Monday, April 4, 2011

Busyet, Uang Beredar Di Pilkada Capai Rp 14 T

Geliat pertarungan Pilkada 2010 ternyata tidak hanya menguras waktu dan tenaga, tetapi banyak mengeluarkan anggaran.

BERDASARKAN hasil temuan Indoncsiaan Coruption Watch (ICW), jumlah uang yang beredar selama Pilkada 2010 di 224 daerah lebih dari 14 triliun.

Lantas bagaimana hitung-hitungannya?

Kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan, khusus dana dari kandidat, hitung-hitungannya, jika sepasang kandidat mengeluarkan dana minimal Rp 15 miliar, dengan asumsi ada tiga pasang calon dan dikalikan 244 daerah maka hasilnya Rp 10,9 triliun. Selain itu. dana anggaran pilkada di Indonesia dikeluarkan dari APBD sebesar Rp 3,5 triliun.

"Jadi, temuan di lapangan, besaran biaya itu belum digunakan penyelenggara pilkada secara efektif dan efisien. Bahkan cenderung ada upaya penghamburan anggaran. Sedangkan dari kandidat biaya yang dikeluarkan juga sangat fenomenal, untuk satu calon kandidat saja minimal Rp 15 miliar." terang Abdullah Dahlan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Yang disoroti ICW, tidak ada catatan resmi besarnya perputaran anggaran politik kandidat itu, sehingga yang tidak bisa diawasi penggunaaanya. Hal itu pula yang memicu maraknya politikuang di pilkada

Abdullah Dahlan menambahkan, selain banyaknya politik uang dan penggunaan uang yang tak transparan. Pilkada 2010 juga sarat dengan mobilisasi PNS.

Selain itu, terpilihnya sejumlah tersangka korupsi menjadi kepala daerah menjadi indikator kegagalan transisi kepemimpinan lokal. "Fenomena keluarga koruptor yang terpilih dalam Pilkada juga memberikan catatan munculnya kolonialisme local baru. Pilkada masih memberikan ruang untuk koruptor, istri koruptor dan anak koruptor," bebernya.

ICW melakukan pemantauan Pilkada dari I Januari-10 Agustus 2010. Hingga Agustus 2010 telah tercatat 174 daerah yang telah melaksanakan pilkada.

Disebutkan, tercatat ada 130 sengketa yang ditangani Mahkamah Konstitusi.

Meski demikian, pihaknya tidak sepakat dengan usulan pilkada dipilih DPRD. Menurutnya, biaya tersebut merupakan biaya pembelajaran demokrasi di Indonesia. "Tapi memang perlu ada aturan yang jelas mengenai biaya kampanye yang dimasukan dalam undang-undang pemilu," tutupnya.

Terpisah, pengamat politik lokal Sanggam Hutapea, meng-atakan, banyaknya kepala daerah dan mantan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bakal meningkatkan angka golongan putih (golput). Pasalnya, rakyat sudah bisa menilai bahwa pemilukada langsung bukan jadi jaminan melahirkan pemimpinyang baik.

"Rakyat jadi Golput, dan sudah tidak mau ikut lagi mem-. produksi para koruptor dengan memberikan hak pilihnya dalam Pemilukada," ujarnya.

Dia mengatakan, banyaknya kepala daerah yang menjadi ter-sangka korupsi disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan saat pencalonan. Dia memperkirakan, setiap calon bupariAvalikot harus memiliki dana minimun Rp5 miliar sampai Rp 20 miliar dan untuk gubernur bisa mencapai ratusan miliar. QAR

No comments:

Post a Comment