Keikutsertaan Artis Di
Pilkada
Cuma Kembang Gula Politik
Kebanyakan partai
politik menyakini keikutsertaan artis dalam pemilukada mampu mendulang suara.
Makanya saat ini menjadi fenomenal. Hanya saja dari sekian yang berhasil menduduki
kepala/wakil daerah, belum ada yang terlihat prestasinya yang bersinar.
DI Pilkada Jawa Barat yang
bakal digelar tahun depan sudah santer disebut-sebut calon dari kalangan artis.
Ada nama Dede
Yusuf sebagai petahana yang maju lagi sebagai Cagub. Dede akan diduetkan dengan
Lex Laksamana yang
merupakan bekas Sekretaris Daerah Jawa Barat. Keduanya diusung Partai Demokrat.
Demikian juga dengan Gubernur Ahmad
Heryawan. Pria yang akrab di sapa Aher ini akan dipasangkan dengan aktor kawakan
Deddy Mizwar. Kemudian ada Nurul Arifin yang santer dikabarkan akan mendampingi
sebagai Cawagubnya Irianto
MS Syafiuddin dari Golkar.
Direktur Riset
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Arman Salam mengatakan, setidaknya ada empat
variable untuk memenangkan pilkada, yakni, pengenalan, kesukaan, kepantasan dan
dukungan.
Menurutnya, untuk bisa
menang di pilkada tak cukup mengandalkan popularitas. Bagi calon dari kalangan
artis, modal awal berupa pengenalan sudah didapat. “Itu memudahkan untuk
memasuki variable yang lain,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta,
kemarin.
Namun tak selamanya
para artis itu mampu meraup suara atau dukungan dari masyarakat. Banyak juga
calon dari kalangan artis yang gagal. Sebut saja Saipul Jamil, Dery Drajat,
ataupun Qomar. “Jelas itu menunjukkan popularitas tidak selamanya berbanding lurus
dengan elektabilitas,” ucapnya.
Selama ini, kata dia,
Parpol meyakini artis dikategorikan orang-orang yang populer dan bisa mendulang
suara. Padahal, bila hanya berpatokan pada popularitas bisa dipastikan akan
kalah dengan calon non artis yang mempunyai modal sosial yang kuat.
Lalu bagaimana LSI
memandang kepala daerah dari kalangan artis selama ini? Arman menegaskan,
sampai saat ini belum terlihat prestasi yang bersinar. “Dede Yusuf dan Rano
Karno secara faktual, kinerja mereka belum terlihat,” ucapnya.
Arman berharap, partai
politik dapat mencalonkan kadernya yang berkualitas, bukan sekadar mengandalkan
popularitas. “Kalau hanya mengedepankan popularitas, artinya parpol itu tamak,”
tukasnya.
Dalam pengamatan
Arman, Rieke terbilang konsisten dengan paham oposisinya. Di DPR-pun dia cukup
vocal menyuarakan kepentingan rakyat. Tapi, kata dia, di Pilgub Jabar, Rieke
harus mampu melepaskan sekat-sekatnya sebagai pihak oposisi.
Hal senada diungkapkan
pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi. Dia menilai kemunculan
artis dalam Pilkada merupakan bentuk “kemunduran” dari pesta demokrasi
sesungguhnya.
Menurutnya, menggaet
artis adalah dianggap cara termudah dan ampuh bagi parpol dalam mendulang
suara. Namun, tidak semua artis mampu memahami persoalan politik, sosial,
ekonomi.
Banyak artis hanya tidak
mementingkan intelektualnya yang teruji di lapangan. Mengikutsertakan artis
sebagai pendorong perolehan suara melalui Pilkada merupakan metode kuno.
Namun untuk artis seperti Deddy Mizwar dan Rieke Dyah Pitaloka, Ari menilai banyak
masyarakat sudah mengenal karakternya yang matang. “Di luar itu saya melihat
hanya menjadi "bunga-bunga" pemanis Pilkada,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia
berharap parpol ikut mendewasakan rakyat melalui pencalonan calon-calon yang
berkualitas, bersahaja, dan memiliki jejak rekam yang teruji serta bebas
korupsi.
“Sangat minim
kontribusi pemikiran dan sumbangsih nyata dari artis-artis yang menjadi anggota
DPR atau yang menang di Pilkada. Kemunduran Dicky Candra dari Wakil Bupati
Garut, Jawa Barat seharusnya menjadi penilaian parpol-parpol di Pilkada,” katanya.
Menanggapi minimnya prestasi
kepala daerah dari kalangan artis Bakal Cagub Jabar dari PDIP Rieke Diah
Pitaloka mengatakan, tidak pas penilaian itu diberikan padahal kinerjanya belum
diuji. “Tidak bijak mengkritisi seseorang yang maju dalam pilkada berdasarkan
latar belakangnya,” katanya.
Soal dukungan dari kalangan buruh, anggota Komisi IX DPR
ini menegaskan, kaum buruh berharap terhadap pencalonannya itu bisa membantu
memperjuangkan kepentingan bersama.
Anggota Komisi X DPR
Venna Melinda yang digadang-gadang dalam Pilkada Blitar menegaskan bahwa tak ada larangan bagi
artis untuk ikut pilkada. Menurutnya, Artis adalah warga negara yang tidak
boleh didiskriminasikan.
“Sepanjang prosesnya
berjalan fair, tidak ada money politic, tidak ada black campaign,
boleh-boleh saja artis ikut pilkada,” katanya.
Menurut dia,
popularitas bukan penentu kemenangan, tapi hanya salah satu faktor saja. “Kalau
artis ikut dalam pilkada jangan berharap diperlakukan secara khusus. Berbaurlah
dengan masyarakat agar dapat mengetahui keinginan mereka. Hanya memang popularitas
seseorang dapat membuat biaya kampanye tidak terlalu mahal, mudah dikenal dan
sebagainya.”
Menurutnya, supaya
setiap artis yang berminat atau termotivasi mengikuti bursa pilkada di satu
daerah ataupun di tempat asalnya, tidak hanya mengandalkan popularitas, tetapi
juga harus memiliki kapabilitas dan kredibilitas sebagai pemimpin. Misalnya, karena ada tawaran dari partai yang bersedia
mengusung. “Harus memiliki basis dukungan di tataran akar rumput,” tukasnya.
Langkah sejumlah artis maju sebagai kepala
daerah melalui Pilkada, didukung artis Dicky Chandra. Bekas Wakil Bupati Garut
ini meminta rekan-rekan seprofesinya untuk meluruskan niatnya sebelum maju di
Pilkada. “Kalau mau memperkaya diri, ya bekerja saja jadi pengusaha. Memimpin
adalah pengabdian. Tapi sekarang banyak yang terjebak kasus, itu karena tidak
siap orang-orang sekelilingnya nggak siap,” tegasnya.
Dicky menyarankan, agar para calon pemimpin
yang akan maju di Pilkada harus mengenali tempat yang akan dipimpinnya.
Kemudian, pahami pahami pemerintahan, dan anggaran.
Dikatakan, semua orang, termasuk para
artis untuk berpolitik, karena dunia politik merupakan tempat strategis untuk
turut membangun bangsa. Karena hanya lewat politik, kekuasaan sebagai kepala
daerah bisa diraih. “Kalau semua benci siapa yang akan bangun Indonesia dari
segi politik,” pungkasnya. QAR
//////////
Teguh Juwarno,
Wasekjen DPP PAN
Membuka Kesempatan
Bagi Semua Kalangan
PAN memberi ruang bagi
artis untuk ikut penjaringan pemilu legislatif maupun Pilkada dengan tetap mempertimbangkan
kualitasnya Ketika berada di panggung politik para artis tidak lagi sekadar
mengandalkan keartisannya. Mereka sudah dituntut bisa bekerja menjalankan tugas
dan mewakili konstituennya.
“Proses rekrutmen
memang ada juga yang non kader, akan tetapi baik yang kader atau bukan mereka
dididik dulu. Ada
melalui diklat dan proses organisai di partai. Fungsinya untuk meningkatkan
kemampuan intelektual.”
Sejak Pemilu 2008 PAN
menyadari kepopuleran tidak sepenuhnya dapat menarik suara masyarakat. Saat ini
para pemilih sudah pandai dalam menentukan pilihan untuk menjadi wakilnya di
DPR. “Tidak ada diskriminasi. Selain artis, PAN juga memberi ruang para profesional
yang lain, dosen, aktivis LSM, wartawan, kita buka lebar-lebar,” QAR
No comments:
Post a Comment