Friday, April 8, 2011

Oknum Kepala Daerah Ikut Teror Aktivis Antikorupsi

10 Daerah Tak Aman Bagi Penggiat Korupsi

Aktivis antikorupsi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Pembela HAM (KP2HAM) hidup di bawah ancaman dan teror. Pelakunya diduga oknum kepala daerah, aparat, Satpol PP, pengusaha, preman bayaran, dan kelompok organisasi masyarakat.

Menurut Tama S Langkun, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), bukan saja intimidasi dan kriminalisasi yang diterima, tapi kekerasan acap kali dilakukan orang-orang yang merasa terganggu dengan kerja aktivis dalam melakukan investigasi.
”Ancaman umumnya dilancarkan oleh pihak-pihak yang merasa terusik dengan kerja investigasi dari lembaga-lembaga antikorupsi maupun pembelaan masyarakat yang dilakukan oleh aktivis pembela HAM. Corruptors fight back, pelaku pelanggaran HAM, berusaha menggembosi upaya pengungkapan kasus melalui cara-cara kekerasan, fisik maupun nonfisik,” jelas Tama saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, tadi malam.
KP2HAM merupakan jejaring aktivis yang memiliki jaringan ke daerah-daerah. Selain ICW, ada pula LBH Jakarta, Garut Government Watch (G2W), Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT), Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak), LBH Semarang, KP2KKN Jawa Tengah, Sitas Desa Blitar, LBH Surabaya, Malang Corruption Watch (MCW), dan LPS HAM Palu.
Berdasarkan data yang dihimpun, lanjut Tama, ancaman yang diterima aktivis antikorupsi di daerah berjumlah 63 kasus.
Dalam pemetaan tindak kekerasan, KP2HAM menyebutkan ada 10 daerah yang tidak aman bagi aktivis. Masing-masing, Malang, Surabaya, Tasikmalaya, Brebes, Tegal, Semarang, Palu, Blitar, Pontianak, Garut, dan Jakarta.
Sedangkan dari sisi aktor, koordinator divisi investigasi ICW itu mengungkap, pelaku ancaman atau teror terdiri dari oknum kepala daerah, aparat, Satpol PP, pengusaha, preman bayaran dan kelompok organisasi masyarakat. ”Ini semua harus jadi perhatian serius dari pemerintah,” tegasnya.
Dijelaskan, teror yang dilakukan terhadap aktivis antikorupsi dan pembela HAM beragam, mulai dari ancaman pembuhuhan, perusakan, pembakaran, pencurian data atau dokumen hingga penggunaan cara-cara supranatural.
”Jadi, pemerintah wajib melindungi penggiat antikorupsi. Pasalnya, hingga saat ini, baik KPK, kepolisian ataupun kejaksaan belum mampu menjamah kasus korupsi di sejumlah daerah,” tambahnya.
Aktivis Gebrak Brebes Darwanto menambahkan, bentuk ancaman yang diterima aktivis antikorupsi berupa teror melalui pesan pendek atau telpon langsung, kriminalisasi dengan delik pencemaran nama baik, pemukulan dan pengeroyokan, perusakan dan pembakaran kantor, percobaan penyuapan hingga percobaan pembunuhan.
Di sejumlah daerah, ketika aktivis mencoba mengungkap dugaan korupsi, justru dikriminalisasi. Seperti yang dialami aktivis Kontak Rakyat Borneo (KRB) yang dikriminalisasi dan saat ini tengah ditahan untuk menjalani proses pengadilan.
Lebih parah lagi, empat orang aktivis di Brebes divonis 3 bulan hukuman percobaan karena mengungkap kasus dugaan korupsi.
Selain itu, kasus penganiayaan terhadap Tama S Lankun yang hingga saat ini belum terungkap.

Untuk mengatisipasi agar ancaman atau teror tidak terjadi, KP2HAM mendesak penegak hukum agar memberikan perlindungan kepada aktivis antikoprusi. Mereka mendesak pemerintah dan DPR segera mengagendakan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang Pembela HAM yang sudah masuk daftar Prolegnas 2011.
"Tidak ada alasan lagi parlemen menunda pembahasan dan penyusunan RUU Pembela HAM, karena bahaya mengancam setiap hari," kata Darwanto. QAR

No comments:

Post a Comment