKI 2012, maka calon gubernur harus merangkul dan memberikan rasa aman bagi wanita.
Selama tiga tahun kepemimpinan Fauzi Bowo tidak memberikan keberpihakan kepada wanita.
“Hal itu bisa dilihat dari masih maraknya pelecehan seksual di bus way, maraknya penjaja seks di pinggir jalan ibukota.
Seharusnya mereka diberikan kesadaran dan disalurkan bagaimana cara yang baik mengais rezeki. Perempuan sosok penentu masa depan daerah maupun negara. Kalau tidak dipedulikan cita-cita negara sulit tercapai,” tutupnya. QAR

Hasil Temuan Senator Papua Dana Otsus Rp 1,85 Triliun Didepositokan Sejak 2005

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terus mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan penyelewengan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebesar Rp 1,85 triliun. Ternyata, dana Otsus Papua didepositokan sejak 2005, bukan 2008 yang disampaikan BPK.

Anggota DPD dari Papua, Sofia Maipaw mengatakan, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu harus segera diusut. Sebab dana otsus Rp 1,85 triliun yang di deposito ke bank jumlahnya sangat besar.
“Jika ada dugaan penyelewengan, KPK harus mengusutknya,” jelas Sofia saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diberitakan, BPK menemukan adanya dugaan penyelewengan dana Otsus Papua sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan di bank. BPK beranggpan, seharusnya dana Otsus bukan didepositokan, melainkan digunakan untuk membiayai program kesejahteraan masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan di Papua dan Papua Barat.
Melanjutkan keterangannya, Sofia Maipaw mengakui. setelah BPK menemukan adanya deposito dana Otsus Papua, pihaknya langsung turun ke Papua. Sejumlah anggota DPD sudah menemui gubernur dan pimpinan DPRD.
Dia membenarkan, jika dana Otsus Papua sudah diinvestasikan pemerintah setempat sejak tahun 2005. Hal ini dilakukan karena tatacara pengelolaan dana otsus tidak ada aturan jelas.
Karena itu, dia terus mendesak kepada pemerintah provinsi dan seluruh anggota DPR Papua untuk segera membuat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) untuk tatacara penggunaan dana otsus.
“Kalau tidak ada regulasi tentang tatacara penggunaan dana otsus itu, maka akan memberikan peluang terhadap penyalahgunaan dana tersebut.”
Sebenarnya, lanjutnya, desakan pembuatan Perdasus itu sudah lama dilakukan, tapi hingga kini belum terealisasi. “Ada kemungkinan mereka sengaja tidak ingin membuat regulasi itu,” ujarnya.
Dalam kunjungan ke Papua, pihaknya juga menemukan indikasi kerugaian di Papua Barat. “Bahkan diduga dana otsus itu lari ke rekening pribadi salah satu pejabat d isana,” paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi C (bidang keuangan daerah) DPR Papua, Yan Mandenas mengaku, pihaknya punya temuan terkait dugaan penyelewengan dana Otsus Papua. Sesuai temuan itu, Yan menyebutkan, dana otsus itu diinvestasikan pemerintah setempat sejak 2005. Hal tersebut terus dilakukan setiap tahunnya.
“Saya mau sampaikan bahwa deposito dana Otsus Papua sudah dilakukan sejak tahun 2005 silam. Kami punya datanya,” jelas Yan Mandenas, kemarin.
Diungkapkan, berdasarkan data yang dimiliki, terdapat beberapa kali deposito dana Otsus Papua sejak 2005 yang dilakukan pemerintah daerah setempat. Pada 2005 didepositokan dana senilai Rp 60 miliar, 2006 senilai Rp 1 triliun, 2007 ada deposito Rp 600 miliar, 2008 deposito Rp 614 miliar, dan 2009 senilai Rp 1,1 trilun. Sedangkan temuan BPK menyebutkan deposito itu dilakukan sejak tahun anggaran 2008-2010.
“Deposito dengan dalih investasi ini sudah dari 2005, tapi kenapa baru ditemukan BPK sekarang, dan hanya periode 2008-2010, dengan total Rp 1,85 triliun,” ungkapnya.
Menurutnya, sangat keliru jika deposito atau investasi daerah itu sesuai Pasal 60 Permendagri 13 Tahun 2006.
Sebab, dalam aturan sama pada pasal 73 menyebutkan, dana investasi itu juga harus dimasukan atau dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.
“Aturan itu jelas bahwa investasi pemerintah daerah di atas Rp 5 miliar harus berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), kalau di bawah nominal itu, maka bisa menggunakan Peraturan Gubernur,” katanya.
Yan mengaku, Dewan khususnya komisi C, tidak pernah menerima atau mengetahui Perda tentang Investasi seperti itu.
“Dana yang didepositokan sebesar ini saja, kami di dewan baru tahu. Lalu kemana saja bunga dari deposito itu, masyarakat harus diberi tahu, karena dana Otsus adalah uang rakyat,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Yan Mandenas mengatakan pihaknya akan mengusulkan kepada pimpinan DPR Papua untuk mengirim surat resmi dan meminta KPK menangani kasus investasi dana Otsus Papua Rp1,85 triliun itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengatakan, KPK akan terus menelusuri dugaan penyelewengan dana Otsus Papua sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan.
Salah satu yang akan ditelusuri adalah penggunaan bunga hasil deposito dana Otsus Papua. "Deposito itu kan ada bunganya. Bunga deposito itu ke mana? Apakah masuk ke kas daerah, atau untuk pembiayaan lainnya? Nanti akan kita dalami," ujar Haryono kepada Rakyat Merdeka.
Tapi, KPK akan menelaah lebih dulu sebelum menyelidiki dugaan korupsi dana Otsus Papua itu. QAR

Friday, April 22, 2011

Perludem Tolak Draf RUU Pilkada Versi Kemendagri

Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem) tidak sepakat dengan draf RUU Pilkada yang susun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab, dalam draf itu, Kemendagri mengusulkan pencabutan terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan sengketa pilkada.
Peneliti Perludem Veri Junaidi mengatakan, kinerja MK dinilai membuahkan hasil bagi penataan demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, MK telah memberikan ruang bagi terciptanya keadilan substantif dalam proses transisi kekuasaan.
“Disaat kepercayaan publik melemah atas kinerja penegakan hukum pemilu, MK justru memberikan secercah harapan dengan menyelesaikan sengketa pilkada secara baik,” kata Veri kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Terkait banyak yang ketidakpuasan hasil penyelesaian pilkada di MK, Veri mengatakan, tak sepenuhnya kesalahan ada di tangan MK, tapi para pihak yang berperkara juga harus mempertimbangkan kelayakan dan potensi permohonannya.
“Apakah akan berhasil atau tidak, ternyata hanya 10 persen saja permohonan yang dikabulkan MK,” paparnya.
Seharusnya, lanjutnya, RUU Pilkada justru menguatkan peran MK dalam menyelesaikan persoalan hasil pilkada.
Langkah memindahkan kewenangan MK ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tinggi, kata dia, bukan jawaban dalam menyelesaikan persoalan hasil pilkada.
Sementara itu, pakar hukum Topo Santoso mengatakan, banyaknya sengketa pilkada yang diajukan ke MK disebabkan dua hal.
Pertama, akibat tidak mengerti dasar gugatan yang harus diajukan.
Kedua, banyak pelanggaran dan sengketa dalam tahapan pemilu yang semestinya diselesaikan Panwaslu atau penegak hukum, justru diajukan ke MK.
Dijelaskan, pemohon memasukkan gugatan terkait pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu dan sengketa dalam tahapan pemilu itu sebagai dasar gugatan.
Padahal, kata Topo, hal itu bukan wewenang MK untuk menyelesaikannya. “Untuk tindak pidana pemilu atau election offences diselesaikan oleh sistem peradilan pidana seperti kepolisian, penuntut umum, dan pengadilan. Sementara pelanggaran administrasi seharusnya diselesaikan KPU atau KPUD,” jelasnya.
“Sementara sengketa dalam proses atau tahapan pilkada diselesaikan Bawaslu atau Panwaslu. Sayangnya, keputusan Bawaslu atau Panwaslu meski disebut final dan mengikat, seringkali tidak sekuat putusan lembaga yudikatif, sehingga kerap diabaikan,” tambahnya.
Dikatakan, jika kewenangan MK itu dikembalikan ke Pengadilan Tinggi, maka pemerintah kembali akan disibukan dengan pembentukan peradilan pemilu dan hakim pemilu dalam menyelesaikan sengketa pilkada.
Perlu diketahui, RUU Pilkada yang disusun Kemendagri Februari 2011 mengusulkan pencabutan kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada.
Pasal 130 ayat (1) draft RUU Pilkada secara tegas menyebutkan terhadap penetapan rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan calon bupati/ walikota terpilih, calon yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Tinggi paling lambat tiga hari setelah penetapan.
Lebih lanjut Ayat (5)menegaskan keberatan yang dimohonkan tersebut hanya dapat diajukan terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya/penetapan pemenang calon bupati/walikota.
Sementara, kata Perludem, Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 jelas-jelas menegaskan MK yang berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sepanjang pilkada masih merupakan pemilihan umum, maka perselisihan hasilnya mesti diputuskan MK. QAR

Thursday, April 21, 2011

Gubernur Siap Tertibkan Debt Collector Di Sulbar

Jika Aksinya Sudah Menjurus Ke Anarkisme & Premanisme

Merebaknya aksi anarkisme dan premanisme yang dilakukan debt collector (penagih utang) kepada penunggak utang membuat gerah sejumlah kepala daerah, khususnya gubernur.

Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh misalnya, menyesalkan tindakan aksi premanisme dari sejumlah debt collector atau penagih utang yang meresahkan masyarakat.
Menurut Anwar, debt collector saat menagih utang harus sesuai aturan dan berprilaku baik kepada masyarakat. Jika sikap debt collector sudah menjurus ke aksi anarkisme dan premanisme, maka semuanya harus ditertibkan.
Dia mengaku, siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian untuk menertibkan debt collector di Sulbar. Kerjasama ini perlu dilakukan karena belajar dari pengalaman sebelumnya yang terjadi di Jakarta. Yakni Irzen Octa tewas usai mendatangi kantor Citibank di lantai lima, gedung Menara Jamsostek, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan Selasa (29/3) lalu.
Irzen tewas di ruangan Cleo setelah diinterogasi debt collector mengenai tunggakan kartu kreditnya yang mencapai Rp 100 juta.
“Jadi, memang perlu ada ketegasan dari aparat penegak hukum. Meski terjadi di Jakarta, tapi kami di Sulbar akan mengantisipasinya agar tidak terjadi di daerah kami,” kata gubernur dari Partai Golkar ini ketika dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Karena itu, Anwar mengaku, akan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar perlunya hubungan baik dengan pihak bank sehingga tidak menimbulkan tindakan kekerasan.
Dijelaskan, tindakan kekerasan yang dilakukan debt collector kepada masyarakat tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Justru semuanya akan memperuncing masalah.
“Mereka (debt collector) harusnya lebih memakai akal sehat dan tidak hanya mengedepankan otot. Ke depan, kita berharap bank menggunakan jasa kepolisian untuk menagih utang. Hal ini untuk meminimalisir tindakan atau aksi premanisme seperti yang dilakukan debt collector,” ungkapnya.
Meski demikian, jika para penagih hutang itu ditertibkan, Gubernur Sulbar berjanji, akan tetap memberikan lapangan pekerjaan bagi debt collector yang sudah tak bekerja lagi. Misalnya, memberikan pekerjaan di berbagai pelabuhan.

“Dengan kekuatan fisiknya, mereka mampu memberikan jasanya. Tentunya tanpa kekerasan,” jelasnya.
Saat ini, lanjutnya, yang perlu memperbaiki proses rekrutmen calon debt collector.
Selama ini, ujarnya, bank hanya menyewa debt collector yang sikapnya seperti preman, wajah seram, bertubuh tinggi besar. “Padahal itu semua tidak perlu. Yang penting adalah debt collector yang punya sikap dan sopan santun terhadap masyarakat,” tambah Anwar yang bakal maju lagi di Pilkada Sumbar 2011.
Sementara itu, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf tidak mau banyak berkomentar terkait maraknya aksi anarkisme yang dilakukan para penagih utang.
Tapi, Irwandi sepakat bahwa tindakan atau aksi anarkisme dan premanisme harus mendapatkan saksi tegas dari aparat penegak hukum. “Jadi, semuanya kita serahkan kepada aparat hukum,” tutup Irwandi.QAR

Saturday, April 16, 2011

DPR Duga Kejagung Cuma Selamatkan Muka Istana

Izin Pemeriksaan Kepala Daerah Susut Dari 61 Jadi Delapan

Kalangan Dewan menanggapi serius terkait klarifikasi jumlah permohonan izin pemeriksaan kepala daerah kepada Presiden SBY. DPR menduga klarifikasi itu hanya untuk menyelamatkan muka Istana.

Seusai shalat Jumat, kemarin, Jaksa Agung Basrief Arief meralat penyataan bawahannya, Kapuspen Kejagung Noor Rachmad bahwa ada 61 permohonan izin pemeriksaan kepala daerah yang belum diteken SBY.
Kata Basrief, jumlah permohonan izin pemeriksaan itu hanya delapan, bukan 61 kepala daerah. “Sampai sekarang tinggal delapan orang (kepala daerah),” kata Basrief.
Berkas permohonan pemeriksaan terhadap kedelapan kepala daerah itu sudah dikirim ke Presiden, dan terus dikoordinasikan dengan Sekretaris Kabunet (Seskab). “Makanya, kita akan klarifikasi lagi bagaimana yang delapan ini di Seskab," ujar Basrief.
Klarifikasi, lanjutnya, perlu dilakukan karena ada beberapa kejaksaan tinggi yang langsung mengajukan permohonan pemeriksaan kepala daerah ke Seskab, bukan lewat Kejaksaan Agung.
Bekas Wakil jaksa Agung itu meminta maaf karena terjadi kesalahan informasi ke publik yang dilakukan Direktur Penyidikan pada JAM Pidana Khusus Jasman Pandjaitan dan Kapuspenkum Kejagung Noor Rachmad.
“Saya sudah panggil Dirdik sama Kapuspenkum, mereka sudah klarifikasi hanya tinggal delapan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kapuspen Kejagung Noor Rochmad mengatakan, ada 61 permohonan izin pemeriksaan kepala daerah yang belum dikeluarkan Presiden. Sedang Presiden SBY mengatakan, belum pernah ada permohonan izin dimaksud.
Menanggapi ralat Kejagung itu, anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Bambang Soesatyo menyakini, penyataan Kapuspenkum Kejagung Noor Rachmat bahwa masih ada 61 kepala daerah yang belum dapat izin pemeriksaan adalah berdasarkan data dan fakta yang akurat.
“Jika kemudian Jaksa Agung mengklarifikasi pernyataan (Kapuspenkum) itu, maka bisa jadi Jaksa Agung mencoba menyelematkan muka Istana,” papar Bambang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Anggota Komisi III DPR lainnya, Dewi Asmara menambahkan, kalaupun dari Kejaksaan ada kesalahan, maka lebih baik meralatnya secara jujur, daripada membela data yang tidak benar atau salah.
Dalam pemerintahan, katanya, DPR melihat kerap terjadi kesalahan data.
Yang harus diperhatikan, jangan sampai ada pilih kasih terhadap kepala daerah yang diduga korupsi. “Jangan sampai kepala daerah dari parpol tertentu diproses kejaksaan, sementara kepala daerah dari parpol lainnya, masuk ke KPK,” jelas politisi Partai Golkar ini.
Karena itu, lanjutnya, Komisi III DPR akan menanyakan kepada Kejagung terkait masalah ini. “Kita akan mencari tahu, dimana letak missing link-nya. Kita sekarang koordinasi, mungkin setelah reses masalah ini akan kita tanyakan,” jelas Dewi.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa menduga ada koordinasi buruk antara kejaksaan dengan Seskab. “Jika ada yang salah, maka mereka harus gentle, atau bahkan mengundurkan diri,” tegas Desmond. QAR

Thursday, April 14, 2011

Kutu Loncat Dinilai Ingin Lindungi Diri Dari Korupsi

Diduga Mereka Masuk Daftar 61 Kepala Daerah Yang Belum Diperiksa


Belakangan ini makin marak kepala daerah yang jadi kutu loncat. Membelot dari partai asalnya dan beralih ke partai lain. Fenomena ini dinilai sejumlah pengamat sebagai upaya melindungi dirinya dari jeratan dugaan kasus hukum.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Prof Budiyatna menduga ada beberapa kutu loncat itu masuk dalam daftar 61 kepala daerah yang disinyalir izin pemeriksaannya belum keluar.
“Ya, saya menduga, mereka (para kutu loncat ) itu masuk dalam daftar 61 kepala daerah yang sampai saat ini proses hukumnya masih belum jelas,” jelasnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Saat ini, lanjutnya, Partai Demokrat menjadi tempat paling nyaman terhadap pengusutan kasus korupsi. “Meski demikian, mereka akan tetap jadi bidikan aparat hukum seperti KPK. Karena partai penguasan tidak akan selamanya berkuasa,” paparnya.
“Saat ini, sejumlah orang pindah partai bukan karena ideologi, tapi untuk mencari kekuasaan, keamanan dan perlindungan,” tambahnya.

Sebelumnya, Indria Samego, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai, fenomena kutu loncat atau kepala daerah pindah dari partai satu ke partai lain adalah sebagai usaha penyelamatan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya dengan bergabung ke partai penguasa.
"Jadi, fenomena pindah partai itu karena alasan politik praktis. Pertama karena ada upaya untuk menyelamatkan diri dari berbagai macam pengusutan-pengusutan yang dilakukan KPK dan lain-lain,” kata Indria seusai diskusi di Akbar Tandjung Institute, Jakarta.

Menurut Indria, walaupun pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, kalau kendaraannya partai besar, maka politisi yang bersangkutan akan lebih aman, baik sebelum pemilihan maupun nanti pada saat dia memerintah.
"Kalau dia gubernur yang diusung partai besar relatif dia akan memiliki kawan di parlemen. Tapi, kalau dia diusung partai kecil, maka dia akan berhadapan dengan partai besar yang akan menunjukkan dendamnya ke partai kecil,” tambahnya.

Senada dengannya, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan menilai, beberapa kepala daerah yang pindah ke partai penguasa sebagai alat untuk melepaskan diri dari jeratan hukum.

Sebagai partai berkuasa, kata Abdullah, membuat para kepala daerah ini lebih nyaman karena dianggap bisa menyelamatkan mereka. ”Ada indikasi begitu. Misalnya, ada beberapa kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota yang sudah merapat ke partai penguasa. Ya kepentingannya untuk mengamankan posisi mereka,” paparnya.

Agusrin, lanjut Abdullah, sebelumnya diusung oleh PKS dan PBR sebagai Gubernur Bengkulu periode 2005-2010. Satu bulan setengah setelah terpilih, Agusrin menyeberang ke Demokrat dan menjadi ketua umum Demokrat Bengkulu.

Agusrin kemudian terganjal kasus dugaan korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada tahun 2006 yang merugikan negara sekitar Rp 23 miliar.

Selain nama Agusrin, ada nama Walikota Semarang Sukawi Sutarip. Sukawi yang merupakan ketua DPD Demokrat Jawa Tengah sebelumnya merupakan kader PDI Perjuangan. Dia dua periode berturut-turut menjadi walikota Semarang.

Sukawi ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2008 karena diduga terlibat kasus penyelewengan dana APBD Semarang pada 2004.

Lalu ada nama Djufri yang merupakan mantan walikota Bukit Tinggi. Sebelumnya Djufri merupakan kader PBB. Dia tersangkut korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan Kantor DPRD dan Pool Kendaraan Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bukittinggi yang diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 1,2 miliar, dan ditetapkan menjadi tersangka, pada 2009.

Ismunarso, mantan Bupati Situbondo merupakan contoh lainnya. Ismunarso sebelumnya adalah kader PPP. Dia tersangkut kasus penyelewengan dana APBD Situbondo tahun 2006-2007 –dikenal sebagai kasus kas daerah (Kasda)– yang merugikan negara Rp 43,7 miliar.

Lalu ada nama mantan Bupati Pamekasan Ahmad Syafii yang juga menyeberang dari PPP ke Demokrat, lalu Satono, Bupati Lampung Timur yang sebelumnya "keluarga" partai beringin dan Wakil Bupati Toraja Andarias Palino Popang yang sebelumnya juga berasal dari Golkar.

Sebelumnya, Ketua Umum PPP Suryadarma Ali menyayangkan, sikap sejumlah kader partai politik yang gonta-ganti partai.

Dia memberikan julukan kutu loncat bagi sejumlah kepala daerah yang pindah partai.
Bahkan, kata SDA-sapaan akrabnya, sebutan kutu loncat itu masih terbilang halus ketimbang pengkhianat. SDA menilai para kutu loncat itu hanya memanfaatkan partai sebagai kendaraan. “Manakala tujuannya sudah mencapai, kendaraan itu pun dia tinggalkan. Dia tak lagi peduli,” jelasnya. QAR

Monday, April 11, 2011

Balon Gubernur DKI Sudah Adu Jargon

Tak hanya sekadar adu popularitas dan elektabilitas. Bakal calon Gubernur DKI Jakarta 2012 pun bakal adu kreatif dengan membuat jargon atau slogan politik guna mempermudah masyarkat mengingat si calon.
Nachrowi Ramli, bakal calon Gubernur dari partai Demokrat misalnya sudah menyiapkan slogan “Selamatkan Jakarta.” Jargon yang sudah disipakan Nachrowi ini tentunya punya dasar kuat terhadap kondisi dan persoalan yang menimpa ibukota saat ini, seperti banjir dan kemacetan. Dengan kesemrawutan ini menyadarkan Nachrowi dan warga untuk segera membenahi Jakarta.
“Permasalahan yang kompleks ini memaksa kita semua untuk tergerak menyelamatkan Jakarta. Menyelamatkan Jakarta ini tidak bisa ditunggu-tunggu lagi,” jelas Sekjen DPD Partai Demokrat Irfan Gani kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Berbada dengan Nachrowi, bakal calon Gubernur DKI Tantowi Yahya menetapkan jargon “Cinta Jakarta.”
Menurut anggota Komisi I DPR itu, jargon ‘Cinta Jakarta” itu memiliki penjabaran sangat luas.
Yang pasti, lanjut kakak presenter Helmi Yahya ini, rasa memiliki warga DKI terhadap kotanya sendiri masih jauh dari harapan. Akibatnya, berbagai persoalan yang mucul di ibukota Jakarta seringkali harus dihadapi sendiri oleh pemerintah daerah.
“Saat ini banyak penduduk DKI yang tidak merasa bangga sebagai ibukota. Padahal mereka bermukim dan mencari nafkah di Jakarta. Jadi, slogan “Cinta Jakarta” ini perlu ditanamkan kepada warga Jakarta,” jelas Tantowi kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Berbeda dengan balon Partai Golkar lainnya, Aziz Syamsuddin. Wakil Ketua Komisi III DPR (bidang hukum) itu masih belum memikirkan apakah jargon yang akan diusungnya dalam menghadapi pertarungan Pilkada DKI. “Yang penting sekarang, kita jalin dulu tali silturahim dengan masyarakat,” ungkap Azis.
Apalagi, lanjutnya, saat ini partai yang dipimpin Aburizal Bakeri itu belum memutuskan siapa calon yang akan didukung di Pilkada DKI 2012. “Kita fokus dulu di internal, soal jargon itu gampang,” ujarnya.
Memang slogan bisa mempengaruhi warga untuk menentukan pilihannya di pilkada. Tengok saja pada pemilihan Gubernur DKI 2007.
Ketika itu, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Prijanto mempunyai slogan “Serahkan Pada Ahlinya” cukup mengena dihati warga DKI. Akhirnya Foke-Prijanto terpilih menjadi Gubernur-Wakil Gubernur mengalahkan pasangan Adang Dorodjatun-Dani Anwar yang diusung PKS.
Belakangan, slogan “Serahkan Kepada Ahlinya” sepertinya jadi boomerang. Sebab, setelah Foke terpilih, slogan yang diucapkan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik.
Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PKS Selamet Nurdin membenarkan, tag line Foke pada Pilkada 2007 lalu jadi bomerang. “Kesalahan pertama Fauzi Bowo terlanjur punya tag line ‘Serahkan pada ahlinya' jadi agak blunder.” QAR

Senator Tolak Wacana Kemendagri

Gubernur Dipilih DPRD
Cuma Lestarikan Korupsi

Wacana pemilihan gubernur lewat DPRD provinsi yang dikomandoi Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) terus mendapat perlawanan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut anggota DPD dari Nusa Tenggara Barat (NTB), usulan gubernur dipilih DPRD itu akan mengembalikan sistem demokrasi saat ini ke zaman orde baru (orba).
“Jika, usul (pemilihan gubernur oleh DPRD) itu diwujudkan, maka tidak bisa dipungkiri akan melestarikan atau melanggengkan korupsi di daerah. Sebab kolasi kemunafikan bakal terjalin pada proses pemerintahan di daerah,” tegas Farouk kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Justru, lanjut bekas Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini, pemilihan kepala daerah lewat DPRD itu membuka peluang kepada calon untuk menyuap partai politik (parpol) dan anggota DPRD.
“Jika terjadi penyuapan, maka kepentingan rakyat dipastikan akan terlupakan. Jadi, bukan pemilihan DPRD-nya yang salah, tapi penyuapannya yang membahayakan proses pemerintahan,” jelas pensinan jenderal bintang dua ini.
Rektor Universitas Bung Karno itu mengakui, proses pemilihan gubernur lewat DPRD akan membutuhkan dana sedikit dibandingkan pilkada langsung.
Hanya saja, lanjutnya, dengan pilkada langsung dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan biaya yang dikeluarkan juga bisa bermanfaat bagi masyarakat. “Tapi, kalau terjadi penyuapan kepada DPRD atau parpol, maka semakin membuat rakyat buta dan menderita,” paparnya.
Tapi, pilkada langsung juga terjadi money politics atau politik uang? “Ya, kalaupun terjadi money politics kepada rakyat, maka koalisi antara calon terpilih dengan rakyat tidak akan berlanjut sampai akhir masa jabatannya. Beda kalau dipilih DPRD. Kemungkinan praktik koruptifnya akan terus berlanjut hingga akhir masa jabatan kepala daerah,” ujarnya.
Selain itu, Farouk tidak sepakat dengan statemen Mendagri Gamawan Fauzi bahwa lebih mudah mendeteksi korupsi atau politik uang dalam pemilihan melalui DPRD. Hal itu diungkapkan Gamawan ketika raker dengan DPD beberapa waktu lalu.
Alasan Gamawan mengatakan hal itu karena sudah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tapi, setelah DPD bertemu KPK, lanjut bekas Kapolda Maluku itu, lembaga pimpinan Busyo Muqoddas itu justru membantahnya. “Jadi yang (pernah) dikatakan Mendagri itu tidak benar,” jelas Farouk.
Sementara, Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) Sugiyanto menilai, wacana gubernur dipilih DPRD itu menghianati reformasi. Sebab lahirnya Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah itu didasari semangat reformasi.
“Jika UU Pemda itu direvisi lagi dengan mengembalikan pemilihan gubernur lewat DPRD, maka itu menghianati reformasi,” jelas Sugiyanto, kemarin.
Menurutnya, alasan mengembalikan pemilihan gubernur lewat DPRD karena anggarannya tinggi hal itu tidak masuk akal. Sebab, pemilihan kepala daerah lewat DPRD bukan berarti menurunkan anggaran. “Biaya politik pilkada hanya dialihkan saja. Tadinya ke rakyat, terus aliran dananya pindah ke anggota DPRD,” paparnya.
Dia menduga, wacana gubernur dipilih DPRD itu berbau politis. Sebab pemilihan lewat DPRD itu akan membuka peluang partai pemenang pemilu menguasai mayoritas kepala daerah.
“Jika wacana ini gol, maka Partai Demokrat, sebagai partai pemenang pemilu yang menguasai mayoritas kursi DPRD di beberapa provinsi bakal menempatkan kadernya jadi gubernur. Itu artinya menutup peluang partai minoritas,” tutupnya. QAR

Friday, April 8, 2011

Awas, Cukong Danai Calon Gubernur

Fenomena cukong alias pengusaha hitam ikut bermain di setiap pilkada terus jadi sorotan para penggiat korupsi.
Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan peran cukong sangat besar dalam membiayai calon ketika pemilihan kepala daerah (Pilkada) termasuk di Pilkada DKI Jakarta 2012.
“Saat ini, kemungkinan besar, dana ilegal dari para cukung sudah mulai menjajaki para calon gubernur DKI yang akan bertarung di pilkada,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Abdullah meyakini, para cukong tidak memberikan dana untuk satu pasang calon, tapi untuk beberapa pasang calon. “Yang pasti, mereka (cukung) ini akan memberikan uang kepada calon yang diprediksi kuat menang,” jelasnya.
Dikatakan, dana dari pengusah hitam itu bisa dari perjudian, prostitusi dan usaha ilegal lainnya.
Ketika pasangan calon gubernur memenangi pilkada, lanjutnya, para cukong itu akan menagih janji atau kesepakatan yang sudah dibuat dengan calon.
“Jadi, mereka memberikan biaya itu bukan cuma-cuma atau gratis. Mereka pasti menagih saat si calon menang, misalnya berupa fasilitas, keamanan dalam berusaha dan sebagainya. Akibatnya sistem pemerintahan daerah itu tidak berjalan efektif,” paparnya.
Karena itu, dia berharap, penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Panwaslu bekerja maksimal dalam mengawasi masuknya uang illegal ke kantong pasangan calon .
“Ini domain Panwaslu menelisik apakah dana yang masuk (ke pasangan calon Gubernur DKI) itu dibenarkan sesuai aturan atau tidak,” ujarnya.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Prof Budiatna mengatakan, setiap proses pilkada itu dipastikan para cukong mendekati kandidat yang diprediksi bakal menang. “Itu biasa, apalagi di Jakarta, pasti banyak lagi,” katanya.
Menurutnya, para pengusaha hitam itu rela mengelontoran uang demi memuluskan usahanya di Jakarta. “Bahkan ada yang rela kasih puluhan hingga ratusan miliar untuk biaya kampanye,” jelasnya.
Bekas anggota KPUD DKI Jakarta Muflizar mengakui hal itu. Untuk mengantisipasi itu, dia menyarankan, penyelenggara pemilu seperti KPUD dan Panwaslu berani bertindak kepada calon yang menerima dana ilegal.
“KPUD harus memiliki kemampuan melacak dana kampanye dari setiap calon. Jika dana ilegal dibiarkan, maka tidak akan memberikan perbaikan Jakarta, bahkan, akan memperburuk keadaan ibukota Negara,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, Panwaslu wajib memiliki keberanian mengungkap semua kejanggalan terhadap aliran dana yang masuk ke para kandidat.
“Sia (panwas) tidak hanya orang-orang yang paham aturan pilkada, tapi harus berani. Karena ini pilkada DKI, pilkada yang dipastikan banyak kepentingannya,” tutupnya. QAR

Gaet KPK, Bawaslu Awasi APBD DKI

Dugaan incumbent menggunakan ABPD di pemilihan kepala daerah (pilkada) terus menjadi sorotan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan, lembaganya terus mengawasi APBD yang rawan disalahgunakan incumbent yang akan bertarung lagi di pilkada, termasuk menjelang Pilkada DKI 2012.
Hal itu merujuk Pasal 79 Ayat (3) huruf (a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal itu menyebutkan, pejabat negara yang jadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan, yakni tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Meski demikian, Bambang mengaku, Bawaslu tidak bisa mengawasi penggunaan APBD di DKI karena kewenangannya dalam pengawasan proses pilkada. Selain itu, Bawaslu tidak bisa awasi APBD karena Gubernur DKI Fauzi Bowo alias Foke belum dipastikan maju lagi di Pilkada DKI.
“Jadi belum bisa kita awasi karena belum ada kepastian, apakah dia kembali maju atau tidak. Kecuali kalau dia sudah resmi nyalon,” kata Bambang kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Tapi, kata Bambang, pihaknya akan berusaha mengawasi APBD yang dipakai incumbent untuk pilkada.
Salah satunya, dengan cara mengandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi penyalahgunaan APBD DKI menjelang pilkada.
“Ya, kita akan kerjasama dengan siapapun, termasuk KPK. Saat seperti ini rawan sekali korupsi. Itu dana APBD, dana negara. Kita sekarang bersama-sama melakukan pengawasan soal itu. Sharing informasi,” jelas Bambang.
Diharapkan, dengan kerjasama dengan KPK ini, penyalahgunaan APBD bisa diminimalisir.
Sebenarnya, dugaan penyalahgunaan APBD oleh incumbent ini kerap terjadi di beberapa daerah yang menggelar pilkada.
Berdasarkan pantauan, kata Bambang, jajaran panwaslu di daerah banyak menemukan indikasi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan kampanye.
“Penyalahgunaan APBD itu banyak dilakukan di daerah-daerah dimana incumbent mencalonkan diri lagi. Biasanya dana bansos dijadikan sebagai kepentingan kampanye,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, Bawaslu akan mempelototi dugaan pelanggaran incumbent seperti politik uang, penyalahgunaan wewenang, penggunaan fasilitas jabatan, memobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) dan lainnya di pilkada.
“Ya, incumbent yang mencalonkan lagi bisa melakukan itu semua. Misalnya, menggunakan fasilitas ruang kerjanya, rumah dinasnya, atau alat komunikasi dan lainnya. Ini semua untuk memfasilitasi kampanyenya,” tutupnya. QAR

Diprediksi Upal Meningkat Di Pilkada DKI

Peredaran uang palsu (upal) diprediksi akan meningkat menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012.
Menurut pengamat intelejen Wawan Purwanto, peningkatan upal tersebut karena perputaran uang dalam pesta demokrasi di DKI akan lebih besar dibandingkan dengan daerah lain.
“Dari catatan kita, momen pemilu atau pilkada ini akan sering dimanfaatkan,” kata Wawan saat dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut Wawan, modus yang akan dilakukan misalnya dengan menyelipkan beberapa lembaran uang palsu diantara uang asli.
“Saat memasuki pilkada, selipan upal akan lebih banyak ketimbang hari-hari biasa. Kalau hari-hari biasa, dua sampai tiga lembar, nanti saat pilkada, bisa lima lembar dalam uang senilai satu juta,” ungkap Wawan.
Karena itu, dia mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dan ikut mewaspadai maraknya peredaran uang palsu itu.
Bukan tidak mungkin, sambungnya, momen pilkada ini dimanfatkan oknum penegedar untuk mengedarkan upal.
“Sasarannya, pedagang yang berjualan di malam hari, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan pengusaha sablon yang kebanjiran order jelang pilkada ini,” paparnya.
Dia berharap, masyarakat harus tahu betul ciri-ciri upal. “Bila dicermati dengan seksama, upal akan mudah dikenal. Upal lebih halus dari asli, dan agak buram.
Selain itu, upal tidak pakai benang pengaman pada kertas uang,” ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, sudah banyak terungkap peredaran upal pecahan Rp 100 ribu. Hanya saja, dia meminta untuk mengawasi peredaran upal pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
”Upal yang diedarkan cendrung berupa
upal pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu, lebih paraktis, dan transaksinya bisa berlangsung cepat. Kalau uang pecahan Rp100 ribu, biasanya masyarakat juga berhati-hati. Terutama, ketika akan mengembalikan uang pengembalian, uang yang diterima mereka teliti dulu,” tutupnya.QAR

Mendagri Minta Gubernur Tak Borosin Uang Negara

Hal itu Sesuai Inpres Penghematan Anggaran


Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meminta kepala daerah, khususnya gubernur tidak menghambur-hamburkan uang negara yang dikeluarkan untuk pemerintah daerah (pemda).

Hal tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2011 yang telah diterbitkan tanggal 15 Maret 2011 tentang Penghematan Anggaran.
Dalam Inpres itu, gubernur diminta ikut mengevaluasi seluruh pembangunan gedung, wisma dan rumah dinas yang dinilai berlebihan.
“Alokasi anggaran di daerah harus diprioritaskan ke belanja modal,” kata bekas Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) itu kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Sebenarnya, lanjut Gamawan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mengeluarkan Permendagri untuk penghematan anggaran.
Diantaranya termasuk mengevaluasi berapa luas ideal rumah gubernur, luas tanah termasuk fasilitas di dalamnya. “Setiap tahun, kita menurunkan tim untuk mengevaluasi,” jelasnya.
Sedangkan untuk tingkat kabupaten dan kota, jelas Gamawan, yang mengevaluasi semuanya itu adalah gubernur.
“Hal itu sesuai dengan UU, Peraturan Menteri PU, Permendagri tentang engesahan anggaran pembangunan rumah daerah,’’ paparnya.
Ditanya hasil evaluasi tim, Gamawan enggan menyebutkan bangunan yang dinilai mewah di daerah.
Justru, bekas Bupati Solok ini meminta media dan masyarakat di masing-masing daerah ikut membantu mengevaluasi.
”Kepatutan itukan media yang bisa melihatnya. Yang penting aturan sudah ada. Sekarang kita promosikan, peraturan-peraturan menteri itu agar segera bisa menjadi Perpres,” kata Gamawan.
Ditempat terpisah, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Fahran menilai, sebenarnya pemda atau kepala daerah bisa menghemar anggaran dari APBD sebesar 20 persen.
Saat ini, jelas Yuna, banyak anggaran APBD yang disalurkan ke pos-pos tertentu mubazir. Misalnya, anggaran perjalanan dinas, pembangunan gedung atau rumah dinas kepala daerah serta banyak anggaran lain yang dianggap cuma memboroskan uang rakyat.
“Anggaran (mubazir) itu selalu ada setiap kali penyusunan APBD,” jelas Yuna kepada Rakyat Merdeka kemarin.

Terkait anggaran perjalanan dinas, Yuna mengatakan, hal itu sebagai sumber pendapatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) di daerah untuk menambah uang sakunya.
“Selain jalan-jalan, pejabat daerah juga mendapatkan keuntungan dari perjalangan dinas.Bahkan, di dalam perjalanan dinas itu banyak juga yang fiktif,” jelasnya.
Menurutnya, pembangunan gedung ataupun rumah dinas dang anti mobil dinas itu dipastikan ada perubahan setiap kali pergantian kepemimpinan.
Semestinya, pembangunan gedung dan rumah dinas itu tidak perlu dilakukan karena bisa menghemat anggaran.
“Anehnya, setiap kali ganti kepala daerah atau pejabat daerah, mobil dinaspun baru. Rumah dinas yang semestinya tidak ada renovasi, mereka malah mengganti furniture yang berbeda dari sebelumnya,” ungkapnya.
Belum lagi pengadaan barang dan jasa. Yuna mengatakan, pengadaan barang seperti alat kelengkapan kantor itu tercantum di setiap kegiatan.
Karena itu, dia berharap, Kemendagri mengevaluasi agar tidak banyak anggaran yang mubazir di keluarkan pemda.
“Kalau tingkat provinsi, ya Kemendagri yang mengevaluasi. Tapi untuk tingkat II, maka gubernur diberdayakan agar tidak kecolongan,” tutupnya. QAR

KPK Didesak Ambil Alih Kasus Mandek Di Daerah

“Jika Tidak, Para Tersangka Dijadikan ATM”

Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mulai geram dengan mandeknya penanganan kasus korupsi di daerah. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak segera menunntaskan kasus itu, para senator itu khawatir para tersangka akan dijadikan mesin ATM oleh oknum aparat hukum.
Demikian hal tersebut diungkapkan Ketua PAP DPD Farouk Muhammad saat mendatangi Gedung KPK di Jakarta, kemarin.
Kedatangan delegasi senator ini bertujuan mendesak institusi pimpinan Busyro Muqoddas ini untuk mengambil alih rentetan kasus dugaan korupsi yang mandek di beberapa daerah Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Farouk meminta KPK mengecek hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait dugaan kasus korupsi yang tidak ditindaklanjuti penegak hukum di daerah.
“Kita ingin mendorong agar KPK bersama-sama DPD maju memberantas korupsi,” tegas senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Dijelaskan Farouk, ada puluhan kasus dugaan korupsi yang dilaporkan ke KPK. Misalnya, DPD periode 2004-2009 melaporkan 19 kasus seperti kasus dugaan bantuan konflik Maluku, kasus PNS di Jawa Timur.
“Tapi, 11 kasus temuan DPD itu dianggap kurang bukti, sedangkan delapan kasus lainnya sudah diambil tindakan,” jelas bekas Gubernur PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) ini.
Selain temuan senator periode lalu, ada juga laporan masyarakat yang diterima DPD saat ini.
Dalam temuan ini, banyak yang sudah berstatus tersangka, tapi belum di tindaklanjuti.
Karena itu, jenderal purnawirawan polisi bintang dua ini khawatir, orang yang berstatus tersangka itu akan menjadi mesin ATM bagi oknum aparat hukum.
“Misalnya kasus korupsi mobil pemadam kebakaran (damkar) di Jambi dan Maluku Utara (Malut). Ada juga kasus dugaan penyalahgunaan APBD seperti di Papua, di Bandung Barat,” ungkapnya.
Senada dengan Farouk, anggota PAP DPD Tonny Tesar mengatakan, kedatangan DPD itu dimasudkan agar KPK bisa melakukan advokasi atau mengambil alih kasus korupsi di daerah yang mandek karena terkendala dengan ijin atau prosedur yang berlaku selama ini.
Kasus korupsi yang jadi perhatian adalah di Papua. Di sana, jelas Tonny, ada kasus dugaan korupsi yang melibatkan bupati dan dua ketua DPRD.
“Sejak 2004 hingga sekarang kasus itu belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum di daerah,” kata anggota DPD asal Papua Barat itu.
Selain Farouk Muhammad dan Tonny, hadir pula anggota DPD lainnya seperti Ahmad Farhan Hamid (DPD asal Aceh), AM Fatwa (DKI Jakarta). Tapi, kedatangan para senator ini secara terpisah. QAR/JON

Diprediksi Fulus 5 Triliun Beredar Di Pilkada DKI

Perebutan kursi Gubernur DKI Jakarta dianggap fenomenal. Sebab perputaran uang dalam pesta demokrasi di ibukota ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pilkada di
daerah lain.
Koordinator Nasional Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin memprediksi jumlah fulus yang beredar di Pilkada DKI 2012 berkisar Rp 3 hingga Rp 5 triliun.
Hitung-hitungan pengeluaran dana triliun itu dari kalkulasi pengeluaran atau biaya untuk KPUD DKI, Panwalu, polisi yang mengamankan pilkada dan ‘mahar’ untuk partai politik yang mengusung pasangan calon.
Belum lagi dana yang dikeluarkan masing-masing pasangan calon yang akan bertarung di pilkada.
Berdasarkan informasi yang diterima, Said mengatakan, di daerah tertentu ada parpol yang mematok pasangan calon Rp 40 miliar untuk memberikan dukungannya.
“Jadi, kalau di Jakarta untuk mendapatkan kendaraan politik saja, diperkirakan pasangan calon bisa merogoh kocek Rp 100 miliar,” kata Said kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Belum lagi dana kampanye atau pemenangan pilkada yang akan dikeluarkan pasangan calon. Menurutnya, anggaran yang dikeluarkan ini jumlahnya akan lebih besar dibandingkan dengan ‘mahar’ untuk partai politik.
“Ya, kalau anggaran untuk KPUD, Panwas dan keamanan itu sudah jelas. Yang tidak bisa dikalkulasikan adalah dana pengeluaran dari masing-masing pasangan. Jika diprediksi, dana yang akan berputar di Pilkada DKI 2012 sekitar Rp 5 triliun,” ungkap Said.
Perputaran dana itu tentunya meningkat dibandingkan dengan Pilkada DKI Jakarta 2007 lalu.
“Meski tidak ada catatan resmi besarnya anggaran pilkada itu, tapi dananya akan meningkat dari pilkada sebelumnya. Hal ini dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan masyarakat di ibukota,” jelasnya.
Sementara, Dewan Pendiri Public Institute (lembaga riset kebijakan publik) Karyono Wibowo memprediksi, pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012 bakal mengeluarkan dana Rp 20 miliar.
Menurut Karyono, jika Pilkada DKI 2012 diikuti tiga pasangan calon, maka jumlah dana pasangan calon mencapai Rp 60 miliar.
Hal itu lagi pengeluaran dana dari KPUD DKI Jakarta, panitia pengawas pilkada, keamanan serta partai politik.
“Saya kira, perputaran uang di Pilkada DKI 2012 bisa mencapai Rp 3 triliun,” presiksi Karyono kepada Rakyat Merdeka kemarin.
QAR

Menteri Gamawan Siapkan 22 Isu Perubahan UU Pemda

Juni 2011 Sudah Diajukan Ke Senayan

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus giat mempercepat pembahasan revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
Diperkirakan, pertengahan 2011, Mendagri Gamawan Fauzi bakal menyodorkan 22 isu penting ke DPR dalam revisi atau perubahan UU Pemda itu.
“Insya Allah, Juni ini (22 isu) sudah kita ajukan ke DPR,” jelas Gamawan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dijelaskan, revisi UU 32 Tahun 2004 akan dipecah dalam tiga bagian. Yakni pembahasan RUU Pilkada, RUU Pemerintah Daerah dan RUU Desa.
Diantara isu yang akan disodorkan adalah tentang aparatur daerah, daerah pemekaran, dan sistem pemilihan kepala daerah dan wakilnya.
Saat ini, jelas bekas Gubernur Sumbar ini, Kemendagri masih melakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.
“Apakah nantinya dijadikan satu paket atau tidak, kita masih bahas itu,” papar bekas Bupati Solok ini.
Selain itu, lanjut Gamawan, Kemendagri sodorkan beberapa isu dalam RUU tentang Desa. Diantaranya terkait pembentukan dengan, lembaga keuangan desa dan lainnya.
Pihaknya juga akan memberikan tahap pembinaan kepada daerah pemekaran yang dianggap gagal. Bukan tidak mungkin, lanjutnya, daerah pemekaran yang tidak berprestasi akan digabungkan kembali dengan induknya.
“Diperkirakan, tanggal 25 April ini, Ditjen Otonomi Daerah akan memberikan penilaian daerah-daerah yang baik, kurang baik atau tidak baik,” paparnya.
Sebelumnya, Gamawan dalam Raker dengan Komisi II DPR mengatakan, selama kurun waktu tiga tahun perlu ada monitoring dan pembinaan bagi daerah baru. Evaluasi itu termasuk pembentukan organisasi daerah, batas wilayah, sarana dan prasarana wilayah, RUTR dan rencana pembinaan ibukota.
Menurutnya, ada 13 DOB (daerah otonomi baru) usia 1 sampai 2 tahun perkembangn baik, 44 DOB yang diantaranya 27 sedang, 13 kategori kurang baik, dan empat tidak baik. “Yang tidak baik akan dibina,” jelasnya.
Selain itu, Gamawan menyinggung sengketa batas wilayah. Terdapat 946 segmen batas daerah yang harus ditegaskan.
Melalui 4 Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri), Gamawan mengaku, sudah menyelesaikannya. “Aturan itu bersifat final. Harus jelas termasuk koordinat dan peta yang dikeluarkan oleh instansi berwenang. Makin rumit kalau di daerah banyak sumber daya alam,” katanya. QAR

LBH Jakarta Beri Foke Nilai Merah

Meski pemerintahan habis setahun lagi, tapi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DKI Jakarta sudah memberikan nilai merah atas kinerja Gubernur Fauzi Bowo dan Wakil Gubernur Prijanto.
Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo, yang tidak berpihak kepada rakyat.
Misalnya, keluarnya peraturan pemerintah daerah (perda) tentang ketertiban umum dan tata ruang.
“Mereka (Foke-Prijanto) tajam ke masyarakat bawah, tapi tumpul di masyarakat atas,” jelas Ketua LBH Jakarta Nur Kholis kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta.
Bukti lain bahwa pemerintahan Foke tidak berpihak rakyat kecil adalah penggusuran masyarakat bantaran kali tanpa toleransi. “Tapi, giliran pom bensin yang berdiri di atas jalur hijau tidak digusur,” ujarnya membedakan.

Prestasi jeblok Foke lainnya adalah menjamurnya minimarket tanpa terkontrol. Hal ini, katanya, mengindikasikan Foke tidak bisa menegakkan Instruksi Gubernur Nomor 115 Tahun 2006 tentang Penundaan Perizinan Minimarket di DKI.
Atas kegagalan membangun ibukota yang lebih baik, dia menyarankan agar Foke tidak mencalonkan lagi di Pilkada DKI 2012. “Ya, lebih baik dia (Foke) memberikan kesempatan kepada calon lainnya,” ujarnya.
Senada dengan Nur Kholis, anggota DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah mengakui, selama Foke memimpin, pembangunan DKI menjadi serampangan. Berbagai bangunan justru didirikan di tempat-tempat resapan air sehingga mempersulit air meresap ke dalam tanah. ”Ya, jadinya banjir makin parah,” kata politisi dari PAN itu kepada Rakyat Merdeka.
Kekecewaan beberapa parpol pendukung Foke di Pilkada 2007 lalu, kata Wanda, karena tidak ada langkah progresif untuk menyelesaikan segala masalah di ibukota.
“Tidak ada langkah yang signifikan dalam menangani banjir, macet, jalur hijau dan lain-lainnya. Kelihatan tidak ada prestasi yang ditorehkan Foke,” jelasnya.
Selain itu, dia menilai, Pemda DKI gagal mewujudkan pendidikan gratis. Padahal, kata Wanda, DKI telah mengalokasikan dana melalui APBD untuk bidang pendidikan hingga Rp 8 triliun.
“APBD untuk pendidikan graktis ini sudah gila-gilaan. Tapi, faktanya, masih banyak orang tua siswa mengadu terkait pungutan uang sekolah melalui komite-komite sebagai kepanjangan tangan sekolah yang bersangkutan," kata Wanda.
Tidak hanya itu, hampir semua kebijakan Foke dinilai tak berpihak kepada rakyat miskin. Misalnya, kata anggota Komisi C DPRD DKI itu, anggaran untuk kesehatan bagi orang miskin hanya Rp 513 miliar. Anggaran itu sangat jauh dari idealnya. Selain itu, kartu gakin (keluarga miskin) yang di pegang masyarakat miskin dalam menempuh jalur kesehatan, masih berbelit-belit,” ungkapnya
Karena itu, Wanda mengatakan, kecil kemungkinan partainya akan kembali mendukung Foke sebagai gubernur periode 2012-2017.
Meski demikian, katanya, PAN belum membicarakan calon yang akan diusung di pilkada. Pihaknya masih mencari nama yang dianggap pantas untuk memimpin Jakarta. “Belum ada calon pasti. Kami sih pengennya ada calon dari kita, tapi kita lihat nanti. Yang pasti, ibukota negara ini perlu dipimpin seseorang yang progresif,” tutup Wanda.QAR

Usul Wakil Gubernur Dipilih DPRD Ditolak

Gubernur Sulbar: Pemisahan Itu Tak Jamin Keharmonisan

Para gubernur mulai menanggapi serius terkait usul Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar wakil kepala daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota) dipilih DPRD.
Wacana para senator itu ditentang Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Anwar Adnan Saleh dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam.
Kepada Rakyat Merdeka, kedua gubernur asal Sulawesi itu berharap, pemerintah dan DPR tetap mempertahankan pilkada satu paket yakni memilih gubernur dan wakilnya secara bersamaan, bukan dipisahkan.
Menurut Anwar, pemisahan pemilihan gubernur dan wakil gubernur itu tidak menjamin terjadinya harmonisasi antara keduanya.
“Untuk menghilangkan ketidakharmonisan kepala daerah dan wakilnya itu bukan dipisahkan pemilihannya. Tapi, sistemnya diperbaiki. Jadi, pemilihan satu paket seperti sekarang ini sudah baik dan tidak perlu diubah sebagaimana usulan DPD itu. Ini untuk kesinambungan politik di daerah,” papar Anwar.
Meski demikian, Anwar mengakui, banyak ketidakharmonisan antara kepala daerah dan wakilnya dalam proses pemerintahan.
Setelah berjalan beberapa tahun, sudah muncul ketidakharmonisan antara gubernur dan wakil gubernur.
“Boleh saja dia (wakil kepala daerah) dipilih DPRD, tapi setelah satu tahun dia bisa mencari pengaruh ke rakyat untuk menjadi kepala daerah,” ujarnya.
Jika pemerintah melihat dampak negatif pilkada langsung lebih besar ketimbang pemilihan melalui DPRD, Anwar mengusulkan agar keduanya, baik gubernur dan wakil gubernur dipilih DPRD.
“Tapi, DPRD juga harus diingatkan bahwa memilih gubernur dan wakil gubernur bukan berarti harus tunduk dan bertanggungjawab kepada mereka (DPRD). Kepala daerah dan wakilnya harus tunduk kepada Presiden,” jelas gubernur dari Golkar ini.
Senada dengannya, Gubernur Sultra Nur Alam tidak menjamin terciptanya hubungan harmonisasi jika wakil kepala daerah dipilih DPRD.
“Kalau ingin mengharmoniskan itu bukan pada pemilihannya, tapi harus dipertegas tugas dan kewenangannya. Jika didasari dengan peraturan perundang-undangan yang tegas dan pengetahuan tentang leadership (kepemimpinan) yang baik,” jelas Nur Alam.
Selain itu, tambah gubernur dari PAN ini, perlu ada pendekatan emosional antara kepala daerah dan wakilnya. “Ya, Saling melindungilah.”
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komite I DPD Dani Anwar mengatakan, senator mengusulkan wakil kepala daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota) dipilih DPRD. Keputusan itu diambil dalam rapat pleno DPD Senin (28/3) lalu.
Dani mengatakan, dalam sidang itu, DPD menyepakati posisi wakil kepala daerah dipilih DPRD provinsi, kabupaten, dan kota berdasarkan usulan gubernur, bupati, walikota terpilih.
“Jadi, kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) terpilih yang menentukan wakilnya. Hal ini agar mereka cocok bekerja sama dalam melaksanakan pembangunan dan pemerintahan,” ujar senator asal DKI Jakarta ini.
Terkait posisi wakil gubernur, menurut Dani, bisa saja tidak ada atau bahkan lebih dari satu orang sesuai jumlah penduduk.
“Misalnya, provinsi berpenduduk hingga 2 juta jiwa tidak memiliki wakil gubernur, provinsi berpenduduk 2-5 juta jiwa memiliki dua wakil gubernur, dan lebih 10 juta jiwa memiliki tiga wakil gubernur,” papar bekas calon Wagub DKI dari PKS ini.
“Begitu halnya dengan posisi wakil bupati dan wakil walikota, bisa tidak ada atau ada hanya satu karena disesuaikan dengan jumlah penduduk,” tegasnya.QAR

Orang Miskin Diminta Tak Pilih Foke

Urban Poor Consosium (UPC) secara tegas menolak pencalonan Fauzi Bowo sebagai
gubernur untuk kedua kalinya. Sebab, kepemimpinan Foke saat ini terbukti gagal mengentaskan persoalan warga miskin ibukota.
Ketua UPC, Wardah Hafiz menilai, kinerja Foke jeblok dalam menanggulangi kemiskinan dan tata ruang kota.
“Awalnya, saya banyak berharap sama dia (Foke), tapi nyatanya tidak. Dia malah bikin orang miskin tambah miskin. Saya minta untuk tidak pilih dia, syukur-syukur Foke tahu diri untuk tidak nyalon (lagi),” jelas Wardah kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dikatakan Wardah, banyak kebijakan Foke yang tidak berpihak rakyat miskin. Misalnya, aksi penggusuran, penangkapan anak jalanan dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) terus marak tanpa diikuti program pembinaan dan pemberdayaan.
Berdasarkan data yang dipegangnya, makin banyak masyarakat yang bunuh diri akibat kemiskinan. Selain itu, kata Wanda, susahnya masyarakat miskin yang mencari pengobatan. “Di (RS) Tjipto, banyak warga miskin yang ditolak mentah-mentah karena dianggap tidak bisa membayar pengobatannya,” jelasnya.
Hal itu diperparah dengan rencana penggusuran masyarakat di bantaran kali. Padahal, lanjutnya, warga telah sepakat menjaga kali dari sampah, asal mereka diberikan tempat tinggal yang nyaman.
“Mereka juga bersedia mundur beberapa meter dari kali dan bersedia menjadi penjaga kali. Harusnya, itu diapresiasi oleh Pemkot, bukannya justru akan gusur habis-habisan,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) Lutfi Hakim meminta Foke merelakan jabatan Gubernur DKI Jakarta 2012 kepada calon lain yang dinilai lebih mampu. ”Dia harus memberi kesempatan yang lain untuk berkontribusi dan memperbaiki Jakarta,” ujar Lutfi usai diskusi “Siapa Pengganti Fauzi Bowo?” di Jakarta, Jumat (18/3).
Mengenai siapa kandidat yang akan diusung FBR, Lutfi menyatakan, sejauh ini belum final. Meskipun demikian, FBR memiliki kriteria yang disepakati untuk jadi patokan calon gubernur yang akan didukung. ”Berasal dari Betawi memang menjadi pertimbangan kami. Tapi kalau soal sipil atau nggak sipil rasanya itu bukan masalah. Yang penting, mampu memikirkan kesejahteraan rakyat dan mampu menyelesaikan masalah Jakarta, seperti kemacetan dan banjir,” kata Lutfi.
Sementara, Forum Pemuda Betawi (FPB) tetap mendukung Foke untuk maju di Pilgub DKI 2012.
“Kita tidak bisa serta merta menyalahkan Gubernur Fauzi Bowo jika terdapat kekurangan. Sebab, Pak Fauzi sudah bekerja keras membangun Jakarta. Jika ada kekurangan, ya di tambal saja, mana yang kurang,” kata Ketua FPB, Edi Guryadi kepada Rakyat Merdek.
Edi meyakini, siapapun gubernurnya saat ini, maka tak akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan Jakarta secara cepat, baik macet, banjir maupun lainnya.
Selain itu, dia membantah, jika kerja Foke sama dengan gubernur sebelumnya. “Jika mau disamakan, maka beri kesempatan untuk Bang Foke dua periode dulu.”QAR

Terkait Larangan SBY- Pengusaha Judi Tinggalkan Kepri

Aktivitas usaha tempat perjudian di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) belakangan mulai menurun terkait larangan Presiden SBY.
Akibatnya larangan ini, banyak pengusaha judi asing sudah banyak meninggalkan provinsi itu.
Demikian diungkapkan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kepri, Jasarmen Purba kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
“Pengusaha judi itu sudah tidak memiliki celah untuk mendirikan pusat perjuadian di Kepri. Selain dilarang SBY, negara kita juga jelas melarang aktivitas perjudian,” ungkap Jasarmen.


Awalnya, lanjutnya, para pengusaha judi itu berusaha membujuk pemerintah daerah (pemda) untuk melegalkan pusat perjudian. Tapi, pemerintah daerah menyerahkan sepenuhnya ke pusat.
“Kedatangan SBY waktu itu sekaligus menjawab kabar itu. Bahkan, seluruh kepala daerah manapun dilarang untuk melegalkan perjudian,” paparnya.
Setelah mendengar langsung dari SBY, katanya, para pengusaha judi itu tidak lagi merayu pemda.
“Saat ini, mereka (pengusaha judi) sudah banyak kembali ke negara asalnya, seperti Singapura,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Sabtu (26/2), Presiden SBY menentang dan mengingatkan secara keras kepada setiap kepala daerah di Provinsi Kepri agar tidak pernah berpikir berinvestasi terhadap pengembangan tempat perjudian.
“Saya mendapat informasi dari media massa yang mengatakan dalam pengembangan kawasan di Kepri ini, akan ada tempat perjudian. Saya ingatkan, jangan pernah kita berpikir, jangan pernah kita punya niat dan rencana untuk membangun tempat perjudian di Kepri,” ujar SBY.
Masing-masing negara, lanjut SBY, memiliki kebijakkan pembangunan. Dalam pelaksanaan kebijakkan itu lebih baik pemerintah membuka kegiatan ekonomi yang membawa kebaikan secara agama dan diridhoi Tuhan.
”Jadi, saya minta stop berita-berita yang aneh dan mengingatkan kepada gubernur agar tidak ada rencana ke arah itu. Jangan ada suatu rencana yang tidak kita kehendaki yang akan menimbulkan perpecahan diantara bangsa ini,” pungkasnya. QAR

Nachrowi Ramli Garap 114 Ormas

Persiapan Nachrowi Ramli maju dipertarungan Pilkada DKI Jakarta 2012 terus dimatangkan tim pemenangannya.
Bukan cuma partai politik (parpol) yang coba didekati, tapi kubu Nachrowi akan menggarap dan merangkul 114 organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Sekjen DPD Partai Demokrat DKI Jakarta
Irfan Gani mengku, sudah berkomunikasi dengan sejumlah organisasi masyarakat di DKI Jakarta baik ormas bidang kepemudaan atau kemasyarakatan, profesi dan keagamaan.
Bahkan, Irfan yakin dapat merangkul 114 ormas karena sejauh ini, komunikasi politik berjalan lancar dan tidak ada pertentangan antara Nachrowi dengan semua ormas.
“Sosok Nachrowi diterima dan disambut baik semua ormas. Dia (Nachrowi) tidak ada resistensi,” jelas Irfan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Beberapa ormas yang sudah didekati diantaranya Forum Betawi Rempug (FBR), Forum Keluarga Betawi (Forkabi), Bamus Betawi, Dewan Koperasi (Dekopin) Wilayah DKI dan beberapa ormas lainnya. “Ya, kita akan terus lakukan komunikasi secara intensif dengan semua ormas itu. Kita berharap, semua ormas bisa kita rangkul,” papar Irfan.
“Bahkan, ada beberapa ormas yang datang dan menyatakan dukungannya ke kita (Nachrowi Ramli). Pokoknya, semuannya kami respons dengan baik,” tambahnya.
Menurutnya, untuk membangun Jakarta lebih baik dari sekarang, dibutuhkan kerja keras secara bersama-sama. “Jadi, membangun kota Jakarta tidak bisa sendirian. Kita butuh kolektifitas dari semua pihak,” ujarnya.
Dengan keberhasilan yang dicapai Nachrowi Ramli sebagai Ketua DPD Demokrat DKI, dia berharap, DPP Demokrat perlu memberikan reward kepada bekas Kepala Sandi Negara itu untuk menjadi calon Gubernur DKI 2012.
“Dia (Nacrowi) itu ditugaskan sebagai kepala sandi negara di 79 negara. Tugasnya antaralain memproteksi Indonesia dari serangan luar. Itu kan luar biasa dan menjadi nilai lebih bagi Nachrowi,” paparnya.
Belakangan ini, sudah muncul sejumlah nama yang digandang-gadangan Partai Demokrat untuk maju di Pilkada DKI 2012. Yakni Nachrowi Ramli dan incumbent Fauzi Bowo alias Foke.
Meski demikian, Irfan yakin Nachrowi dapat meraih dukungan dari Demokrat untuk menjadi calon tunggal gubernur. Apalagi, belakangan ini, tim suksesnya makin gencar bergerilya mendekati dan merangkul tokoh-tokoh, partai politik, ormas dan lainnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, timnya makin gencar melakukan berbagai kegiatan di tengah masyarakat Jakarta. Misalnya, bakti sosial dan keagamaan. Selain itu, menggelar kegiatan dari Dekopinwil (Dewan Koperasi Wilayah) DKI.
Menurutnya, kegiatan itu bukan karena menjelang pilkada. “Kegiatan itu sudah lama dilakukan, karena hal itu sebagai upaya Partai Demokrat mendekatkan diri di hati masyarakat,” tutupnya. QAR

Oknum Kepala Daerah Ikut Teror Aktivis Antikorupsi

10 Daerah Tak Aman Bagi Penggiat Korupsi

Aktivis antikorupsi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Pembela HAM (KP2HAM) hidup di bawah ancaman dan teror. Pelakunya diduga oknum kepala daerah, aparat, Satpol PP, pengusaha, preman bayaran, dan kelompok organisasi masyarakat.

Menurut Tama S Langkun, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), bukan saja intimidasi dan kriminalisasi yang diterima, tapi kekerasan acap kali dilakukan orang-orang yang merasa terganggu dengan kerja aktivis dalam melakukan investigasi.
”Ancaman umumnya dilancarkan oleh pihak-pihak yang merasa terusik dengan kerja investigasi dari lembaga-lembaga antikorupsi maupun pembelaan masyarakat yang dilakukan oleh aktivis pembela HAM. Corruptors fight back, pelaku pelanggaran HAM, berusaha menggembosi upaya pengungkapan kasus melalui cara-cara kekerasan, fisik maupun nonfisik,” jelas Tama saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, tadi malam.
KP2HAM merupakan jejaring aktivis yang memiliki jaringan ke daerah-daerah. Selain ICW, ada pula LBH Jakarta, Garut Government Watch (G2W), Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT), Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak), LBH Semarang, KP2KKN Jawa Tengah, Sitas Desa Blitar, LBH Surabaya, Malang Corruption Watch (MCW), dan LPS HAM Palu.
Berdasarkan data yang dihimpun, lanjut Tama, ancaman yang diterima aktivis antikorupsi di daerah berjumlah 63 kasus.
Dalam pemetaan tindak kekerasan, KP2HAM menyebutkan ada 10 daerah yang tidak aman bagi aktivis. Masing-masing, Malang, Surabaya, Tasikmalaya, Brebes, Tegal, Semarang, Palu, Blitar, Pontianak, Garut, dan Jakarta.
Sedangkan dari sisi aktor, koordinator divisi investigasi ICW itu mengungkap, pelaku ancaman atau teror terdiri dari oknum kepala daerah, aparat, Satpol PP, pengusaha, preman bayaran dan kelompok organisasi masyarakat. ”Ini semua harus jadi perhatian serius dari pemerintah,” tegasnya.
Dijelaskan, teror yang dilakukan terhadap aktivis antikorupsi dan pembela HAM beragam, mulai dari ancaman pembuhuhan, perusakan, pembakaran, pencurian data atau dokumen hingga penggunaan cara-cara supranatural.
”Jadi, pemerintah wajib melindungi penggiat antikorupsi. Pasalnya, hingga saat ini, baik KPK, kepolisian ataupun kejaksaan belum mampu menjamah kasus korupsi di sejumlah daerah,” tambahnya.
Aktivis Gebrak Brebes Darwanto menambahkan, bentuk ancaman yang diterima aktivis antikorupsi berupa teror melalui pesan pendek atau telpon langsung, kriminalisasi dengan delik pencemaran nama baik, pemukulan dan pengeroyokan, perusakan dan pembakaran kantor, percobaan penyuapan hingga percobaan pembunuhan.
Di sejumlah daerah, ketika aktivis mencoba mengungkap dugaan korupsi, justru dikriminalisasi. Seperti yang dialami aktivis Kontak Rakyat Borneo (KRB) yang dikriminalisasi dan saat ini tengah ditahan untuk menjalani proses pengadilan.
Lebih parah lagi, empat orang aktivis di Brebes divonis 3 bulan hukuman percobaan karena mengungkap kasus dugaan korupsi.
Selain itu, kasus penganiayaan terhadap Tama S Lankun yang hingga saat ini belum terungkap.

Untuk mengatisipasi agar ancaman atau teror tidak terjadi, KP2HAM mendesak penegak hukum agar memberikan perlindungan kepada aktivis antikoprusi. Mereka mendesak pemerintah dan DPR segera mengagendakan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang Pembela HAM yang sudah masuk daftar Prolegnas 2011.
"Tidak ada alasan lagi parlemen menunda pembahasan dan penyusunan RUU Pembela HAM, karena bahaya mengancam setiap hari," kata Darwanto. QAR

Monday, April 4, 2011

Busyet, Uang Beredar Di Pilkada Capai Rp 14 T

Geliat pertarungan Pilkada 2010 ternyata tidak hanya menguras waktu dan tenaga, tetapi banyak mengeluarkan anggaran.

BERDASARKAN hasil temuan Indoncsiaan Coruption Watch (ICW), jumlah uang yang beredar selama Pilkada 2010 di 224 daerah lebih dari 14 triliun.

Lantas bagaimana hitung-hitungannya?

Kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan, khusus dana dari kandidat, hitung-hitungannya, jika sepasang kandidat mengeluarkan dana minimal Rp 15 miliar, dengan asumsi ada tiga pasang calon dan dikalikan 244 daerah maka hasilnya Rp 10,9 triliun. Selain itu. dana anggaran pilkada di Indonesia dikeluarkan dari APBD sebesar Rp 3,5 triliun.

"Jadi, temuan di lapangan, besaran biaya itu belum digunakan penyelenggara pilkada secara efektif dan efisien. Bahkan cenderung ada upaya penghamburan anggaran. Sedangkan dari kandidat biaya yang dikeluarkan juga sangat fenomenal, untuk satu calon kandidat saja minimal Rp 15 miliar." terang Abdullah Dahlan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Yang disoroti ICW, tidak ada catatan resmi besarnya perputaran anggaran politik kandidat itu, sehingga yang tidak bisa diawasi penggunaaanya. Hal itu pula yang memicu maraknya politikuang di pilkada

Abdullah Dahlan menambahkan, selain banyaknya politik uang dan penggunaan uang yang tak transparan. Pilkada 2010 juga sarat dengan mobilisasi PNS.

Selain itu, terpilihnya sejumlah tersangka korupsi menjadi kepala daerah menjadi indikator kegagalan transisi kepemimpinan lokal. "Fenomena keluarga koruptor yang terpilih dalam Pilkada juga memberikan catatan munculnya kolonialisme local baru. Pilkada masih memberikan ruang untuk koruptor, istri koruptor dan anak koruptor," bebernya.

ICW melakukan pemantauan Pilkada dari I Januari-10 Agustus 2010. Hingga Agustus 2010 telah tercatat 174 daerah yang telah melaksanakan pilkada.

Disebutkan, tercatat ada 130 sengketa yang ditangani Mahkamah Konstitusi.

Meski demikian, pihaknya tidak sepakat dengan usulan pilkada dipilih DPRD. Menurutnya, biaya tersebut merupakan biaya pembelajaran demokrasi di Indonesia. "Tapi memang perlu ada aturan yang jelas mengenai biaya kampanye yang dimasukan dalam undang-undang pemilu," tutupnya.

Terpisah, pengamat politik lokal Sanggam Hutapea, meng-atakan, banyaknya kepala daerah dan mantan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bakal meningkatkan angka golongan putih (golput). Pasalnya, rakyat sudah bisa menilai bahwa pemilukada langsung bukan jadi jaminan melahirkan pemimpinyang baik.

"Rakyat jadi Golput, dan sudah tidak mau ikut lagi mem-. produksi para koruptor dengan memberikan hak pilihnya dalam Pemilukada," ujarnya.

Dia mengatakan, banyaknya kepala daerah yang menjadi ter-sangka korupsi disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan saat pencalonan. Dia memperkirakan, setiap calon bupariAvalikot harus memiliki dana minimun Rp5 miliar sampai Rp 20 miliar dan untuk gubernur bisa mencapai ratusan miliar. QAR