Monday, November 19, 2012



Keikutsertaan Artis Di Pilkada
Cuma Kembang Gula Politik


Kebanyakan partai politik menyakini keikutsertaan artis dalam pemilukada mampu mendulang suara. Makanya saat ini menjadi fenomenal. Hanya saja dari sekian yang berhasil menduduki kepala/wakil daerah, belum ada yang terlihat prestasinya yang bersinar.


DI Pilkada Jawa Barat yang bakal digelar tahun depan sudah santer disebut-sebut calon dari kalangan artis. Ada nama Dede Yusuf sebagai petahana yang maju lagi sebagai Cagub. Dede akan diduetkan dengan Lex Laksamana yang merupakan bekas Sekretaris Daerah Jawa Barat. Keduanya diusung Partai Demokrat.

Demikian juga dengan Gubernur Ahmad Heryawan. Pria yang akrab di sapa Aher ini akan dipasangkan dengan aktor kawakan Deddy Mizwar. Kemudian ada Nurul Arifin yang santer dikabarkan akan mendampingi sebagai Cawagubnya Irianto MS Syafiuddin dari Golkar.
 
Direktur Riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Arman Salam mengatakan, setidaknya ada empat variable untuk memenangkan pilkada, yakni, pengenalan, kesukaan, kepantasan dan dukungan.  

Menurutnya, untuk bisa menang di pilkada tak cukup mengandalkan popularitas. Bagi calon dari kalangan artis, modal awal berupa pengenalan sudah didapat. “Itu memudahkan untuk memasuki variable yang lain,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Namun tak selamanya para artis itu mampu meraup suara atau dukungan dari masyarakat. Banyak juga calon dari kalangan artis yang gagal. Sebut saja Saipul Jamil, Dery Drajat, ataupun Qomar. “Jelas itu menunjukkan popularitas tidak selamanya berbanding lurus dengan elektabilitas,” ucapnya. 

Selama ini, kata dia, Parpol meyakini artis dikategorikan orang-orang yang populer dan bisa mendulang suara. Padahal, bila hanya berpatokan pada popularitas bisa dipastikan akan kalah dengan calon non artis yang mempunyai modal sosial yang kuat.

Lalu bagaimana LSI memandang kepala daerah dari kalangan artis selama ini? Arman menegaskan, sampai saat ini belum terlihat prestasi yang bersinar. “Dede Yusuf dan Rano Karno secara faktual, kinerja mereka belum terlihat,” ucapnya. 

Arman berharap, partai politik dapat mencalonkan kadernya yang berkualitas, bukan sekadar mengandalkan popularitas. “Kalau hanya mengedepankan popularitas, artinya parpol itu tamak,” tukasnya.

Dalam pengamatan Arman, Rieke terbilang konsisten dengan paham oposisinya. Di DPR-pun dia cukup vocal menyuarakan kepentingan rakyat. Tapi, kata dia, di Pilgub Jabar, Rieke harus mampu melepaskan sekat-sekatnya sebagai pihak oposisi.

Hal senada diungkapkan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi. Dia menilai kemunculan artis dalam Pilkada merupakan bentuk “kemunduran” dari pesta demokrasi sesungguhnya. 

Menurutnya, menggaet artis adalah dianggap cara termudah dan ampuh bagi parpol dalam mendulang suara. Namun, tidak semua artis mampu memahami persoalan politik, sosial, ekonomi.

Banyak artis hanya tidak mementingkan intelektualnya yang teruji di lapangan. Mengikutsertakan artis sebagai pendorong perolehan suara melalui Pilkada merupakan metode kuno.

Namun untuk  artis seperti Deddy Mizwar  dan Rieke Dyah Pitaloka, Ari menilai banyak masyarakat sudah mengenal karakternya yang matang. “Di luar itu saya melihat hanya menjadi "bunga-bunga" pemanis Pilkada,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia berharap parpol ikut mendewasakan rakyat melalui pencalonan calon-calon yang berkualitas, bersahaja, dan memiliki jejak rekam yang teruji serta bebas korupsi. 

“Sangat minim kontribusi pemikiran dan sumbangsih nyata dari artis-artis yang menjadi anggota DPR atau yang menang di Pilkada. Kemunduran Dicky Candra dari Wakil Bupati Garut, Jawa Barat seharusnya menjadi penilaian parpol-parpol di Pilkada,” katanya.

Menanggapi minimnya prestasi kepala daerah dari kalangan artis Bakal Cagub Jabar dari PDIP Rieke Diah Pitaloka mengatakan, tidak pas penilaian itu diberikan padahal kinerjanya belum diuji. “Tidak bijak mengkritisi seseorang yang maju dalam pilkada berdasarkan latar belakangnya,” katanya.

Soal dukungan dari kalangan buruh, anggota Komisi IX DPR ini menegaskan, kaum buruh berharap terhadap pencalonannya itu bisa membantu memperjuangkan kepentingan bersama.

Anggota Komisi X DPR Venna Melinda yang digadang-gadang dalam Pilkada Blitar  menegaskan bahwa tak ada larangan bagi artis untuk ikut pilkada. Menurutnya, Artis adalah warga negara yang tidak boleh didiskriminasikan. 

“Sepanjang prosesnya berjalan fair, tidak ada money politic, tidak ada black campaign, boleh-boleh saja artis ikut pilkada,” katanya.

Menurut dia, popularitas bukan penentu kemenangan, tapi hanya salah satu faktor saja. “Kalau artis ikut dalam pilkada jangan berharap diperlakukan secara khusus. Berbaurlah dengan masyarakat agar dapat mengetahui keinginan mereka. Hanya memang popularitas seseorang dapat membuat biaya kampanye tidak terlalu mahal, mudah dikenal dan sebagainya.”

Menurutnya, supaya setiap artis yang berminat atau termotivasi mengikuti bursa pilkada di satu daerah ataupun di tempat asalnya, tidak hanya mengandalkan popularitas, tetapi juga harus memiliki kapabilitas dan kredibilitas sebagai pemimpin. Misalnya,  karena ada tawaran dari partai yang bersedia mengusung. “Harus memiliki basis dukungan di tataran akar rumput,” tukasnya.

Langkah sejumlah artis maju sebagai kepala daerah melalui Pilkada, didukung artis Dicky Chandra. Bekas Wakil Bupati Garut ini meminta rekan-rekan seprofesinya untuk meluruskan niatnya sebelum maju di Pilkada. “Kalau mau memperkaya diri, ya bekerja saja jadi pengusaha. Memimpin adalah pengabdian. Tapi sekarang banyak yang terjebak kasus, itu karena tidak siap orang-orang sekelilingnya nggak siap,” tegasnya.

Dicky menyarankan, agar para calon pemimpin yang akan maju di Pilkada harus mengenali tempat yang akan dipimpinnya. Kemudian, pahami pahami pemerintahan, dan anggaran. 

Dikatakan, semua orang, termasuk para artis untuk berpolitik, karena dunia politik merupakan tempat strategis untuk turut membangun bangsa. Karena hanya lewat politik, kekuasaan sebagai kepala daerah bisa diraih. “Kalau semua benci siapa yang akan bangun Indonesia dari segi politik,” pungkasnya. QAR

 //////////

Teguh Juwarno, Wasekjen DPP PAN

Membuka Kesempatan
Bagi Semua Kalangan

PAN memberi ruang bagi artis untuk ikut penjaringan pemilu legislatif maupun  Pilkada dengan tetap mempertimbangkan kualitasnya Ketika berada di panggung politik para artis tidak lagi sekadar mengandalkan keartisannya. Mereka sudah dituntut bisa bekerja menjalankan tugas dan mewakili konstituennya. 

“Proses rekrutmen memang ada juga yang non kader, akan tetapi baik yang kader atau bukan mereka dididik dulu. Ada melalui diklat dan proses organisai di partai. Fungsinya untuk meningkatkan kemampuan intelektual.”

Sejak Pemilu 2008 PAN menyadari kepopuleran tidak sepenuhnya dapat menarik suara masyarakat. Saat ini para pemilih sudah pandai dalam menentukan pilihan untuk menjadi wakilnya di DPR. “Tidak ada diskriminasi. Selain artis, PAN juga memberi ruang para profesional yang lain, dosen, aktivis LSM, wartawan, kita buka lebar-lebar,” QAR

 



No comments:

Post a Comment