Thursday, June 23, 2011

Di Pilgub DKI, ICW Pelototi Dana Bansos

Rawan Diselewengkan Calon Incumbent

Meski Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, masih setahun lagi, tapi sejumlah kalangan sudah mulai mengawasi gerak-gerik kandidat bakal calon (balon), khususnya incumbent yang akan maju di Pilkada 2012.
Indonesian Corruption Watch (ICW), misalnya, sudah mempersiapkan armada untuk mempelototi atau mengawasi pengucuran dana bantuan sosial (bansos) dan hibah kepada masyarakat.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan, jika pengawasan terhadap pengucuran dana bansos dan hibah lemah, maka dana tersebut rawan jadi bancakan atau diselewengkan untuk kepentingan penguasa. Modus penggunaan dana bansos dan hibah kerap dipakai incumbent menjelang pilkada. “Ini yang harus terus pantau dan diawasi. Apalagi, signal kuat, incumbent bakal maju lagi di pilkada,” papar Dahlan saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, tadi malam.
Menurut Dahlan, dana bansos kerap dibajak dan dipersonifikasi atas nama penguasa untuk mendulang suara di pilkada. Akibatnya, pemanfaatan dana jadi salah sasaran, karena hanya digelontorkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target. “Dana bansos banyak digunakan untuk membangun citra dan menjadi modal politik incumbent,” ujar peneliti Korupsi Politik ICW ini.
Dijelaskan, selain merupakan dana polulis karena bersinggungan langsung dengan masyarakat, dana bansos dan hibah juga tidak memerlukan prosedur sulit.
Umumnya, jelang pilgub, calon incumbent, lanjut Dahlan, menaikan jumlah anggaran tersebut. “Semakin mendekati (pilkada), maka biasanya dana tersebut semakin besar.”
Dalam pantauannya, ICW mensinyalir ada peningkatan dana tersebut di tahun 2011 oleh pemprov DKI. Misalnya, dana tersebut sudah didistribusikan ke sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di DKI.
Karena itu, dia meminta, DPRD dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memantau aliran dana tersebut. “Jangan sampai dana-dana itu disalahgunakan pihak incumbent untuk kepentingan pilkada,” tegasnya.
Jika merujuk Pasal 79 Ayat (3) huruf (a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, pejabat negara yang jadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan, yakni tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
“Makanya, kita merekomendasikan agar menjelang Pilgub DKI, pemprov dilarang menaikan dana tersebut.”
Dikatakan, meski Fauzi Bowo alias Foke belum jelas menyatakan kesiapannya maju lagi sebagai calon gubernur 2012-2017, tapi
ICW juga mewanti-wanti sejumlah modus kecurangan yang bakal dilakukan pasangan incumbent.
Berdasarkan pantauannya, sejumlah dugaan kampanye sudah dilakukan incumbent. Misalnya, kata Dahlan, munculnya sejumlah iklan yang dipasang di DKI. “Memang, pesan yang disampaikan dalam iklan itu kecil. Tapi personnya, (gambar Foke) besar,” tutupnya. QAR

Wednesday, June 22, 2011

Rebut DKI-1, Nachrowi Ramli Terapkan Politik Santun

Lama tak ada gebrakan dari kandidat bakal calon (balon) Gubernur DKI Jakarta 2012, bukan berarti Nachrowi Ramli terus berdiam diri.
Mayor Jenderal (purnawirawan) TNI yang akrab dipanggil Bang Nara mengaku, terus bekerja untuk merebut kursi DKI-1 alias Gubernur DKI.
“Semuanya berjalan, going on process,” kata Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini saat ditemui Rakyat Merdeka usai menghadiri acara ‘Gebyar Budaya Betawi’ di Monas, Jakarta, Minggu (19/6).
Meski belakangan ini suaranya jarang muncul ke permukaan publik, tapi putra asli Betawi yang lahir dan besar di Gang Masjid Jalan Kramat Sentiong itu merancang berbagai strategi guna memenangkan ‘pertandingan’ perebutan orang nomor satu di ibukota.
“Kita perlu speed up, habis itu kite harus melihat sasaran-sasaran strategis yang mesti lebih dulu dicapai,” jelas pria hampir genap berusia 60 tahun ini.
Saat ini, ujar bekas Kepala Sandi Negara ini, yang perlu dilakukan adalah menjalankan politik santun.
Menurutnya, politik beretika itu perlu dikembalikan ke zaman ini untuk meraih kursi kepemimpinan.
“Kita berpolitik tidak boleh menyakiti atau menyinggung pasangan lain. Politik harus dilakukan secara santun,” paparnya.
Sejatinya, dalam politik, banyak cara dan upaya yang bisa dimainkan untuk meraih tujuan. Tapi, harusnya juga sadar bahwa dalam berpolitik mereka dikerangkeng dengan aturan agar prilaku para pemain politik itu tidak berprilaku liar.
Supaya semua orang merasa nyaman, lanjutnya, sudah semestinya para pemain politik memperhatikan aturan main. Aturan yang membuat sebuah pertunjukkan menjadi enak ditonton.
“Kalau dalam olahraga kita mengenal istilah fair play, tentu di ranah politik kita juga menginginkan para politisi kita menerapkan hal serupa. Politik santun menjadi idaman bagi kita semua,” ungkap Ketua Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi ini.
Belakangan ini, dia mengaku, tengah disibukan dengan berbagai kegiatan meningkatkan kesejahteraan dan kebudayaan Betawi, terutama menjelang peringatan HUT DKI ke-484.
Di hari jadi Jakarta ini, dia mengajak seluruh komponen, termasuk pemerintah DKI untuk mengevaluasi atau introspeksi diri guna memberikan yang terbaik bagi warga Jakarta.
“Sudah sepatutnya kita mengevaluasi dan introspkesi apa program-program yang sudah dan belum jalan. Disana juga perlu ada revisi program-program karena dengan pesatnya perkembangan jaman.”
Ditegaskan, jika perekonomian saat ini dirasa belum mencapai apa yang diharapkan, dan masih jauh kesenjangan antara yang kaya dan miskin, maka perlu diambil langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikannya.
Selain itu, tambahnya, kesenian betawi sudah sepatutnya memiliki wadah pelestarian dan pengembangan budaya secara berkesinambungan. “Jika Sunda punya gedung Lisciji, Jawa punya Adiluhung, Betawi mana gedungnya. Ini kan perlu juga dipikirkan,” tutupnya. QAR

Pilkada DKI 2012, PDIP Nggak Patok Cagub Dari Militer

Bursa calon Gubernur DKI Jakarta 2012 terus menghangat. Berbagai spekulasi bermunculan. Ada yang berharap, sosok pemimpin ibukota berlatarbelakang militer. Ada juga lebih sreg dengan sipil.
Bagi Wakil Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, partainya tidak mempermasalahkan latarbelakang pemimpin DKI ke depan.
“Yang penting, pemimpin ibukota nanti harus berani, tegas, cerdas, dan punya terobosan jitu untuk mensejahterakan rakyat. Percuma saja, kalu berlatar belakang militer tapi masih takut-takut,” kata Dwi saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Melanjutkan keterangannya, Dwi mengaku, partainya masih terus mengkaji sejumlah tokoh, baik lokal ataupun nasional guna diusung sebagai calon gubernur periode 2012-2017.
“Kita terus mensurvei guna mengukur persepsi publik terhadap pilkada dan para bakal calon. Baik popularitasnya ataupun elektabilitasnya,” jelasnya.
Setelah itu, lanjut Dwi, menyiapkan konsep dasar sebagai kontak politik atau perjanian politik terhadap calon nanti.
Sejauh ini, sejumalah nama dari ekseternal partai yang dimasukan dalam daftar cagub DKI seperti Nachrowi, Fauzi Bowo, Djan Farid, Triwisaksana, Priya Ramadhani, Tantowi Yahya, Priyanto. Sementara untuk internalnya, ada nama seperti Rano Karno, Boy Sadikin, Joko Widodo dan ada beberapa lagi. “Bulan depan (Juli 2011) kita akan buka pendaftaran, dan semoga setelah lebaran kita sudah bulat memberikan dukungannya,” tutupnya.
Sebelumnya, politisi PDIP DKI Boy Bernadi Sadikin secara pribadi menilai, figur yang cocok memimpin Jakarta merupakan sosok militer. “Minimal jenderal bintang tiga, agar koordinasi dengan Pangdam jaya dan Kapolda metro bisa lebih luwes,” ujar Boy, Minggu (19/6).
Sosok militer dibutuhkan lantaran gubernur ke depan harus bisa memberikan rasa aman, nyaman serta menciptakan ketertiban bagi warganya. Dalam menata Jakarta tidak cukup hanya mengandalkan popularitas saja. “Apakah menjamin tokoh yang populer akan membawa Jakarta lebih baik memimpin Jakarta tidak boleh coba-coba tapi harus punya kemampuan di atas rata-rata,” jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya, DPP PDIP masih menunggu hasil survei. “Seharusnya parpol punya sikap dalam menentukan cagub. Tidak semata-mata hanya mengandalkan survei dalam penjaringannya. Kalau ada figur eksternal yang layak dan mumpuni untuk diusung sebaiknya diberi kesempatan. Kalau yang diusung kurang popular, ya tugas parpol untuk mendongkrak popularitas sang calon,” tandasnya. QAR

Pilkada DKI 2012, PDIP Nggak Patok Cagub Dari Militer

Bursa calon Gubernur DKI Jakarta 2012 terus menghangat. Berbagai spekulasi bermunculan. Ada yang berharap, sosok pemimpin ibukota berlatarbelakang militer. Ada juga lebih sreg dengan sipil.
Bagi Wakil Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, partainya tidak mempermasalahkan latarbelakang pemimpin DKI ke depan.
“Yang penting, pemimpin ibukota nanti harus berani, tegas, cerdas, dan punya terobosan jitu untuk mensejahterakan rakyat. Percuma saja, kalu berlatar belakang militer tapi masih takut-takut,” kata Dwi saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Melanjutkan keterangannya, Dwi mengaku, partainya masih terus mengkaji sejumlah tokoh, baik lokal ataupun nasional guna diusung sebagai calon gubernur periode 2012-2017.
“Kita terus mensurvei guna mengukur persepsi publik terhadap pilkada dan para bakal calon. Baik popularitasnya ataupun elektabilitasnya,” jelasnya.
Setelah itu, lanjut Dwi, menyiapkan konsep dasar sebagai kontak politik atau perjanian politik terhadap calon nanti.
Sejauh ini, sejumalah nama dari ekseternal partai yang dimasukan dalam daftar cagub DKI seperti Nachrowi, Fauzi Bowo, Djan Farid, Triwisaksana, Priya Ramadhani, Tantowi Yahya, Priyanto. Sementara untuk internalnya, ada nama seperti Rano Karno, Boy Sadikin, Joko Widodo dan ada beberapa lagi. “Bulan depan (Juli 2011) kita akan buka pendaftaran, dan semoga setelah lebaran kita sudah bulat memberikan dukungannya,” tutupnya.
Sebelumnya, politisi PDIP DKI Boy Bernadi Sadikin secara pribadi menilai, figur yang cocok memimpin Jakarta merupakan sosok militer. “Minimal jenderal bintang tiga, agar koordinasi dengan Pangdam jaya dan Kapolda metro bisa lebih luwes,” ujar Boy, Minggu (19/6).
Sosok militer dibutuhkan lantaran gubernur ke depan harus bisa memberikan rasa aman, nyaman serta menciptakan ketertiban bagi warganya. Dalam menata Jakarta tidak cukup hanya mengandalkan popularitas saja. “Apakah menjamin tokoh yang populer akan membawa Jakarta lebih baik memimpin Jakarta tidak boleh coba-coba tapi harus punya kemampuan di atas rata-rata,” jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya, DPP PDIP masih menunggu hasil survei. “Seharusnya parpol punya sikap dalam menentukan cagub. Tidak semata-mata hanya mengandalkan survei dalam penjaringannya. Kalau ada figur eksternal yang layak dan mumpuni untuk diusung sebaiknya diberi kesempatan. Kalau yang diusung kurang popular, ya tugas parpol untuk mendongkrak popularitas sang calon,” tandasnya. QAR

Panja Mafia Pemilu Akan Bidik Kursi Haram DPRD

Selain Mengusut Kursi Ilegal Anggota DPR Pusat (sub)

Rupanya Panja Mafia Pemilu bentukan DPR belum lama ini, tidak hanya membidik kursi-kursi haram anggota DPR RI, tapi juga kursi anggota DPRD tingkat I (provinsi) dan II (kabupaten), bahkan kursi kepala daerah.

Demikian hal tersebut diungkapkan anggota Komisi II DPR, Rusli Ridwan saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut Rusli, pembentukan Panja Mafia Pemilu ini merupakan pintu gerbang untuk mengusut kursi-kursi haram di daerah-daerah. “Harapan saya, (panja mafia pemilu) ini bisa juga mengusut anggota DPRD dan para kepala daerah di nusantara ini,” kata politisi PAN ini.
Menurut Rusli, perlunya pengusutan kursi anggota DPRD itu karena muncul dugaan
tentang ketidakprofesionalisme KPU sudah digaungkan banyak pihak, baik perselisihan di pusat ataupun daerah.
Begitu juga soal pemilu legislatif di daerah ataupun pilkada.
“Ini patut dicurigai, apakah para pemimpinnya dipilih secara wajar atau tidak. Sebab, jika KPU melahirkan pemimpin atau wakil rakyat secara tidak wajar, maka besar kemungkinan dia kurang ajar,” cetusnya.
Selain itu, masih katanya, Panja Mafia Pemilu juga akan memeriksa beberapa lembaga seperti KPU, KPUD, Bawaslu, Panwaslu dan sekretariat Mahkamah Konstitusi (MK).
Senada dengan Rusli Ridwan, anggota Komisi II DPR lainnya, Arief Wibowo mengatakan, Panja Mafia Pemilu selayaknya memberikan pandangan lebih luas lagi soal tujuan dibentuknya panja.
Kata politisi PDI Perjuangan ini, panja ini bertugas mengungkap segala hal yang berhubungan dengan penetapan perolehan kursi legislatif. Targetnya yakni untuk mengetahui berapa banyak kursi haram yang ada di DPR dan DPRD provinsi.
“Ilegal itu adalah kursi yang hasilnya dari manipulasi penghitugan perolehan suara. Kemudian putusan-putusan MK yang digugat. Apakah hanya tentang DPR, tentu tidak. Kami berharap kursi haram yang ada di DPRD provinsi juga diungkap secara transparan,” ujar Arief.
Untuk menelusuri itu, sambungnya, panja bisa memulai dari rekapitulasi perhitungan perolehan suara yang disahkan dalam rapat pleno KPU. Karena, putusan MK yang asli, tentunya berangkat dari data hasil penghitungan perolehan suara asli pula.
“Kalau dalam persidangan perselisihan pemilu, data yang digunakan palsu atau manipulatif kemudian MK tidak tahu dan dibenarkan, maka salahlah keputusannya. Sekalipun memang keputusan MK bersifat final dan mengikat,” ujarnya.
Arief Wibowo membantah pembentukan Panja Mafia Pemilu hanya sekedar membidik bekas anggota KPU Andi Nurpati, yang kini menjadi Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat.
Panja ini bertujuan jauh lebih luas yaitu menyempurnakan pelaksanaan Pemilu 2014 melalui revisi paket undang-undang politik yang tengah dibahas DPR bersama pemerintah. Dengan demikian, kesalahan dan kekurangan Pemilu 2009 lalu tidak terulang kembali.
“Itu terlalu kecil kalau hanya urusannya Andi Nurpati. Diserahkan polisi saja selesai,” kata Arif.
Arif menjelaskan, panja akan menelusuri dan membuka semua kecurangan Pemilu 2009 agar terungkap secara benar, faktual, dan jelas duduk perkaranya. Pengungkapan ini akan menjadi masukan bagi substansi perubahan paket undang-undang politik.
“Tujuannya perbaikan kualitas pemilu dan demokrasi. Tidak bertujuan spesifik tentang Andi Nurpati. Kasus itu hanya pintu masuk,” katanya.

Perlu diketahui, pada 16 Juni lalu, akhirnya Komisi II DPR membentuk Panja Mafia Pemilu terkait pemalsuan dokumen Mahkamah Konstitusi (MK).
Tujuan pembentukan panja ini, kata Wakil Ketua Komisi II DPR Hakam Naja, untuk mendalami persoalan yang terjadi dalam pemilu legislatif lebih jelas dan terang benderang. "Yang penting agar ada efek jera bagi yang melakukan kejahatan dalam pemilu," ujarnya.
Dia menyebutkan, dalam kesempatan pertama kerja Panja, direncanakan akan memanggil Ketua MK Mahfud MD yang sejak awal bersedia dipanggil untuk menyampaikan data yang dimiliki.
"Pak Mahfud sudah melakukan investigasi, serta menyebutkan tidak hanya dalam kasus ini yang ada surat palsunya. Jadi memang penting memanggil Pak Mahfud," tambahnya. QAR

Jelang Pilgub DKI, Parpol Mulai Jual Diri

Meski Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta masih setahun lagi, tapi partai politik mulai ‘menjual diri’ mengusung ke beberapa kandidat bakal calon (balon) yang sudha muncul ke permukaan.
Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Mochtar Sindang, aksi ‘jual diri’ merupakan hal biasa dalam setiap pagelaran pilkada di setiap daerah.
Di Pilgub DKI 2012, Mochtar memprediksi bakal marak aksi jual beli dukungan partai politik terutama bagi partai menengah dan gurem.
“Praktik tersebut adalah hal yang dinanti-nanti setiap parpol menjelang pilkada atau pemilu,” jelas Mochtar saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Parktik jual beli ini, lanjut Mochtar, karena parpol tidak memiliki kader mumpuni atau layak dijual ke publik untuk jadi calon kepala daerah. Selain itu, pilkada adalah moment bagi partai mendapatkan keuntungan besar.
“Jelas, praktik dagang sapi atau jual beli dukungan parpol adalah simbol dari proses rekrutmen buruk dan merusak citra pilkada,” tegasnya.
Dijelaskan, harga sebuah partai akan cenderung meroket menjelang penutupan pendaftaran bakal calon (balon) di sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Jika jelang penutupan pendaftaran, harga parpol makin tinggi. Maklum saja, setiap pasangan calon butuh dukungan suara dari parpal. Kalau kurang suara, pasangan akan kandas, tidak bisa ikut pilkada.”
Karena itu, dia berharap, sudah sepatutnya KPUD Provinsi DKI menginvestigasi parpol yang diduga terlibat politik dagang sapi itu.
Meski demikian, KIPP tidak yakin betul terhadap kualitas penyelenggara pilkada baik KPUD ataupun Panwaslu. Menurutnya, kedua lembaga itu akan sulit menguak praktik tersebut. Tapi, kata dia, setidaknya, KPUD harus selektif dalam memverifikasi dukungan partai politik.
“Misalnya, dukungan partai politik kepada dua calon, seperti terjadi di Depok. Ada juga lantaran di internal partai pecah dua, maka masing-masing dua kubu itu mendukung pasangan calon berbeda,” terangnya.
Selain itu, dia berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun lembaga pengawas korupsi seperti Indonesia corruption wacth (ICW) turut serta memantau gerak-gerik parpol jelang Pilgub DKI 2012.
“Yang jelas, kami (KIPP) akan terus memantau dan menelusurinya. Kalau ada langsung kami umumkan ke masyarakat,” ungkap Mochtar.
Budaya jual beli partai politik, lanjutnya, mampu menciderai sistem demokrasi Indonesia. “Seorang kandidat harus menyerahkan uang dalam jumlah besar agar partai politik bersedia mengusungnya sebagai kandidat. Maka, Pilkada bergeser menjadi praksis demokrasi yang membuka ruang secara sangat lebar terhadap para pemilik uang, merebut kepemimpinan politik,” tutupnya. QAR

E-Voting Diyakini Tak Bisa Dipakai Di Pilgub Jakarta

Keinginan DPR untuk menggunakan elektronik voting (e-voting) di Pilkada DKI 2012 tampaknya sulit dilaksanakan.
Pasalnya, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat I Gusti Putu Arta memastikan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tidak akan menggunakan sistem e-voting.
Menurut Putu, hal pertama yang harus ada dalam pelaksanaan e-voting adalah payung hukum. Payung hukum itu tidak dapat sekadar dalam bentuk Peraturan KPU, namun harus dalam bentuk undang-undang yang sampai saat ini belum ada.
“Jika tidak diatur, maka akan mengalami kesemrawutan. Jadi, (untuk pilgub DKI) belum bisa dilakukan, karena belum ada aturannya,” tulisnya dalam pesan singkat yang diterima Rakyat Merdeka kemarin.
Meski demikian, lanjut Putu, diluar yuridis, penggunaan e-voting di Pilkada DKI Jakarta sangat potensial. Sebab, masyarakat Jakarta dinilai memiliki tingkat intelektual lebih tinggi dan heterogen ketimbang daerah lain. “Sehingga evoting sangat dimungkinkan untuk diterapkan.”
Jika ingin menerapkan e-voting, kata dia, langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah mempercepat revisi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan memuat landasan hukum e-voting.
“Pemerintah dan DPR harus terlebih dulu merampungkan revisi Undang-undang 32 Tahun 2004, setidaknya akhir tahun 2011. Jika tidak, maka e-voting tidak bisa dipakai,” ujarnya.
Sebetulnya, lanjut Putu, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, maka kata mencoblos dalam Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2004 dapat diartikan pula menggunakan metode e-voting.
Selain itu, ujarnya, bagi daerah yang ingin menerapkan metode e-voting harus sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, termasuk kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan serta persyaratan lain yang diperlukan.
“Tapi, sayangnya, yudisal riview tidak semuanya, seperti tidak mengatur apa bentuk surat suaranya, bagaimana format anggarannya dan jenis-jenis biayanya. Kalau kita menganggarkan alat-alat e-voting, bisa-bisa ditindak pidana korupsi,” tegas Putu.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap berharap sistem e-voting diterapkan dalam Pilgub DKI 2012.
Menurutnya, penggunaan e-voting bisa dilaksanakan karena warga Jakarta dinilai memiliki tingkat intelektual lebih tinggi ketimbang daerah lain.
“Diharapkan proses Pilkada DKI bisa jadi tolak ukur daerah-daerah lain ataupun untuk pilpres,” kata Chairuman.
Meski demikian, lanjutnya, KPU harus mempersiapkan sistem peralatan baik danmengkaji secara matang sehingga justru tidak menimbulkan banyak masalah dalam prosesnya.
“Prinsipnya, kita mendukung dan mengupayakan agar e-voting itu bisa terlaksana di Pilkada DKI 2012.” QAR

Bawaslu Ngaku Menerima Ribuan Pelanggaran Pilkada

Hasil Laporan Sepanjang Januari-Juni 2011 (sub)

Meski kewenangan terbatas seperti macan ompong, tapi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terus menyoroti dugaan pelanggaran pilkada di beberapa daerah.
Berdasarkan laporan sepanjang enam bulan ini (Januari-Juni 2011), setidaknya Bawaslu menerima 1221 laporan pelanggaran pada masa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Rinciannya adalah ada 605 laporan pelanggaran administrasi, 582 laporan pelanggaran pidana, dan 34 laporan pelanggaran kode etik.
Menurut Koordinator Pengawasan Pemilu Bawaslu Wirdianingsih, dari total 582 laporan pelanggaran pidana itu, Bawaslu sudah meneruskannya ke kepolisian sebanyak 228 pelanggaran.
Dari 228 pelanggaran itu terdiri 8 pelanggaran yang terjadi pada tahapan pemuktahiran data pemilih, 5 pelanggaran pada tahapan pencalonan, 69 kasus pada masa kampanye, dan 76 pelanggaran pada masa tenang. Saat masa pemungutan dan pengitungan suara terdapat 48 pelanggaran dan 22 pelanggaran saat rekapitulasi.
“Sedangkan yang dihentikan kepolisian adalah sejumlah 115 pelanggaran (50,44 persen),” papar Wirdyaningsih dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dijelaskan, Bawaslu meneruskan bentuk pelanggaran itu karena aparat polisi punya kewenangan untuk mengusut pelanggaran pidana.
Lemahnya upaya tindak lanjut dari kepolisian, paparnya, karena masih banyak aturan yang belum dirubah sehingga memiliki multi tafsir. Selain itu, kepolisian lebih banyak melakukan pendekatan keamanan.
Bagaimana dengan laporan pelanggaran administrasi? Wirdyaningsih mengungkapkan, dari 605 laporan pelanggaran administrasi yang diterima Bawaslu, sebanyak 88 pelanggaran ditemukan saat tahapan pemuktahiran data pemilih, 26 pelanggaran pada tahap pencalonan, masa kampanye 289 pelanggaran, masa tenang sebanyak 29 pelanggaran, tahapan terakhir, pemungutan dan hitung suara serta rekapitulasi sebanyak 77 kasus.
“Dari 605, Panwaslu meneruskan 463 pelanggaran ke KPU. Tapi, yang ditindaklanjuti KPU sebanyak 295 pelanggaran (63,71). Berarti terdapat 168 pelanggaran (36,29 persen) yang tidak ditindaklanjuti KPU,” ungkapnya.
Meski demikian, dia menilai, tindakan yang dilakukan KPU sudah membaik ketimbang tahun sebelumnya.
“Kalau 2010 itu kan, KPU dan Bawaslu masih dibenturkan dengan penetapan anggota panwaslu,” jelasnya.
Sementara, penyelesaian pelanggaran oleh pihak kepolisian hanya naik beberapa persen saja. Dibanding 2010, ada itikad baik, tapi dulu sedikit sekali,” kata Wirdyaningsih. QAR

Wanda Hamidah Dielus-elus Masuk Bursa Balon DKI-2

Pengurus DPP Partai Amanat Nasional (PAN) sudah mulai mengelus-elus Wanda Hamidah masuk bursa bakal calon (balon) DKI-2 atau Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012.
Partai pimpinan Hatta Radjasa ini menilai Wanda memiliki tingkat popularitas tinggi di kalangan warga ibukota. Artis yang memulai karirnya sebagai model ini dianggap bisa bersaingi dengan balon DKI-1 lainnya baik dari kalangan entertainer maupun parpol.
Hasil survei internal PAN menyebutkan, Tingkat popularitas dan elektabilitas Wanda masih di bawah Rano Karno, Foke, Tantowi Yahya, Nachrowi Ramli dan Djan Faridz.
“Ada kemungkinan, Wanda akan digadang-gadang atau disiapakan, tapi belum diputuskan berpasangan dengan siapa, untuk jadi DKI-2,” papar Ketua Bidang Komunikasi dan Politik PAN Bima Arya usai disksi di Jakarta, kemarin.
Ditanya masuknya nama bekas Kapolda Nugroho Djajusman dalam balon yang akan diusung PAN, Bima mengakuinya. “Selentingan ada yang mendorong nama Nugroho. Tapi, saya belum tahu perkembangannya lagi. Memang, sempat dibahas di internal karena Nugroho sempat menyatakan ketertarikannya masuk ke PAN,” ungkapnya.QAR

Balon DKI-2 Mulai Banjir Dukungan

Sejumlah kandidat bakal calon (balon) gubernur sudah mulai kebanjiran dukungan jelang setahun Pilkada DKI Jakarta 2012.
Djafar Badjeber yang serius mengincar kursi DKI-2, sudah memperoleh dukungan dari berbagai organisasi di ibukota.
Alumni Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) dan K3 (Kerukunan Keluarga Kawanua) sudah menyatakan, dukungannya kepada bekas wakil ketua DPRD DKI itu.
Kiprah Djafar selama 13 tahun duduk di DPRD DKI diyakini paham betul selak beluk persoalan yang mangkrak di Jakarta.
“Figur yang diharapkan memimpin ibukota ke depan adalah sosok berpengalaman, tegas dan mampu menyelesaikan masalah,” jelas Sekjen Alumni GPK, Taryono Isa dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Senada dengan Taryono, Wakil Ketua K3, Boy Sompotan mengaku, akan menggerakkan organisasinya yang beranggotakan puluhan ribu tersebar di seluruh wilayah Jakarta untuk mendukung Djafar. Alasan dukungan itu karena
bekas anggota MPR periode 1992-1997 ini dikenal tegas, meski dia bukan dari kalangan militer.
“Untuk pimpin DKI, tentunya perlu keberanian dengan dilandasi kebijakan pro atau berpihak kepada kebaikan.”
Sementara, Djafar Badjeber ketika dihubungi Rakyat Merdeka, menyambut baik dukungan itu. Tapi, dia mengaku, akan melihat perkembangan dan peta politik yang berkembang.
“Yang jelas, calon gubernur harus bisa bergerak cepat menyelesaikan sederet persoalan di DKI,” ujarnya. QAR

DPR Inginkan Pakai E-voting Di Pilgub DKI

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mengkaji penggunaan e-voting (pemungutan suara elektronik) supaya bisa diterapkan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012.
Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap mendukung penggunaan e-voting di pilkada ibukota itu. Sebab, kata politisi Golkar ini, masyarakat Jakarta dinilai memiliki tingkat intelektual lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
“Diharapkan proses Pilkada DKI nanti bisa jadi tolak ukur bagi daerah-daerah lain untuk menggunakan e-voting. Ini juga bisa digunakan untuk pilpres,” jelas Chairuman saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Sebelum pakai e-voting, dia berharap, KPU mempersiapkan sistem peralatan secara baik dan mengkaji dengan matang, sehingga tidak menimbulkan banyak masalah dalam prosesnya.
“Prinsipnya, kita mendukung dan mengupayakan e-voting itu bisa terlaksana di Pilkada DKI 2012.”
E-voting merupakan metode pemungutan suara menggunakan teknologi informasi dengan sejumlah syarat. Negara yang dianggap paling sukses menerapkan e-voting adalah India. Dengan jumlah pemilih seberasar 700 juta jiwa, dan sistem distrik, India berhasil menyelenggarakan pemilu dengan baik.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi saat RDP bersama KPU dan Dubes RI untuk India Letjen (purn) Andi M Ghalib mengungkapkan wacana penggunaan e-voting di Pilkada DKI 2012.
Sementara, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, untuk memakai e-voting harus ada payung hukum dalam bentuk UU. “Yang kita minta harus ada payung hukum. Jika tidak, nanti kacau balau,” tandas Hafiz. QAR

12 LSM Tolak Sengketa Pilkada Diselesaikan MA

Lebih Baik, DPR & Pemerintah Tetap Pertahankan Lewat MK (sub)

Koalisi 12 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menolak penyerahan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Agung (MA) lagi.
Koalisi 12 LSM itu berharap, DPR dan pemerintah tetap mempertahankan penyelesaian sengketa pilkada lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab lembaga pimpinan Mahfud MD itu dinilai memiliki sistem lebih baik, kredibel, terbuka dan teruji dalam menelurkan putusan-putusan.
Ke-12 LSM itu adalah Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi), KRHN (Konsorsium Reformasi Hukum National), SSS (Sugeng Sarjadi Syndicate), IPC (Indonesia parlementary Center), JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat), Sigma Indonesia, Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia), Cetro (Centre for Electoral Reform), Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), ICW (Indonesia Corruption Watch), dan SPD.
Koordinator Perludem Veri Junaidi mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan draf rancangan revisi Undang-undang MK yang mengembalikan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pilkada ke MA.
Ditegaskan Veri, MK sudah memiliki sistem yang jauh lebih baik, kredibel, terbuka dan relatif lebih teruji dalam menelurkan putusan-putusan yang demokratis bagi masyarakat.
Kondisi ini sangat berbeda dengan MA dan pengadilan di bawahnya yang sedang menuju proses perbaikan sistem.
“Sebelum kewenangan perselisihan hasil pilkada diserahkan ke MK, MA dan pengadilan di bawahnya (PN dan PT) tidak mampu meredam konflik yang terjadi di beberapa daerah. Karena itu, niat DPR dan Pemerintah untuk mengalihkan kewenangan itu patut dicurigai dan harus ditolak,” kata Veri dalam konferensi pers bersama 12 LSM di kantor Soegeng Sarjadi Syndycate, Jakarta, kemarin.
Menyikapi maraknya keluhan masyarakat dengan keputusan MK, Veri mengatakan, bukan alasan kuat untuk menyerahkan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pilkada ke MA.
Dia khawatir, mengembalikan penyelesaian sengketa pilkada dari MK ke MA bakal menjadi beban baru bagi MA dalam hal penanganan perkara.
Hingga kini, ujarnya, MA sedang menyelesaikan masalah terkait tunggakan perkara di tingkat kasasi yang masih menumpuk. “Dengan tambahan kewenangan itu, maka proses perbaikan sistematis yang sedang berjalan di MA dapat terhambat.”
Menurutnya, proses penangan perkara di MA akan memakan waktu lama karena terbuka kemungkinan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). “Sedangkan penyelesaian perkara oleh MK bersifat final, mengikat, dan langsung berkekuatan tetap,” tegasnya. QAR

KPUD Pelototi Dukungan Ganda Ke Calon Independen

KPUD DKI Jakarta akan mengawasi secara ketat dukungan ganda terhadap calon independent di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012.
Ketua KPUD DKI, Juri Ardianto mengatakan, daftar dukungan masyarakat ke calon indpenden bakal diverifikasi petugas KPUD provinsi.
Hal itu, kata Juri, agar tidak ada data pendukung ganda. Jika ada warga yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu calon, maka KPUD akan memanggilnya.
“Satu persatu akan kita panggil. Kita akan tanya, sebenarnya dia (warga) mau mendukung siapa? Kalau dia mendukung lebih dari satu, maka akan kita coret,” tegas Juri kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Bekas anggota KPUD DKI periode lalu itu mengaku, punya tim sampai tingkat kelurahan untuk memverifikasi warga yang memberikan dukungan.
Meski demikian, lanjutnya, KPUD belum memastikan waktu pembukaan pendaftaran untuk peserta Pilkada DKI 2012. Sebab, hingga kini, KPUD belum menetapkan jadwal tahapan pilkada.
“Mudah-mudahan, awal tahun depan kita sudah rampungkan jadwalnya semua,” harap Juri.
Dijelaskan, ada beberapa syarat yang harus dipersiapakan calon independen jika ingin maju di pilgub. Yakni, KTP pendukung, tanda tangan pendukung, wajib mendapatkan empat persen dukungan dari jumlah warga Jakarta.
“Kita akan teliti apakah benar-benar orang ini mendukungnya, dan dari berkas-berkas itu bisa kita lihat benar nggaknya dia dapat dukungan sebanyak itu,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi semua kekhawatiran itu, Juri mengatakan, pihaknya tengah menggodok semua anggota-anggotanya hingga tingkat kelurahan. “Besok (hari ini) hingga Jumat (17/6) kita akan melakukan pelatihan.”
Belum lama ini, lanjutnya, beberapa petugas penyelenggara Pilkada DKI juga sudah dikirim ke beberapa daerah untuk diskusi tentang pilkada. Misalnya ke Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Makassar.
Saat ini, akunya, KPUD DKI masih menyusun jadwal proses pilkada, anggaran berikut berbagai pelatihan bagi anggota KPUD. Selain itu, masih mengurusi software dan hardware.
“Sofwarenya itu seperti sistem aplikasi untuk mengapdate data pemilih, hardwarenya itu untuk infrastruktur penunjang proses pilkada,” jelasnya.
KPUD juga sudah menyiapkan program debat antarkubu cagub. QAR

KPK Diminta Usut Dugaan Transaksi Ilegal 379 Bupati

DPD: Jangan Sampai Temuan PPATK Jadi Mubazir (sub)

Kalangan DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendesak aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan kepolisian untuk segera mungusut transaksi mencurigakan yang dilakukan 379 bupati.
Menurut hasil temuan Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada 2.258 transaksi mencurigakan yang dilakukan pejabat di Indonesia. Dari 2.258 transaksi mencurigakan itu sekita 1.135 dilakukan bendahara daerah, 339 dilakukan pejabat pemerintah, dan 379 dilakukan bupati.
Senator asal Bali, I Wayan Sudirta menegaskan,
“Aparat hukum harus segera menindaklanjuti hasil temuan PPATK itu. Temuan ini merupakan langkah awal untuk membongkar dugaan korupsi ratusan kepala daerah,” tegas senator asal Bali, I Wayan Sudirta kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Karena itu, Ketua Kaukus Antikorupsi ini berharap ketiga lembaga penegak hukum (KPK, Kejakgung dan kepolisian) harus menyambut baik dan menginstruksikan kejajarannya untuk menindaklanjuti laporan PPATK itu.
“Jangan sampai temuan PPATK itu jadi mubazir. Artinya tidak ditindaklanjuti sehingga ratusan kepala daerah itu tenang-tenang saja,” ujarnya.
Kalau ketiga aparat hukum itu tidak cepat menindaklanjutinya, dia khawatir, akan berdampak kepada ketidakpercayan masyarakat pada lembaga penegak hukum.
“Bukan tidak mungkin, nanti ada dukungan agar PPATK diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan,” katanya.
Ditanya apakah aparat hukum di daerah juga perlu menindaklanjuti temuan PPATK itu, I Wayan mengatakan, para penegak hukum di daerah banyak yang sudah rusak.
“Mereka mengulur-ulur waktu ataupun menutup-nutupi dugaan kasus korupsi kepala daerah. Misalnya, mereka beralasan belum menerima hasil dari PPATK atau alasan lainnya,” jelasnya.
Senada dengan I Wayan Sudirta, Wakil Ketua Komisi III DPR (bidang hukum), Tjatur Sapto Edi mengatakan, aparat penegak hukum perlu memilah-milah hasil temuan dari PPATK itu.
“Kalau sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum, mereka perlu menelaah, mana yang segera ditindak, dan mana yang harus dilakukan pencegahan,” kata Tjatur kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Menurut politisi PAN ini, jika hanya ada kesalahan administrasi dan tidak keliahatam niat untuk korupsi, maka aparat penegak hukum perlu memberikan pembinaan saja.
“Tapi, sebaliknya, kalau dalam laporan itu memang terindikasi kuat ada penyimpangan besar atau terdapat niat jahat, maka harus segera diproses secara tuntas,” ujarnya.
Hanya saja, dia berharap, tiga lembaga aparat hukum terus melakukan koordinasi untuk membongkar dugaan transaksi mencurigakan itu.
“Jangan sampai terus-terusan berebut kasus. Selama ini, saya melihat, mereka masih saling berebut kasus,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua PPATK, Yunus Husein, mengungkapkan, pihaknya menemukan 2.258 transaksi mencurigakan yang dilakukan para pejabat di Indonesia. Yang paling banyak transaksi mencurigakan dilakukan pejabat daerah. Meski demikian, ada pula transaksi mencurigakan yang dilakukan menteri.
Transaksi mencurigakan dilakukan pejabat pemerintahan di antaranya, 1.135 dilakukan oleh bendahara daerah, 339 dilakukan pejabat pemerintah, dan 379 dilakukan bupati.
Menurut Yunus, salah satu praktik yang mencurigakan adalah penyalahgunaan dana alokasi umum yang ditampung di rekening pribadi, kerabat dan bahkan diperuntukkan untuk membangun sebuah usaha. “Rekening yang mencurigakan tersebut dimasukan ke dalam rekening pribadi, anak istri dan teman-teman mereka,” tandasnya. QAR

Calon Independen Berpeluang Menang Di Pilgub DKI 2012

Bakal calon (balon) independen belum kelihatan hidungnya jelang gegap gempita Pilkada DKI 2012. Padahal, kandidat balon yang diusung partai politik sudah banyak bermunculan.
Meski belum ada satupun nonggol ke permukaan, Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad Qodari memprediksi, calon independen memiliki peluang sama dengan calon dari parpol.
Menurut Qodari, yang menentukan dalam pilkada adalah figur calon tersebut. Dari berbagai pilkada di daerah itu, lanjut Qodari, menunjukan bahwa pemenang adalah calon yang memang dikenal dan merupakan figur dari daerahnya.
“Terlepas dia maju lewat jalur indpenden ataupun tidak. Calon dipastikan menang, jika memiliki simpati besar dari masyarakat,” papar Qodari saat dihubungi Rakyat Merdeka kemarin.
Sebaliknya, terhadap calon dari parpol besar sekalipun, jika pasangan yang diusungnya tidak memiliki tingkat kepercayaan dari masyarakat, maka tidak akan memenangi pertarungan di pilkada.
“Jelas, kuncinya lebih pada tingkat popularitas figur,” jelasnya.
Dijelaskan, calon dari parpol itu hanya memberikan keuntungan pada saat melakukan registrasi. Yang kedua, saat kampanye. Parpol itu sudah memiliki struktur jaringan yang mampu mencapai ke tataran bawah. Walaupun tidak bisa juga jadi jaminan,” tambahnya.
Keuntungan lain dari calon yang diusung partai politik. Yakni calon memiliki market jelas. “Kalau sudah terpilih, calon dari partai politik lebih memiliki kaki dalam menjalankan pemerintahannya,” jelasnya.
Sementara, dia menilai, calon independen memiliki kekurangan ketimbang calon yang diusung parpol. Diantaranya, kata dia, calon independen itu sulit memanfaatkan suara partai politik.
“Tapi, memang suara partai itu tidak identik dengan suara calon. Artinya pemilih itu memiliki logika sendiri dalam menentukan pilihannya kepada calon.”
Jika mau menjangkau pemilih dari partai politik, masih katanya, calon indpenden harus memiliki jaringan kuat.
“Tapi, tidak menutup kemungkinan calon indepenenden bisa merangkul partai-partai di pemerintahannya,” ujarnya.
Sementara itu, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Bachtiar Aly mengatakan, jika calon independent ingin bersaing dengan calon dari parpol maka,
calon independen harus berasal dari tokoh masyarakat yang mengakar di daerahnya. “Dia harus dikenal memiliki reputasi dan integritas baik sampai anak kecil ataupun tingkat RT,” katanya.
Calon independen juga diwajibkan memiliki dana cukup besar. “Kalau hanya sekadar coba-coba lewat jalur independen lebih baik jangan karena yang akan dihadapi adalah pemilik dana besar,” katanya.
Selain itu, kata Bachtiar, jika calon indpenden ingin memenangkan kursi gubernur, si calon harus merekrut tim sukses yang memiliki pengaruh di wilayah tertentu.
“Itu dimaksudkan agar lebih banyak meraup suara,” tutupnya. QAR

Panwas & KPUD Diminta Pelototi Gerak-Gerik Incumbent

Meski parhelatan Pilgub DKI Jakarta masih satu tahun lagi, tapi sejumlah
kalangan berharap pengawas dan penyelenggara pilkada mengawasi munculnya pelanggaran atau kecurangan.
Bekas Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007, Dani Anwar mengatakan, panwas dan KPUD perlu memantau gerak-gerik incumbent jika kembali maju di Pilkada DKI 2012. Sebab, calon incumbent lebih berpotensi melakukan tindak kecurangan.
Dari pengalamannya di Pilgub DKI 2007, kata dia, setidaknya ada tiga masalah yang kerap ditemukannya dugaan kecurangan saat proses pilkada.
Pertama, pemanfaatan dana APBD untuk kepentingan incumbent. Menurut Dani, dana bantuan sosial (Bansos) merupakan dana paling rentan digunakan calon incumbent untuk menarik simpati masyarakat.
Senator asal DKI Jakarta ini mengaku, agak sulit memastikan apakah dana yang diberikan pemerintah provinsi itu merupakan dana bansos atau memang sengaja untuk mencari dukungan ke masyarakat.
Karena itu, dia meminta, DPRD jeli dan peka terhadap modus seperti itu. “Mereka (DPRD) harus kritis, apakah menjelang pilkada, dana bansos itu melejit tinggi ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, kalau tahun sebelumnya hanya Rp 100 miliar, tapi menjelang pilkada tiba-tiba naik jadi Rp 500 miliar. Ini patut dicurigai,” bebernya.
Harusnya, lanjutnya, dana bansos itu digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. “Jangan sampai, dana itu justru menguntungkan pasangan calon dari incumbent.”
Kedua, calon incumbent kerap memanfaatkan aparatnya untuk memberikan suara pada pilgub.
Di beberapa tempat disinyalir calon incumbent mengintimidasi sejumlah aparatnya yang tidak memberikan dukungannya.
“Kalau tidak memberikan dukungan, mereka, seperti para lurah, camat akan dimutasi ke tempat atau wilayah tidak baik, bahkan ada yang diancam akan diberhentikan,” ungkapnya.
Mestinya, katanya, pegawai negeri sipil (PNS) harus netral di pilkada. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Kepegawaian. “Dalam undang-undang sudah tegas dinyatakan PNS wajib netral dalam pilkada. Jika ada birokrasi terlibat, maka mereka bisa dipecat.”
Karena itu, dia meminta agar masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam Pilkada DKI. “Kalau ada aparat Pemda ikut kampanyekan salah satu kandidat, maka harus laporkan,” tegasnya.
Sedangkan yang keti adalah, incumbent mampu memanilulasi daftar pemilih tetap (DPT). Caranya, dengan mengacak-acak DPT di basis lawan-lawannya.
“Saya kira, orang berkuasa itu banyak enaknya, dan akan berupaya untuk kembali merebut dan menduduki tempat kekuasaan itu,” tutupnya. QAR
\

Gawat, Perairan Selat Malaka Sudah Dikuasai Kapal Asing

Hasil Pertemuan DPD Sama Pemprov Kepulauan Riau (Sub)


Kalangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah mengendus keinginan pihak asing untuk menguasai perairan di Indonesia, khususnya di perairan Selat Malaka.
Senator asal Kepulauan Riau (Kepri), Djasarmen Purba mengungkapkan, hasil pertemuannya dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I di Batam pada 9 April hingga 8 Mei lalu terungkap banyaknya kapal berbendera asing yang mendominasi perairan Selat Malaka.
Dari pantauan Djasarmen, di wilayah perairan Pulau Iyu Kecil Kabupaten Bintan sampai Pulau Nongsa- Batam Provinsi Kepulauan Riau, pelaksanaan pemanduan kapal masih dilakukan oleh kapal berbendera asing. Diperkirakan, panjangnya wilayah perairan itu sekitar 48 mils. “Jika itu dikuasai kapal asing, ini jelas-jelas melanggar kedaulatan Negara Republik Indonesia di wilayah tersebut,” tegas Djasamen kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Dalam pertemuan dengan Pemprov Kepri itu, papar Djasarmen, PT Pelindo I sudah mengusulkan ke Kementerian Perhubungan agar jadi pemandu kapal-kapal yang melintasi Selat Malaka sejak tiga tahun lalu.
“Intinya, siapapun perusahaannya, yang terpenting kita harus mengelola kapal-kapal asing yang melintasi wilayah kita. Bukan kita membiarkan negara asing mengelolanya,” tegasnya.
Karena itu, dia mendesak Kementerian Perhubungan segera menindaklanjuti persoalan tersebut. “Pertahunnya, pemerintah daerah bisa rugi hingga puluhan miliar.”
Selain itu, lanjutnya, jika pengelolaan kapal-kapal di Selat Malaka itu dilakukan pihak Indonesia, maka akan memberikan pemasukan untuk negara dan daerah. “Seharusnya, keuntungan bisa dinikmati daerah kita, tapi justru diambil negara asing seperti Singapura,” paparnya.
Jika perairan Selat Malaka tetap dimonopoli asing, dia memprediksi, sekitar Rp 200 milar negara dirugikan pertahunnya.
Karena itu, Djasarmen bersama anggota DPD lainnya berjanji akan memonitor terus kinerja Kementerian Perhubungan.
Sebab kegiatan itu tidak boleh dibiarkan karena akan menginjak-injak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Lebih parahnya, harga diri kita diinjak-injak asing. Menegakkan kedaulatan negara, hasus diikuti aksi nyata dengan mengawasi wilayah perbatasan, yaitu alur internasional Selat Malaka-Singapur,” tutupnya. QAR

Bawaslu Kecewa KPUD Tiga Kali Tunda Pilgub Papua Barat

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merasa kecewa dengan sikap KPUD Provinsi Papua Barat. Pasalnya, KPUD sudah tiga kali menunda Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua Barat 2011.
Menurut jadwal pertama, Pilgub digelar 27 April, kemudian berubah menjadi 28 Mei 2011. Setelah itu, jadwalnya pilgub berubah lagi jadi 27 Juni mendatang.
Belakangan ini, rencana pilkada itu ditunda lagi.
Harusnya, kata anggota Bawaslu Wirdiyaningsih, semua stakeholder memiliki iktikad baik untuk melangsungkan proses pilkada tepat waktu. “Pilkada merupakan acara yang memiliki aturan mainnya. Jadi, tidak bisa seenaknya main undur begitu saja,” jelasnya saat dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Karena itu, pihaknya mengultimatum KPUD Provinsi untuk mendukung proses pilkada sesuai dengan aturan mainnya. “Kalaupun memang diundur, maka harus melalui prosedur, dan payung hukum jelas, bukan lantaran pendekatan poltik,” tegas Wirdyaningsih.
“Tidak seharusnya pilkada dipolitisasi.
Kita sudah nge-push mereka untuk tetap melaksanakan jadwal pilgub sesuai rencana,” tambahnya.
Dia mengakui, beberapa hari lalu, dirinya sudah bertemu dengan stakeholder seperti KPUD Provinsi, tokoh-tokoh, kepolisian agar melaksanakan proses pilkada sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. “Tapi, memang, dalam pertemuan itu tidak ada kepastian bahwa pilgub akan tetap dilaksanakan pada 27 Juni 2011,” tuturnya
Seharusnya, akunya, saat ini sudah mulai masuk tahapan kampanye. “Tapi, nyatanya, penetapan calon gubernur dari KPUD Provinsi belum juga dilakukan. Ini sudah menyalahi aturan.”
Meski demikian, pihaknya mentoleril pengunduran Pilgub Papua Barat ini lantaran sampai saat ini, Majelis Rakyat Papua (MRP) belum memberikan pertimbangan mengenai syarat gubernur-wakil gubernur harus orang asli Papua.
“Kita menghormati karena Papua merupakan daerah khusus, seperti Aceh. Tapi seharusnya mereka memiliki iktikad baik untuk segera merampungkan MRP,” jelasnya.
Sebelumnya, Divisi Hukum dan Humas KPU Papua Barat, Filep Wamafma menjelaskan, Pilgub Papua Barat akan ditunda. Menurut Filep, ada dua alasan pilgub ditunda. Pertama, tahapan pencabutan nomor urut pasangan yang seharusnya dilaksanakan 19 Mei 2011 tidak terealisasi.
Kedua, sehari sebelum tahapan dimulainya kampanye pada 10 Juni 2011, MRP belum memberi pertimbangan dan persetujuan tentang syarat orang asli Papua.
Molornya pilgub ini juga berdampak para pemilihan bupati-wakil bupati (pilbup) di Kabupaten Maybrat dan Tambrauw.
“Dengan bergesernya tahapan pemilihan gubernur dan wakil gubernur maka, dengan sendirinya pemilihan bupati dan wakil bupati di Maybrat dan Tambrauw juga ikut bergeser. Nanti akan bicarakan teknisnya dengan KPU kedua kabupaten,” tandas Filep.
Walau sudah memutuskan untuk menunda pilgub, tapi KPUD belum bisa memastikan kapan tahapan dilanjutkan kembali termasuk hari pemungutan suara.
Filep mengatakan, untuk kelanjutan tahapan masih menunggu pelantikan pimpinan definitif MRP Papua Barat.
“Ada kepastian jadwal atau tahapan bila pimpinan MRP Papua Barat dilantik oleh Mendagri,” tukas Filep.
Meski demikian, dia mengatakan, penundaan pilgub tak berlangsung lama. Pemungutan suara dilaksanakan sebelum masa jabatan gubernur-wakil gubernur periode 2006-2011 berakhir pada 24 Juli 2012. QAR

KPUD Jakarta Diminta Awasi Pemilih Gelap

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto meminta KPUD DKI Jakarta mewaspadai pemilih gelap di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012.
Pasalnya, banyak warga DKI yang sudah pindah ke daerah tetangga seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor, tapi masih terdaftar sebagai warga DKI Jakarta.
Ngerinya lagi, lanjutnya, pemilih gelap itu bisa dimanfaatkan oknum tertentu untuk mendukung salah satu pasangan calon.
Jika pemilih gelap ini dimobilisasi, dia memperkirakan, jumlahnya bisa ratusan ribu orang.
“KPUD harus mewaspadai itu, karena bukan tidak mungkin pemilih gelap atau gost voters itu bakal marak di Pilgub DKI,” katanya saat berbincang bincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Selama ini, diakuinya, penyelenggaran pemilu hanya mengantisipasi masalah daftar pemilih tetap (DPT) seperti pemilih ganda, pemilih di bawah umur, pemilih yang sudah meninggal dan lainnya.
“Tapi, antisipasi pemilih gelap belum dilakukan. Jika itu terjadi, maka akan memperkeruh keadaan.”
Sebelumnya juga, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan mengantisipasi munculnya pemilih di bawah umur di Pilkada DKI 2012. Menurut anggota Bawaslu Wahidah Suaib, antisipasi munculnya pemilih di bawah umur ini berdasarkan pengalaman di beberapa daerah yang sudah menggelar pilkada.
Menurutnya, daftar pemilih tetap (DPT) pilkada masih banyak bermasalah, misalnya anak di bawah umur masih dicantumkan, orang meninggal dan pindah tempat tinggal masih tercatat atau masuk dalam DPT sebagai pemilih.
“Bukan hal mustahil pemilih di bawah umur akan banyak dan bisa mencapai ribuan orang akan ditemukan di Pilkada DKI. Dari yang ditemukan Panwaslu di beberapa daerah, pemilih di bawah umur merupakan angka cukup signifikan,” ungkapnya kepada Rakyat Merdeka.
Untuk itu, pihaknya mengaku, tengah menggodok petugas Panwaslu DKI Jakarta agar jeli terhadap identitas pemilih. Pemilih di bawah umur itu dapat diketahui dengan melihat tanggal kelahirannya.
Jika Panwas DKI sudah terbentuk, lanjut dia, Bawaslu akan mendesak untuk meminta langsung data Daftar Pemilih Potensial Pemilu (DP4) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov). Nanti akan dibandingkan dengan data pemilih pada Pilpres lalu.
Secara administasi, lanjut Wahidah, yang bertanggungjawab tentang masalah pemilih di bawah umur adalah KPUD DKI.
Seharusnya, KPUD kroscek dan kalrifikasi kembali terhadap hasil pendataan yang diberikan Pemprov dan jangan langsung menetapkan DPT. Debab, data itu kemungkinan salah.
Selain pemilih di bawah umur, Bawaslu juga mewanti-wanti Panwas DKI agar lebih menekankan berbagai persoalan yang menyangkut DPT. Sebab akan muncul dugaan daftar pemilih ganda, nama yang tidak dikenal masuk dalam DPT atau pencatatan anggota TNI/Polri.
“Kedepannya panwas harus menyoroti tahapan penetapan pasangan calon, kampanye, pemungutan dan perhitungan suara.” QAR

Forkabi Tetap Dukung Cagub Putra Asli Betawi

Senyalemen Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) bakal mendukung calon gubernur (cagub) DKI Jakarta 2012 di luar putra asli Betawi terbantahkan sudah.
Anggota Dewan Pembina Forkabi, Hoesin Sani saat ditemui Rakyat Merdeka kemarin, menegaskan, ormasnya akan mendukung cagub dari putra asli Betawi. Meski demikian, lanjutnya, dalam menentukan calon, Forkabi akan menelisik lebih dulu setiap kandidat seperti track record dan loyalitas. Termasuk apakah calonkan itu mampu menyelesaikan segala problematika ibukota apa tidak.
Selain itu, papar Hoesin, calon harus mampu mewujudkan tiga pilar utama Forkabi. Yakni, mengangkat harkat martabat Betawi, mensejahterakan warga Betawi seperti membuka lapangan pekerjaan dan melestarikan budaya Betawi.
Disinggung sosok kandidak balon Gubernur DKI 2012 dari Partai Demokrat Nachrowi Ramli, Hoesni belum bisa memastikannya. Tapi, dia menilai, Nachrowi memiliki ketiga komponen di atas.
Bahkan, dia mengaku, antara Forkabi dengan Nachrowi memiliki hubungan emosional kuat. Dengan berbagai pengalamannya dan karakternya, Nachrowi masuk dalam salah satu kandidat terkuat yang bakal didukung Forkabi di Pilgub 2012.
“Tapi semunya kita serahkan pada rapat pimpinan. Sebab dalam AD/ART, dukungan kita harus melalui rapat pimpinan. Dalam rapat itu nantinya, enam ketua wilayah DKI diikut sertakan termasuk ketua-ketua kabupaten di sekitar Jakarta,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, dia menanggapi kabar pecahnya Forkabi dalam mengusung Cagub DKI 2012. Bekas ketua Forkabi dua periode itu menilai, dukungan pengurus Forkabi ke salah satu balon dari Partai Golkar itu pernyataan pribadi, bukan sikap resmi Forkabi.
Karena itu, Hoesni berharap, kader dan simpatisan bersatu padu menyatukan visi dan misi sehingga Forkabi bisa memberikan sumbangsih bagi masyarakat Jakarta, dan bangsa pada umumnya. “Saya berharap kader Forkabi kompak, utuh dan sejahtera,” tegasnya.
Sebelumnya, salah satu pengurus DPP Forkabi, Dudung Asnun Najib menyatakan, kesediaanya mengusung balon Tantowi Yahya. Sebab Tantowi
dinilai memiliki kelayakan menjadi orang nomor satu di ibukota.
“Bagi saya, Tantowi layak jadi Gubernur DKI. Dia memiliki bibit dan bobot baik. Kami tidak menilai darimana calon berasal, tapi apa yang akan mereka berikan untuk Jakarta. Siapapun sukunya, kalau dia memiliki komitmen membangun DKI, kita akan dukung,” kata Dudung QAR

KPUD DKI Diminta Waspadai Pemilih Gelap Di Pilgub

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto meminta KPUD DKI Jakarta mewaspadai pemilih gelap di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012.
Pasalnya, banyak warga DKI yang sudah pindah ke daerah tetangga seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor, tapi masih terdaftar sebagai warga DKI Jakarta.
Ngerinya lagi, lanjutnya, pemilih gelap itu bisa dimanfaatkan oknum tertentu untuk mendukung salah satu pasangan calon.
Jika pemilih gelap ini dimobilisasi, dia memperkirakan, jumlahnya bisa ratusan ribu orang.
“KPUD harus mewaspadai itu, karena bukan tidak mungkin pemilih gelap atau gost voters itu bakal marak di Pilgub DKI,” katanya saat berbincang bincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Selama ini, diakuinya, penyelenggaran pemilu hanya mengantisipasi masalah daftar pemilih tetap (DPT) seperti pemilih ganda, pemilih di bawah umur, pemilih yang sudah meninggal dan lainnya.
“Tapi, antisipasi pemilih gelap belum dilakukan. Jika itu terjadi, maka akan memperkeruh keadaan.”
KPU Mulai Sosialisasi
Ditempat terpisah, KPU pusat mulai mensosialisasikan tahapan Pilgub DKI Jakarta. Dalam sosialisasinya, lembaga pimpinan Abdul Hafiz Anshary itu berencana mengubah tahapan jadwal pendaftaran bakal calon (balon) gubernur DKI.
Menurut anggota KPU Endang Sulastri, pemeriksaan kesehatan direncakana bakal dilakukan sebelum balon mendaftar.
“Sekarang kita ubah mekanismenya. Sebelum melakukan pendaftaran, bakal calon melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu,” jelasnya dalam acara Sosialisasi Tahapan Pilkada Provinsi DKI Jakarta 2012, kemarin.
Rencana perubahan mekanisme itu guna meminimalisir adanya gugatan dari pihak-pihak yang tidak terima jika bakal calonnya tidak lolos tes kesehatan.
Endang lalu mencontohkan beberapa kasus seperti di Karawang. Di sana balon yang telah mendaftar dinyatakan tidak lolos oleh tim dokter karena ada masalah dengan kesehatannya.
“Salahnya, hasilnya itu belum sampai di KPU, tapi kabarnya sudah meluas. Saat kita coret namanya ini menjadi ramai, akhirnya dokter terkesan diintervensi dan keadaan ini dimanfaatkan pihak tertentu,” tutur Endang.
Selain itu, pihaknya tengah menyiapkan daftar rumah sakit pemerintah yang diberi izin untuk memeriksa kesehatan balon.
Dalam kesempatan itu, dia membolehkan beredarnya baliho, spanduk, maupun poster balon yang mulai marak dipasang disudut-sudut kota.
Menurutnya, tindakan itu tidak masuk dalam kategori mencuri start. Sebab, lanjut Endang, balon yang mulai terpampang di baliho itu belum dipastikan diusung partainya sebagai calon gubernur.
”Tidak jadi soal mereka memasang baliho, spanduk, atau poster. Karena mereka belum tentu maju di Pilkada DKI 2012. Selama tidak berbenturan dengan peraturan perundang-undangan, tidak masalah. Itu dianggap sebagai bentuk sosialisasi atau perkenalan kepada masyarakat,” ujar Endang.
Yang perlu dipertahatikan, masih katanya, apakah baliho atau spanduk mereka pasanga itu sudah sesuai aturannya atau tidak. “Apakah mereka membayar pajak atas baliho ataupun spanduk yang mereka pasang? Apakah mereka memasanya sudah benar atau tidak? Itu yang perlu diperhatikan,” tutupnya. QAR

Parpol Diminta Selektif Usung Cagub

Sebagai agen utama penyeleksi calon kepala daerah, partai politik (parpol) diminta selektif mengusung figur di Pilkada DKI Jakarta 2012.
Pengamat politik dari Unas Alfan Alfian merasa kecewa dengan parpol yang mengusung calonnya di pilkada dengan kualitas rendahan.
“Parpol itu seharusnya selektif dalam mengusulkan calon gubernur, apalagi di Pilkada DKI. Kualitas calon harus benar-benar berkualitas. Jangan parpol berperan sebagai calo kekuasaan,” tegas Alfan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Gagalnya sejumlah daerah meningkatkan kualitas daerahnya lantaran parpol tidak selektif mengusung calonnya dalam kontestasi pilkada.
“Saat ini mind set parpol cenderung pragmatis. Mereka tidak melihat track record dan kemampuan si calon yang maju
di pilkada. Mereka hanya melirik calon punya kekuatan financial saja.”
Jika di Pilkada DKI 2012 parpol mengusung cagub tanpa mengedepankan kualitas, dia memastikan DKI ke depan akan lebih mengalami kemerosotan.
“Itu akan menjalar ke berbagai sektor kehidupan masyarakat DKI. Yang patut disalahkan adalah parpol pengusungnya,” jelas Alfan.
Bahkan, dengan kualiatas kepala daerah murahan, dia khawatir, budaya koruptif di jajaran pemerintah daerah makin merajalela atau menambah subur.
Dijelaskan, gubernur itu adalah cerminan dari parpol, sehingga jika masyarakat merasa kecewa, maka mereka akan kecewa dengan parpol.
“Resikonya, parpol itu tidak akan dipercaya dan tidak lagi akan didukung masyarakat dalam pencalonan berikutnya. Tingkat kepercayaan terhadap parpol akan semakin anjlok.”
Menurutnya, kunci yang harus dijalankan parpol untuk bisa memenangkan pilkada. Yakni memilih figur dikenal dan dikehendaki masyarakat dengan melihat karakter pemilih serta `mesin pemilih` yang kuat atau kerja-kerja `mesin partai` yang berjalan dengan baik.
“Untuk di DKI, pemimpin berani berbuat untuk kepentingan rakyat sangat dibutuhkan. Figus seperti Ali Sadikin akan sangat dirindukan warga DKI,” ujarnya.
Disisi lain, dia tidak yakin calon independent bisa berjaya di Pilgub DKI.
Pasalnya, calon independen tidak memiliki modal cukup untuk memobilisasi masa dalam memberikan dukungannya.
“Ini berbeda calon dengan dukungan parpol, mereka sudah terbiasa dengan memobilisasi masa dan punya kekuatan dana besar.”
Selain itu, calon indpenden kalah start berkampanye. “Calon indpenden mulai berkampanye setelah dia resmi mendaftarkan diri di KPU. Sementara calon dari parpol sudah dimulai jauh sebelum mendaftar,” tutupnya. QAR

3 Modus Kepala Daerah Menutupi Kasus Korupsi

Hasil Pengamatan Ekonom Hendri Saparini (sub)

Praktik korupsi secara kolektif kepala daerah untuk menutupi kasus korupsinya masih terus jadi sorotan berbagai kalangan.
Hasil pengamatan pengamat ekonomi Hendri Saparini terungkap bahwa, paling tidak ada tiga modus yang dilakukan kepala daerah, baik di provinsi, kabupaten dan kota, untuk menutupi berbagai kasus korupsinya. Pertama, dengan mencalonkan diri untuk terus jadi kepala daerah.
Kedua, mencalonkan anggota keluarganya, kerabatnya atau orang-orang yang secara khusus diusung untuk menutupi kasus korupsi kepala daerah.
Menurut Saparini, antara kepala daerah periode lama dan baru biasanya memiliki keterikatan. Mereka justru ditugaskan untuk membungkam kasus korupsi yang pernah dilakukan kepala daerah sebelumnya.
“Jangan heran kalau ada kepala daerah yang diusung adalah kerabat bahkan istri dari kepala daerah periode sebelumnya. Mereka sengaja diusung untuk menjaga kasus korupsi periode sebelumnya tidak terungkap,” kata Saparini saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Saparini mengaku, pernah menjadi panelis dalam fit dan proper test calon gubernur di sebuah daerah. Ia heran gubernur yang telah menjabat dua kali mencalonkan diri lagi menjadi wakil gubernur. Begitu pula yang dicalonkan adalah keluarga dari kepala daerah sebelumnya.
Menurutnya, beberapa kepala daerah menyusun dana pemilihan atau election budget yang diselewengkan dari kas APBD. Election budget itu digunakan kepala daerah untuk mencalonkan kembali dirinya di periode mendatang.
”Saya tidak pernah menjumpai kepala daerah yang mau hanya memimpin satu periode saja. Mereka pasti mencalonkan kembali karena mereka telah menyusun anggaran sedemikian rupa dari APBD untuk pemilihan selanjutnya,” terangnya.

Diakui, umumnya kasus korupsi kepala daerah terendus ketika sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala daerah. Atau keluarga, istri dan kerabatnya tidak bisa menggantikan posisi kepala daerah itu.
“Jika kerabat, keluarga atau orang yang ditugaskan kepala daerah itu berhasil menduduk kursi gubernur, bupati atau walikota, maka kasus korupsi kepala daerah sebelumnya akan ditutup-tutupi,” paparnya.
Modus ketiga yang akan dilancarkan kepala daerah untuk menutupi kasus korupsinya adalah dengan jadi kutu loncat, bergabung dengan partai politik penguasa.
Belakangan ini, dia mencurigai, banyaknya kepala daerah beralih ke partai penguasa. Pasalnya, kata dia, partai penguasa cukup memiliki kekuatan untuk memendam kasus korupsi agar tidak terkuak. “Itu sudah bukan rahasia umum.”
Saat ini, lanjutnya, partai penguasa menjadi tempat paling nyaman untuk berlindung dari pengusutan kasus korupsi.
Meski demikian, ujar Saparini, kepala daerah yang korup akan tetap jadi bidikan aparat hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah partainya tidak berkuasa lagi.
“Saat ini, orang pindah partai bukan karena ideologi, tapi untuk mencari kekuasaan, keamanan dan perlindungan agar kasus korupsinya tidak diutak-atik,” tambahnya.
Dia menilai, fenomena kutu loncat atau kepala daerah pindah dari partai satu ke partai lain adalah sebagai usaha penyelamatan diri dari masalah-masalah hukum yang dihadapinya. “Bahkan beberapa kepala daerah yang pindah ke partai penguasa berharap dapat melepaskan diri dari jeratan hukum,” tambahnya.
Saparini mengungkapkan, maraknya dana APBD yang diendapkan di bank sehingga bunganya bisa dimanfaatkan oleh pejabat daerah untuk kepentingan pribadi dan kelomponya.
“Seharusnya dana itu langsung disalurkan ke masyarakat, bukan ditahan di bank lama dengan maksud untuk mendapatkan bunganya. Ini kan jelas merupakan tindak pidana korupsi,” ujarnya.QAR

Mendagri Belum Mau Balikin Jabatan Gubernur Ke Agusrin

Kejaksaan Agung Masih Ajukan Kasasi (sub)

Meski Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sudah memvonis bebas Agusrin Najamuddin, tapi Mendagri Gamwan Fauzi belum mau mengembalikan kursi Gubernur Bengkulu ke Agusrin. Hal ini karena proses hukumnya berlanjut yakni Kejagung masih mengajukan kasasi.

Demikian diungkapkan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek saat dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin. Pernyataan Reydonnyzar itu menanggapi surat Plt Gubernur Bengkulu Junaidi Hamzah yang meminta Mendagri Gamawan Fauzi mengembalikan status Agusrin sebagai Gubernur Bengkulu pasca-vonis bebas hakim PN Jakpus.
“Sementara ini, status nonaktif Agusrin belum akan kita (Kemendagri) cabut sebab proses hukumnya masih berlanjut,” jelas Reydonnyzar.
Dijelaskan, pada Pasal 129 Ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2005 dengan jelas disebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasi dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya.
”Tapi, mengingat Agusrin masih menjalani proses hukum karena Kejagung masih mengajukan kasasi, maka Kemendagri tidak bisa mengaktifkannya. Dengan tidak mengurangi statusnya yang tetap menjadi terdakwa,” tegas Reydonnyzar.
Sementara itu, Wakil Jaksa Agung Darmono mengaku, Kajagung belum menerima salinan putusan bebas Agusrin Najamudin. Darmono meminta agar salinan diserahkan agar bisa dipelajari.
"Kami belum terima salinan putusan Agusrin, belum. Kita harapkan bisa dipelajari untuk melanjutkan langkah hukum selanjutnya," kata Darmono usai rapat anggaran dengan Komisi III, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Darmono, jaksa mengajukan kasasi karena hakim tidak melakukan sebagaimana mestinya. Hakim mengabaikan sebagian alat bukti dipersidangan. "Memori kasasi hakim tidak melakukan sebagaimana mestinya. Harusnya semua alat bukti dipertimbangkan," ujarnya.
Darmono menyatakan, ke depannya kejaksaan akan melakukan apa yang seharusnya jaksa lakukan. Kejaksaan tidak akan memperhitungkan masalah etika hakim yang memutus persidangan kasus Agusrin.
”Kita melakukan apa yang harus kita lakukan sesuai hukum yang ada. Kita tidak akan menilai dari etika,” imbuh Darmono.
Diketahui, PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis bebas kepada Agusrin. Majelis hakim yang diketuai Syarifuddin (kini ditangkap KPK terkait dugaan suap dalam kasus lain) menyatakan, Agusrin tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Agusrin sebelumnya didakwa dalam kasus korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan senilai Rp 20,162 miliar.
Kasus itu terjadi saat dirinya masih menjabat Gubernur Bengkulu pada periode sebelumnya. Jaksa menuntut hukuman 4,5 tahun bagi Agusrin. QAR

Kasus Nazaruddin Bisa Turunin Suara Demokrat

Kasus yang membelit kader Partai Demokrat Nazaruddin dinilai akan pengaruh terhadap perolehan suara partai berlambang mercy di Pilkada DKI 2012.
Lembaga survei Indopolling mengungkapkan, kasus dugaan korupsi yang melilit kader Demokrat itu sedikit banyak berpengaruh dalam pertarungan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun depan.
Direktur Indopolling Karyono Wibowo
memastikan, kasus-kasus yang mendera partai politik akan berimbas pada perolehan suara saat pilkada.
”Kasus yang menimpa parpol tentunya ada korelasi dengan suara atau dukungan masyarakat. Kalau negatif, maka dukungan akan menurun. Sebaliknya, jika positif, maka dukungan atau suara akan naik,” kata Karyono saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Meski demikian, lanjutnya, kasus kader parpol Demokrat, Nazaruddin itu tidak akan banyak penurunan perolehan suara pada Pilgub DKI.
”Mungkin, pengaruh kasus kader partai itu sekitar 10 persen. Itu karena pemilih di Indonesia bukan pemilih idiologis. Sekarang pemilih lebih melihat figur gubernurnya ketimbang parpolnya,” papar Karyono.
Dia mengakui, untuk Partai Demokrat agak spesial. Pasalnya, citra SBY masih kuat di mata masyarakat.
”Apapun yang terjadi di tubuh Demokrat, maka sulit menumbangkan partai itu di pilkada. Kecuali kalau SBY terkena kasusnya. Masyarakat melihat demokrat itu SBY, bukan Nazaruddin,” jelasnya.
Hal ini berbeda dengan PDIP. Setelah digoyang kasus Agus Condro, perolehan partai berlambang kepala banteng dengan moncong berwarna putih itu langsung melorot.”Itu dibuktikan dengan hasil survei,” jelasnya.QAR

Bawaslu: Tak Ada Alasan Untuk Tunda Pilgub Aceh

Meski DPRA Belum Rampungkan Qanun Pilkada (Sub)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) segera merampungkan revisi Qanun Pilkada yang mengatur sistem penyelenggaraan pilkada.
Menurut anggota Bawaslu Wirdyaningsih, DPRA harus fokus menggarap Qanun Pilkada karena Pemilihan Gubernur (Pilgub) sebentar lagi digelar.
Apalagi, lanjutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan mencabut Pasal 256 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan membolehkan calon independen maju di Pilkada Aceh.
“Putusan MK tidak boleh menjadikan DPRA bimbang. Putusan MK itu bersifat final. Jadi, tidak ada alasan Pilkada Aceh jadi molor,” papar Wirdyaningsih saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Belakangan ini, diakuinya, DPRA dihadapkan pada polemic calon independen. Pasalnya, sesuai ketentuan Pasal 256 UU Pemerintah Aceh disebutkan, calon independen hanya dimungkinkan saat Pilkada 2006 saja.
Meski demikian, Wirdyaningsih berharap, Pilgub Aceh harus terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Aceh yaitu pada 14 November 2011. “Tidak ada alasan pemilihan Gubernur jadi molor meski Qanun Pilkada belum selesai,” tegasnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 disebutkan, pilkada bisa ditunda jika terdapat peristiwa bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan gangguan lainnya.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 disebutkan, Pilkada ditunda jika cuma pasangan calon tunggal saja. Selain itu, lanjutnya, pilkada bisa ditunda jika tidak ada anggaran. “Jadi, di Aceh, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pilgub,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, desakan Bawaslu agar Pilkada Aceh tetap digelar sesuai jadwal karena jabatan Gubernur Aceh akan berakhir awal 2012. Hal ini mewajibkan tahapan pilkada segera dilaksanakan dan tidak ada alasan yang sesuai hukum untuk menunda pilkada. “Kami berharap, Panwas juga segera terbentuk untuk mengawasi tahapan pilkada sejak awal. Berkaca dari Pilkada Aceh terdahulu, dimana Panwas terlambat dibentuk akibat adanya perdebatan antara Bawaslu dan DPRA dalam perekrutan Panwas, maka sebaiknya permasalahan tersebut tidak terulang,” ujar Wirdyaningsih.
Karena itu, di berharap, rangkaian Pilkada Aceh tidak menjadi pemicu permasalahan baru, melainkan jadi alat untuk lebih menciptakan kedamaian di Aceh, pasca Perjanjian serta melanjutkan sukses Pilkada 2006.
Sebelumnya, Senin (30/5) lalu, DPRA curhat ke DPR. Dalam pertemuan itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) III DPRA, Adnan Beuransyah menyampaikan keluhannya terkait munculnya konflik menjelang pilkada.
Kata Adnan, dengan diizinkannya calon independen maju di pilkada justru mengakibatkan kondisi di Aceh rentan terhadap aksi konflik.
“Inilah yang jadi dilema bagi kami di Aceh. Saat ini, di Aceh sudah muncul dua kelompok yakni kelompok pendukung (calon independen) dan kelompok menolak calon independen,” kata Adnan Beuransyah saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Tim Kerja Otda Komisi II DPR membicarakan masalah rancangan Qanun Pilkada.
Saat ini, katanya DPRA masih dalam proses pembahasan rancangan Qanun Pilkada yang menjadi dasar hukum pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Padahal, Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh sudah menetapkan tahapan dan tanggal pemungutan suara pada 14 November 2011.
Menyangkut perkembangan rancangan Qanun Pilkada, ia mengatakan, saat ini sudah masuk dalam pembahasan. DPRA akan mengundang ulama tokoh masyarakat, maupun unsur pemerintah daerah untuk mendengar pendapatnya.
“Kalau pembahasannya selesai dalam waktu dekat ini, rancangan qanun tersebut bisa disahkan Juni 2011,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat meminta KIP Aceh melaksanakan pilkada tepat waktu. “Sementara bagi kami itu tidak mungkin karena Pilkada Aceh ditentukan dengan qanun, bukan oleh KIP Aceh,” ujarnya. QAR

Warga Tionghoa Berharap Cagub Jakarta Pluralis

Keinginan Jakarta ke depan lebih baik dari sebelumnya terus menjadi harapan setiap warga ibukota.
Selain mampu mengatasi berbagai persoalan menghimpit ibukota, masyarakat keturunan Tionghoa berharap ke depan, DKI Jakarta dipimpin sosok pluralis.
“Siapa pun orangnya, yang penting jangan sampai gubernur baru mengeluarkan kebijakan diskriminatif. Kalau bisa menghapus segala bentuk diskriminasi. Sampai saat ini, diskriminasi itu masih dirasakan sebagian warga keturunan Tionghoa,” tegas Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Daniel Johan kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Daniel mengaku, warga keturunan Tionghoa di Jakarta jumlahnya cukup signifikan. Diperkirakan, jumlah pemilih warga keturunan di DKI ini sekitar 30 persen dari total keseluruhannya.
Daniel meramalkan, dalam pilkada nanti, warga Tionghoa akan berpartisipasi aktif dengan ikut memberikan suara. Mereka tidak lagi bersikap pasif dalam politik seperti pada masa Orde Baru.
”Dari seluruh warga Jakarta keturunan Tionghoa yang memiliki hak pilih, saya kira sekitar 75 persen akan ikut memilih di pilkada. Asalkan mereka terdaftar dan bisa ikut memberikan suara,” papar Wasekjen PKB ini.
Mengenai siapa calon yang didukung warga Tionghoa, Daniel belum bisa memastikannya karena memang belum pasti figurnya.
“Kita lihat saja nanti, memang banyak pandangan berbeda. Tapi, tentu kami akan memilih gubernur yang punya perhatian kepada kami,” ujar Daniel.
Memang, diakuinya, belakangan ini sudah banyak bakal calon (balon) gubernur yang sudah mengumbar pluralitas dalam pencalonannya. Tapi, kata dia, hal itu perlu dibuktikan dengan nyata, bukan hanya diucapkan di bibir saja.
“Tentunya kita akan memilih figure calon gubernur yang benar-benar pluralitas. Bukan hanya sebatas ucapan di lidah saja. Selain itu, kita juga akan lihat track record masing-masing calon,” paparnya.
Staf khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) ini mengungkapkan, adanya kerinduan dari warga Tionghoa untuk mendapatkan Gubernur DKI yang memahami rakyat, bukan mengikuti kehendak rakyat.
“Memahami rakyat dan menuruti kehendak rakyat itu merupakan dua hal berbeda. Suara rakyat kan bisa dibeli kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan sendiri. Jadi, diperlukan seorang gubernur yang tak mau begitu saja mengikuti tuntutan rakyat,” ungkap Daniel.
Selain itu, tambahnya, Gubernur Jakarta yang baru nanti harus mampu mendorong para lurahnya agar lebih merakyat. Banyak pemimpin yang awalnya orang biasa yang bersahaja, tetapi bersikap feodal begitu jadi pejabat. “Buktinya, banyak pejabat maunya diurus, mapnya saja harus dibawakan,” tutupnya. QAR

Pilgub DKI 2012 Diprediksi Cuma 4 Pasangan Calon

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), Siti Zuhro memprediksi Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012 akan berbeda dengan pilkada periode lalu.
Siti memperkirakan, Pilgub DKI tahun depan, akan diikuti maksimal empat pasang calon. Sebab, dua partai yakni Demokrat dan PKS sudah bisa mencalonkan kandidatnya karena sudah memenuhi syarat pencalonan. Kemungkinan dua partai lainnya seperti Golkar dan PDIP atau calon independent juga ikut mencalonkan kadernya.
“Kalau Pilgub 2007 diikuti hanya dua pasang calo, maka pilgub nanti akan diikuti sekitar tiga atau empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur,” jelas Siti saat dihubungi Rakyat Merdeka tadi malam.
Meski saat ini banyak bakal calon sudah mulai mengumbar, Siti meyakini, akan banyak balaon berguguran atau beralih mencalonkan sebagai wakil gubernur.
“Yang ketahuan itu kan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Kelihatannya partai lain, seperti Golkar, PDIP itu inginkan maju juga. Mungkin dua partai ini akan mencari partai-partai kecil untuk berkoalisi dan bergabung mengusung calonnya,” ujarnya.
Dia meyakini, calon independen bakal hadir di Pilkada DKI, nanti. Pasalnya, lanjut dia, usulan calon independen itu diawali saat menjelang Pilgub DKI 2007.
“Ruh calon independen itu lahir saat Pilkada DKI 2007, jadi dipastikan akan ada calon melalui jalur independen. Apalagi, waktu 2007 calon independen masih belum tercapai,” ujarnya.
Dia menilai, proses Pilkada DKI 2012 akan menarik perhatian banyak kalangan.
Pasalnya, Jakarta merupakan miniatur Indonesia.
Mengenai incumbent Fauzi Bowo yang ingin maju lagi di Pilkada 2012, Siti mengatakan, kemungkinan itu bisa terjadi. Hanya saja, lanjutnya, jika Foke maju lagi, maka akan mendapat kritikan pedas dari para pesaingnya.
“Slogan yang dulu pernah dibawa Fauzi Bowo akan jadi boomerang baginya. Slogan itu akan jadi senjata bagi calon lainnya untuk mengkritiknya,” ungkapnya.
Senada dengannya, pengamat kebijakan publik DKI, Amir Hamzah memprediksi, Pilkada DKI 2012 akan diikuti lebih dari dua pasang calon.
Kalau merujuk pada aturan mainnya, papar Amir, parpol yang diperbolehkan mengajukan cagub hanya parpol yang memiliki 15 persen suara di DPRD.
Jika ditotal, Partai Demokrat dan PKS itu adalah 56 persen, maka sisanya masih ada 44 persen lagi.
Dari 44 persen itu, lanjutnya, dimungkinkan gabungan partai mampu mencalonkan dua pasang calon lagi.
“Itu kalau partai-partai kecil itu berpencar. Jadi calon yang diusung dari parpol itu maksimal empat pasang,” jelas Amir kepada Rakyat Merdeka.
Bahkan, dia memperkirakan, Pilgub DKI nanti akan banyak mendapat perhatian ketimbang daerah-daerah lain. Selain ibukota negara, Jakarta merupakan kota memiliki PAD terbesar, sehingga diminati orang-orang yang memiliki uang untuk duduk di kursi DKI.
QAR

Diam-diam, KY Usut Vonis Bebas Agusrin

Setelah Dapat Laporan Dari Masyarakat (sub)

Diam-diam, Komisi Yudisial (KY) sudah mengusut putusan bebas Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin Najamuddin hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Pengusutan dan pengkajian itu sudah dilakukan sekitar setengah bulan lalu setelah dapat laporan dari masyarakat.

Demikian diungkapkan juru bicara (jubir) KY, Asep Rahmat Fajar kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Asep mengaku, KY sudah mendapat pengaduan dari masyarakat terkait vonis bebas Agusrin diputuskan PN Jakpus.
“Kita (KY) langsung bereaksi dengan adanya pengaduan dari masyarakat. Sudah ada tiga pengaduan dari masyarakat yang kita terima,” ungkapnya.
Hanya saja, Asep tidak mau menyebutkan apa saja materi pengaduan tersebut.
Asep mengaku, tengah menyelidiki latar belakang putusan bebas Gubernur Agusrin, seperti ada atau tidaknya ketidaksesuaian antara putusan dengan fakta-fakta persidangan.
“Kita akan menelaah hasil pemantauan persidangan, dan menelaah dokumen-dokumen terkait putusan,” jelas Asep.
Tapi, hingga saat ini, dia mengaku, KY belum mendapati temuan-temuan terbaru. Tapi, masih kata Asep, berdasarkan aturan mainnya, KY harus mengumumkan hasil penelusurannya dalam 90 hari kerja atau sekitar empat bulan.
“Apakah vonis bebas (Agusrin Najamudin) itu karena adanya kenakalan hakim atau tidak. Nanti, semuannya akan kita umumkan,” ujarnya.
Dalam waktu maksimal 90 hari itu, jelasnya, akan dimanfaatkan untuk mulai pemeriksaan bukti dan saksi.
“Apakah dapat ditindaklanjuti atau tidak kemudian menelaah hingga memutuskan apakah ada pelanggaran kode etik atau pelanggaran pedoman perilaku hakim (PPH).”
Dia membantah, jika penangkapan hakim Syarifuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin memperkuat indikasi bahwa adanya dugaan manipulasi putusan bebas Agusrin.
“Itukan beda isu. Tidak ada keterkaitannya. Kita tetap menyelidiki sesuai laporan dari masyarakat,” tegasnya.
Bahkan, KPK sudah menegaskan, perkara hakim Syarifudin bukan sebagai hakim yang membebaskan terdakwa Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin.
“Terpisah, kita tidak lihat dia hakim yang membebaskan atau tidak. Kita periksa terkait pailit perusahaan,” ujar juru bicara KPK, Johan Budi.
Perlu diketahui, hakim Syarifuddin tertangkap basah menerima suap yang diduga terkait penyitaan aset suatu perusahaanpailit oleh KPK.
Aset terpailit ini dipecah dan untuk penjualannya memerlukan izin Syarifuddin sebagai pengawas. Syarifuddin ditangkap pada Rabu (1/6) sekitar pukul 22.00 WIB. Dari penangkapan itu, KPK menyita uang sebesar Rp 250 juta dan mobil Mitsubishi Pajero milik PW diamankan KPK.
Selain itu, ada barang bukti lainnya sejumlah uang dolar.
Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch mendesak KY segera menyelidiki putusan bebas Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin Najamudin oleh PN Jakarta Pusat. Sebab banyak dugaan kejanggalan dalam putusan tersebut.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan kepada Rakyat Merdeka menduga, ada sederet kejanggalan yang terjadi saat proses pengadilan berlangsung sehingga memvonis bebas Agusrin.
Misalnya, banyak pernyataan saksi-saksi memberatkan tidak dijadikan sebagai landasan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat.
Padahal, jelasnya, saksi yang menyatakan ada dugaan keterlibatan Agusrin itu merupakan saksi kunci.
“Karena itu, memang sudah sepatutnya KY menelisik keabsahan putusan tersebut,” harapnya.
Selain itu, masih katanya, saksi-saksi yang diminta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak ditindaklanjuti majelis hakim. “Seharusnya, informasi itu ditelusuri majelis hakim, tapi itu tidak dilakukannya,” katanya. QAR

Rawan Dirasuki Tim Cagub, KIPP Pantau Gerak-gerik KPUD

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) akan terus memantau gerak-gerik KPUD DKI Jakarta menjelang Pemilihan Gubernur DKI 2012. Hal ini dilakukan karena KPUD rawan disusupi tim pasangan calon gubernur.
Demikian hal itu dikatakan Sekjen KIPP Mochtar Sindang kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Menurut Mochtar, kemungkinan KPUD dirasuki tim cagub sangat besar. Mereka dimungkinkan bekerjasama untuk memperbanyak suara atau menghilangkan suara pada pasangan tertentu.
“Itu sangat bisa terjadi. Kita lihat di sejumlah daerah banyak terjadi seperti itu. Bukan tidak mungkin terjadi di Pilkada DKI Jakarta,” paparnya.
Dari sejumlah cagub, lanjutnya, yang patut paling dicurigai pasangan incumbent. Pasalnya, incumbent memiliki akses terdekat dengan KPUD. “Misalnya pencairan dana KPUD dari anggaran daerah, maka dimungkinkan adanya kongkalingkong diantara mereka dalam mempengarui hasil pilkada,” jelasnya.
Meski demikan, pihaknya juga mengkhawatirkan tim cagub lain melakukan pendekatan ke KPUD.
Karena itu, KIPP minta agar KPUD bertindak tegas terhadap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan semua pasangan, tanpa pandang bulu.
“Itu untuk membuktikan bahwa KPUD tidak main mata dengan satu pasangan calon manapun,” paparnya.
Dijelaskan, pelanggaran yang umum dilakukan incumbent, seperti pemasangan baliho yang menggunakan anggaran daerah.
Meski incumbent menggunakan kalimat tidak mengarahkan langsung pada kampanye, tapi masyarakat mampu melihat maksud baliho itu untuk mendongkrak suara saat pilkada.
“Memang tidak ada aturan hukumnya, tapi KPUD harus menegurnya berdasarkan etika,” ujarnya.
Menurutnya, aksi pemasangan baliho itu pernah dilakukan Fauzi Bowo menjelang Pilkada DKI 2007.
Selain itu, pihaknya mengaku terus memantau anggaran DKI Jakarta akhir-akhir ini. “Sebab diakhir masa jabatannya, anggaran daerah itu kerap digunakan incumbent untuk berkampanye.”
Yang tidak kalah penting, lanjutnya, perosalan daftar pemilih tetap (DPT) yang kerap dimanipulasi pihak-pihak tertentu. Seperti persoalan ghost voter alias pemilih siluman yang diprediksi masih bergentayangan pada Pilkada DKI 2012.
“Tahun lalu, kita memperoleh data dari Panwaslu bahwa ada sekitar satu juta kartu pemilih yang tidak bertuan. Ini yang perlu dihindari di pilkada mendatang,” tutupnya. QAR

Forkabi Sudah Mulai Dukung Tantowi Yahya

Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) sudah mulai melirik kandidat bakal calon (balon) Gubernur DKI Jakarta 2012 Tantowi Yahya. Tentunya dukungan Forkabi ini mengurangi dukungan kepada balon DKI-1 dari Partai Demokrat Nachrowi Ramli.
Menurut pengurus DPP Forkabi, Dudung Asnun Najib, Tantowi dinilai memiliki kelayakan untuk menjadi orang nomor satu di ibukota.
“Bagi saya, Tantowi layak jadi Gubernur DKI. Dia memiliki bibit dan bobot baik. Kami tidak menilai darimana calon berasal, tapi apa yang akan mereka berikan untuk Jakarta. Siapapun sukunya, kalau dia memiliki komitmen membangun DKI, maka kita akan dukung,” kata Dudung saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia memiliki harapan, mesin politik atau tim sukses Tantowi dapat merangkul seluruh kalangan dan elemen di Jakarta termasuk organisasi kepemudaan. Hal ini diharapkan relawan Tantowi mengakar hingga akar rumput.
“Saya sudah bertemu Tantowi dan mendengarkan gagasan dia. Kita berharap, dia bisa membawa Jakarta jadi lebih baik ketimbang saat ini. Apalagi, Tantowi sudah dikenal banyak orang dari muda sampai tua,” tandas Dudung yang juga pengurus pusat Asosiasi Pedagang Kali Lima ini.
Ditanya bagaimana dengan dukungan terhadap Nachrowi, Dudung mengakui,
Forkabi dan Nachrowi memiliki hubungan emosional lebih erat ketimbang Tantowi. Tapi, lanjut dia, Forkabi itu bukan ormas yang mampu diarahkan untuk memilih cagub tertentu. “Tokoh-tokoh Forkabi boleh mendukung siapapun, tapi tidak dengan bendera Forkabi,” paparnya.


Jika Tantowi Yahya memiliki iktikad kuat untuk membangun Jakarta, maka dia layak duduk di kursi DKI-1. “Tentunya dengan kontrak politik.”
Selain itu, lanjutnya, dukungan kepada Tantowi ini karena tingkat popularitas Nachrowi Ramli jaum lebih rendah dibandingkan dengan Tantowi.
“Maaf-maaf saja, memang itu kenyataannya,” jelasnya.
Diketahui, Tantowi menjadi satu dari sekian nama yang akan bertarung dalam Pilkada DKI 2012. Saat ini, Tantowi sedang bersaing dengan dua tokoh Golkar lainnya yaitu Ketua DPD Golkar DKI Prya Ramadhani dan Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin.
Jika mengacu hasil survei salah satu partai politik yang dirilis belum lama ini, popularitas dan elektabilitas Tantowi memang lebih unggul dari dua pesaingnya. Tantowi berada di posisi teratas dan bersaing dengan balon lainnya yakni Wakil Bupati Tangerang Rano Karno dan Gubernur DKI Fauzi Bowo. QAR

Kejagung Masih Lanjutin Kasus Gubernur Bengkulu

Terkait Vonis Bebas Agusrin Oleh PN Jakpus (sub)

Kejaksaan Agung (Kejagung) tampaknya masih belum puas dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memvonis bebas Gubernur nonaktif Bengkul Agusrin Najamuddin.

Kejagung masih terus melanjutkan perkara dugaan korupsi APBD yang membelit bekas Ketua DPD Partai Demokrat Bengkulu itu.
Kemarin, lembaga penegak hukum pimpinan Basrief Arief tersebut mengungkapkan, keinginannya untuk mengajukan kasasi atas vonis bebas Agusrin terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi kas daerah Pemprov Bengkulu sebesar Rp 20,16 miliar.
“Pokoknya kita akan segera mendaftarkan kasasinya. Rencananya, Senin (6/6) depan, kita akan mendaftarkan kasasinya,” kata
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rochmad, kemarin.
Mengenai apa saja pertimbangan kasasi itu, Noor enggan menjelaskan detailnya. Namun, dia mengatakan, pengajuan kasasi itu lantaran PN Jakpus dinilai salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yakni ada penetapan hakim yang tidak sebagaimana mestinya.
“Apakah ada penyalahgunaan kewenangan oleh hakim? Dan apakah cara mengadili tidak sesuai dengan aturan yang ada? Ya, kita lihat saja,” paparnya.
Pengajuan kasasi itu sesuai dengan Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 jo Pasal 30 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Ada dua alasan pengajuan kasasi itu.
Pertama, karena pengadilan tidak berwewenang atau melampaui batas wewenang. Tidak berwewenang yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
Kedua, karena pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Ketiga, lantaran pengadilan dinilai lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Seperti diberitakan sebelumnya, PN Jakpus memvonis bebas Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin M Najamuddin.
Dalam putusannya, Agusrin tidak terbukti sama sekali melakukan kasus Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Provinsi Bengkulu yang merugikan negara sebesar Rp 20,16 miliar.
Majelis juga memulihkan hak dan martabatnya setelah pembacaan putusan ini.
Sebelum vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Agusrin bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, junto Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP (dakwaan primer).
Selain itu, Agusrin didakwa subsidair yaitu Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ditempat terpisah, pelaksana tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamzah meminta Mendagri Gamawan Fauzi mengembalikan status Agusrin Najamudin sebagai Gubernur Bengkulu pasca-putusan bebas majelis hakim PN Jakpus.
“Pelaksana tugas gubernur sudah menyurati Menteri Dalam Negeri agar mengaktifkan kembali status gubernur non-aktif karena sudah ada putusan bebas murni dari pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Bengkulu Ali Berti di Bengkulu, kemarin.
Ia mengatakan, surat tersebut dilayangkan pasca-putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat atas kasus korupsi, PBB dan BPHTB Bengkulu dimana Agusrin dinyatakan bebas murni dan dipulihkan nama baiknya.
Putusan majelis hakim PN Jakpus tersebut, lanjut, dijadikan dasar untuk menyurati Mendagri untuk mengembalikan statusnya dari non-aktif menjadi aktif sebagai Gubernur Bengkulu.
“Kami hanya berupaya agar status beliau dikembalikan karena sudah terbukti tidak bersalah, tapi kalau harus menunggu proses kasasi selesai kami tidak akan mendesak kemana-mana,” tambahnya. QAR

Bantu Sosialisasi, KPUD Agendakan Debat Cagub DKI

Jelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi DKI sudah menyiapkan sederet agenda guna memperkenalkan lebih dalam calon gubernurnya.
Salah satunya, mengagendakan debat calon DKI-1.
Menurut Ketua KPUD DKI Juri Ardiantoro, debat calon orang nomor satu di ibukota itu mulai dicanangkan.
“Tapi, kita belum tahu bagaimana teknisnya. Pokoknya, kita akan coba konsepnya berbeda dengan pilkada periode lalu,” jelas Juri saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Saat ini, pihaknya masih menerima masukan sejumlah anggotanya terkait debat calon.
Meski demikan, Juri menjelaskan, debat calon gubernur-wakil gubernur itu sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 69 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Kampanye Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pada Pasal 16 huruf A disebutkan bentuk kampanye dalam bentuk debat publik atau debat terbuka antar calon.
“Bahkan, sesuai dengan pasal 24, debat itu akan disiarkan secara langsung melalui siaran televisi lokal, maupun media lainnya. Ini tujuannya agar visi-misi masing-masing calon dapat dilihat masyarakat luas,” paparnya.
Masih menurut peraturan KPU itu, lanjut Juri, debat kandidat akan dilaksanakan sebanyak lima kali, dengan ketentuan dilaksanakan tiga kali untuk calon kepala daerah dan sebanyak dua kali untuk calon wakil kepala daerah.
Kemudian moderator debat pasangan calon dipilih KPU dari kalangan profesional dan akademisi yang punya integritas tinggi, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu pasangan calon. “KPU juga akan menghadirkan audiens dalam jumlah terbatas,” bebernya.
Ditanya kapan debat digelar, Juri mengatakan, waktu pelaksanaannya bertepatan pada saat kampanye. Hal itu sesuai dengan Pasal 30 bahwa kampanye dilaksanakan selama jangka waktu 14 hari, dimulai sejak 3 hari setelah pasangan calon ditetapkan sebagai peserta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh KPU dan berakhir 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
Sedangkan dana untuk debat calon gubernur, Juri mengatakan, sudah dianggarkan dari APBD. Tapi, Juri tidak menjelaskan, berapa besar dana yang akan dikeluarkan dalam debat itu.
Saat ini, masih kata dia, pihaknya masih menyusun jadwal proses pilkada, anggaran berikut berbagai pelatihan bagi anggota KPUD. Selain itu, dia juga tengah mengurusi software dan hardware. “Sofwarenya itu seperti sistem aplikasi untuk mengapdate data pemilih, hardwarenya itu seperti berbagai infrastruktur penunjang proses pilkada,” tutupnya. QAR