Monday, May 2, 2011

Grand Design Penataan Daerah Bukan Hal Kaku

Desain Besar Tak Bisa Hambat Aspirasi Rakyat


Kalangan DPR menilai desain besar (grand design) penataan daerah tahun 2010-2025 yang disusun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bukan hal yang kaku.
Sebab grand design tidak bisa menghambat aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Chairuman Harahap kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Awalnya, Chairuman mengaku, penyusunan grand design itu atas permintaan Komisi II DPR. Meski Kemendagri sudah merilisnya, tapi hingga kini belum pernah bicarakan dengan komisi yang membidangi masalah pemerintahan dalam negeri itu.
Kalau DPR menyetujui, lanjutnya, grand design itu bukan acuan kaku dalam pembahasan aspirasi pemekaran.
Bagi DPR, grand design tetap tidak bisa menghambat aspirasi rakyat yang menghendaki pemekaran.
”Grand design itu kan sifatnya hanya rancangan, bukan mutlak, tapi tergantung aspirasi masyarakat dan kebutuhan pertumbuhan wilayah. Jadi tidak kaku,” terang politisi Golkar asal Sumatera Utara (Sumut) ini.
Karena itu, ujarnya, aspirasi pemekaran daerah yang diusung masyarakat akan tetap diproses, bukan dihambat.
Chairuman mengaku, usulan pembentukan daerah otonom baru sudah banyak masuk ke Komisi II DPR.
Menurutnya, semua usulan daerah pemekaran yang sudah masuk itu tetap akan diproses DPR. “Tentunya dengan selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhannya,” jelasnya.
Chairuman menganggap, pembentukan daerah otonomi baru adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pemerataan pembangunan.
”Pemekaran daerah cukup potensial dan memulihkan pertumbuhan daerah. Jadi, pembahasan pemekaran daerah akan tetap dibahas,” kata Chairuman.
Menanggapi penilaian Kemendagri atas kinerja pemerintah daerah otonom baru yang masih dibawah standar, dia mengakuinya.
Tapi, kata dia, tidak semua daerah pemekaran baru itu mengalami kegagalan.
“Kalaupun ada daerah yang belum stabil kinerjanya, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk mendorong dan memperhatikannya. Jangan lantas digabungkan ke daerah induk. Penggabungan itu adalah langkah terakhir,” paparnya.
Chairuman mengatakan, rendahnya kinerja itu tentu ada sebabnya. Menurut dia, kepemimpinan, keuangan, dan sumber daya manusia (SDM) menjadi masalah pokok bagi daerah otonom baru.
“Ini tanggung jawab pemerintah untuk membina.”


Dalam kesempatan itu, Chairuman juga tidak sepakat dengan rencana kemendagri memberikan tahapan daerah administratif sebelum dimekarkan. Pasalnya, kata dia, hal itu memungkinakan menghambat kembali daerah-daerah otonom baru.
“Daerah yang berstatus daerah administratif itu bisa mencapai 15 tahun baru dimekarkan. Pertumbuhannya akan pelan,” katanya.
Dalam 10 tahun terakhir ini, Indonesia sudah melahirkan 205 daerah baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Adapun hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri tahun 2010 terkait perkembangan daerah otonomi baru menggambarkan bahwa daerah yang dimekarkan dengan persiapan yang kurang memadai dan dalam waktu mendesak memerlukan upaya besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. QAR

No comments:

Post a Comment