Monday, April 11, 2011

Senator Tolak Wacana Kemendagri

Gubernur Dipilih DPRD
Cuma Lestarikan Korupsi

Wacana pemilihan gubernur lewat DPRD provinsi yang dikomandoi Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) terus mendapat perlawanan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut anggota DPD dari Nusa Tenggara Barat (NTB), usulan gubernur dipilih DPRD itu akan mengembalikan sistem demokrasi saat ini ke zaman orde baru (orba).
“Jika, usul (pemilihan gubernur oleh DPRD) itu diwujudkan, maka tidak bisa dipungkiri akan melestarikan atau melanggengkan korupsi di daerah. Sebab kolasi kemunafikan bakal terjalin pada proses pemerintahan di daerah,” tegas Farouk kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Justru, lanjut bekas Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini, pemilihan kepala daerah lewat DPRD itu membuka peluang kepada calon untuk menyuap partai politik (parpol) dan anggota DPRD.
“Jika terjadi penyuapan, maka kepentingan rakyat dipastikan akan terlupakan. Jadi, bukan pemilihan DPRD-nya yang salah, tapi penyuapannya yang membahayakan proses pemerintahan,” jelas pensinan jenderal bintang dua ini.
Rektor Universitas Bung Karno itu mengakui, proses pemilihan gubernur lewat DPRD akan membutuhkan dana sedikit dibandingkan pilkada langsung.
Hanya saja, lanjutnya, dengan pilkada langsung dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan biaya yang dikeluarkan juga bisa bermanfaat bagi masyarakat. “Tapi, kalau terjadi penyuapan kepada DPRD atau parpol, maka semakin membuat rakyat buta dan menderita,” paparnya.
Tapi, pilkada langsung juga terjadi money politics atau politik uang? “Ya, kalaupun terjadi money politics kepada rakyat, maka koalisi antara calon terpilih dengan rakyat tidak akan berlanjut sampai akhir masa jabatannya. Beda kalau dipilih DPRD. Kemungkinan praktik koruptifnya akan terus berlanjut hingga akhir masa jabatan kepala daerah,” ujarnya.
Selain itu, Farouk tidak sepakat dengan statemen Mendagri Gamawan Fauzi bahwa lebih mudah mendeteksi korupsi atau politik uang dalam pemilihan melalui DPRD. Hal itu diungkapkan Gamawan ketika raker dengan DPD beberapa waktu lalu.
Alasan Gamawan mengatakan hal itu karena sudah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tapi, setelah DPD bertemu KPK, lanjut bekas Kapolda Maluku itu, lembaga pimpinan Busyo Muqoddas itu justru membantahnya. “Jadi yang (pernah) dikatakan Mendagri itu tidak benar,” jelas Farouk.
Sementara, Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) Sugiyanto menilai, wacana gubernur dipilih DPRD itu menghianati reformasi. Sebab lahirnya Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah itu didasari semangat reformasi.
“Jika UU Pemda itu direvisi lagi dengan mengembalikan pemilihan gubernur lewat DPRD, maka itu menghianati reformasi,” jelas Sugiyanto, kemarin.
Menurutnya, alasan mengembalikan pemilihan gubernur lewat DPRD karena anggarannya tinggi hal itu tidak masuk akal. Sebab, pemilihan kepala daerah lewat DPRD bukan berarti menurunkan anggaran. “Biaya politik pilkada hanya dialihkan saja. Tadinya ke rakyat, terus aliran dananya pindah ke anggota DPRD,” paparnya.
Dia menduga, wacana gubernur dipilih DPRD itu berbau politis. Sebab pemilihan lewat DPRD itu akan membuka peluang partai pemenang pemilu menguasai mayoritas kepala daerah.
“Jika wacana ini gol, maka Partai Demokrat, sebagai partai pemenang pemilu yang menguasai mayoritas kursi DPRD di beberapa provinsi bakal menempatkan kadernya jadi gubernur. Itu artinya menutup peluang partai minoritas,” tutupnya. QAR

No comments:

Post a Comment