“Dia Cello Aditya anakku,” itulah jeritan Syifa Maesyatul Khoirot
(20) yang didampingi suaminya Jaja Nurdiansyah (31) menjelang tes DNA
untuk kedua kalinya di Laboratorium Lembaga Eijkman, Jakarta, belum lama
ini.
Pasangan suami isteri ini yakin, bayi laki-laki yang ditemukan
dalam kardus di kampung Poncol, Cikarang Utara, Oktober lalu adalah
anaknya yang hilang di Rumah Sakit Siti Zachroh, Jl Hasanuddin 84,
Tambun, Bekasi pada September 2012.
Sekalipun hasil tes DNA menunjukkan bayi yang polisi namai Muhammad
Jalil itu bukan anak kandung Jaja-Syfah, tapi karena keyakinan pasangan
paruh baya itu, akhirnya Polres Bekasi mempercayakan kepada mereka
untuk merawat bayi tersebut.
Sampai kini Polresta Bekasi masih belum bisa menangkap pelakunya.
Tangisan Jaja-Syifa ini merupakan satu dari ratusan pasangan yang masih kehilangan anaknya.
Berdasarkan catatan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), sepanjang Januari-Oktober ada 126 kasus penculikan anak. 37
kasus di antaranya hilang di Rumah Sakit, Klinik Bersalin maupun
Puskesmas. Selebihnya hilang dari lingkungan rumah, sekolah dan
tempat bermain.
Angka ini meningkat dibandingkan kasus penculikan anak pada tahun
2011, yakni sebanyak 86 kasus, 26 bayi diculik di lokasi yang sama.
“Modus operandinya dengan cara mendekati korban dan mengaku
sebagai tenaga medis rumah bersalin. Setelah keluarga tidak menaruh
curiga, sindikat penculikan bayi kemudian membawa lari bayi yang
diincar,” kata Ketua KPAI, Arist Merdeka Sirait saat berbincang kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dijelaskan, mudahnya para pelaku menculik anak karena sindikat
penculikan bayi berbasis di rumah bersalin, rumah sakit, klinik
bersalin, dan puskesmas.
Sindikat itu melibatkan dan memanfaatkan tenaga kesehatan seperti
suster, bidan, bahkan petugas kebersihan dan petugas medis magang.
Pelaku memanfaatkan kelengahan keluarga korban yang menyangka mereka
petugas medis biasa.
Menurutnya, sering kali pelaku memanfaatkan kelengahan para petugas
kesehatan dan lemahnya sistem keamanan rumah bersalin.”Sasaran para
pelaku penculik bayi di rumah bersalin adalah bayi yang berusia lima
hari ke bawah,” ucapnya.
Pemilihan umur tersebut untuk mempermudah pengalihan identitas bayi, baik akta lahir maupun surat kenal lahir.
Dikatakan, tujuan penculikan anak-anak di bawah satu tahun untuk
tujuan adopsi ilegal, baik untuk memenuhi permintaan dalam negeri
maupun permintaan lintas negara. Fakta yang terungkap, adopter
bayi-bayi yang diculik itu memberikan imbalan kepada pelaku penculikan
dengan kisaran Rp 5-10 juta per bayi sebagai pengganti biaya
persalinan dan perawatan.
“Anak-anak yang diculik ada juga yang dieksploitasi seksual dan
ekonomi dengan umur 12 tahun. Mereka dipekerjakan di jalanan maupun di
tempat-tempat prostitusi,” bebernya
Dari segi penegakan hukum, Komnas PA menilai, aparat penegak hukum
tak maksimal memberantas para pelaku sindikat penculikan dan perkosaan
anak.
Menurutnya, kondisi itu terjadi bukan disebabkan kekurangan sumber
daya manusia, namun lebih pada keefektifan struktur Polri.
“Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) hanya setingkat unit, dan ada
di Polres. Harusnya setingkat Satuan dan di tiap Polsek,” sesalnya.
Akibatnya, kata dia, segala keputusan penyelidikan kasus pidana
perempuan dan anak di bawah umur harus melalui kasat reskrim terlebih
dahulu, baru penyelidikan bisa dilanjutkan. Struktur tersebut
dianggap memperlama proses penyelidikan, sehingga pengungkapan kasus
tidak maksimal.
Kepolisian memang telah memiliki struktur khusus untuk menangani
kasus perempuan dan anak, yaitu Unit Perlindungan Perempuan dan Anak.
Namun, unit itu berada di bawah naungan Satuan Reserse Kriminal. PPA juga tidak berada di tiap Polsek.
Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Boy
Rafli Amar memastikan akan menyelidiki dugaan penculikan anak serta
perdagangan organ tubuh manusia yang kian marak.
Menurutnya, Kapolri telah memerintahkan seluruh Kapolda segera
mengusut laporan penculikan anak. Selain upaya penindakan, Polri
juga melakukan penyuluhan terhadap pihak sekolah maupun orang tua,
agar lebih ketat melakukan pengawasan terhadap anak-anak.
“Kami juga menggandeng Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak dalam menangani kasus penculikan anak,” ucapnya.
Hukumannya Setara Dengan Kejahatan Teroris & Narkoba
Muhamad Baghowi, Anggota Komisi VIII DPR
Pelaku penculikan anak harus dihukum berat. Bila perlu setara
dengan vonis yang diberikan kepada teroris dan pengedar narkoba.
Kejahatan penculikan anak bisa terus meningkat tiap tahunnya.
Pernikahan menginjak usia 43 tahun di luar negeri memicu persoalan ini.
“Artinya, di usia itu mereka sudah tidak produktif lagi. Ini yang memicu meningkatnya permintaan adopsi illegal.”
Sekalipun memiliki naluri sebagai ibu dan menginginkan anak, tapi
wanita-wanita di luar negeri tidak menginginkan adanya perubahan
pada tubuhnya.
Untuk mencegah penculikan, diharapkan Rumah Sakit Bersalin dan
Sekolah TK atau PAUD bisa memperketat pengawasan. Jangan membiarkan
“orang asing” berkeliaran.
Sedangkan untuk menghentikan eksploitasi anak, diperlukan kerja
sama menyeluruh antara pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat
sekitar, agar keselamatan anak terjamin.
“Biasanya anggota sindikat penjualan anak berpura-pura bekerja sebagai pembantu atau sebagai pengasuh anak.”
Modus-modus tersebut perlu diketahui para orang tua. Dengan
demikian memilih pengasuh anak ataupun pembantu rumah tangga dapat
dilakukan secara selektif.
“Orang tua harus menyerahkan kepercayaan terhadap orang yang telah dikenalnya.”
Peran Aktif Orang Tua Sangat Menentukan
Anna Surti Ariani, Psikolog Universitas Indonesia
Peran aktif orang tua sangat besar dalam mencegah penculikan anak.
Para orang tua harus mengenalkan area rumah kepada anak. “Kalau
anak-anak sudah keluar dari area ini, mereka harus berhati-hati.”
Namun, yang tidak kalah penting adalah menjalin hubungan baik
dengan tetangga dan lingkungan sekitar rumah. Di luar rumah, seperti di
sekolah, sebaiknya para orang tua yang mengantar anak-anaknya
langsung. Setidaknya perangkat sekolah dapat mengenali orang tua siswa
melalui jalinan komunikasi.
“Kalaupun ingin menitipkan anak, sebaiknya kepada orang dekat yang dikenal dan dipercaya.”
Menitipkan anak kepada pembantu atau supir mesti dengan komunikasi
yang baik, dan pastikan memperlakukan dengan baik orang yang
dipercaya.
“Persoalan gaji saja bisa menjadi pemicu aksi penculikan.”
Selain itu anak perlu diajarkan menerima ajakan dari orang yang tidak
dikenal. “Sampaikan ke si kecil mereka harus berani, tegas, dan
waspada. Disapa, dijawab secara sopan, tapi tetap harus berani melapor
ke orang tua bila menemukan hal mencurigakan.”
Kepada pembantu, baby sister dan supir pun dibiasakan melakukan laporan ke para orang tua saat menjaga anak. Qardhavi
No comments:
Post a Comment