Wednesday, March 9, 2011

Aura Bang Foke Dinilai Mulai Buram

Meski kandidat Gubernur DKI 2012 sudah bermunculan, tapi calonnya dianggap masih malu-malu kucing.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan, dari sejumlah nama yang mencuat kepermukaan sebagai calon Gubernur DKI, belum ada yang terang-terangan dan bulat maju di Pilgub 2012.
“Yanga saya perhatikan, masih banyak yang malu-malu kucing,” cetusnya Qodari kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sejumlah kandidat yang muncul seperti Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Nachrowi Ramli, Ketua DPD Golkar DKI Prya Ramadhani, Wakil Ketua DPRD DKI dari PKS Triwitjaksana, Rano Karno, Yan Farid dan lainnya.
“Kalau Foke (Gubernur Fauzi Bowo), saya kira sudah mulai padam auranya pada Pilkada 2012,” papar Qodari.
Meski demikian, Qodari mengatakan, ada tiga syarat untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Pertama, kursi Gubernur DKI itu itu harus diisi figur yang memiliki pemikiran out of the box atau berpikir secara tak biasa dan keluar dari pemikiran monoton.
“Memiliki gagasan atau terobosan-terobosan, atau berpikir lain dari yang biasanya,” katanya.
Kedua, DKI-1 itu wajib memiliki keberanian tinggi, komit, tegas dan bertanggungjawab. Tidak mencla-mencle, apalgi berlindung di balik kesalahan orang lain. “Kalau pemimpin DKI mudah goyang, maka dampaknya dipastikan tidak akan memberikan kemajuan.”
Ketiga, Gubernur DKI harus memiliki kemampuan komunikasi politik. Pasalnya, Gubernur Jakarta akan bertatapan dengan banyak pihak. “Kalau keberanian itu dibarengi dengan kemampuan komunikasi, maka akan tetap menghasilkan sesuatu yang harmonis,” ujarnya.
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago menilai, Jakarta memerlukan pemimpin atau gubernur visioner (memiliki visi masa depan) dalam membenahi Jakarta.
Sebab, banyak persoalan dihadapi masyarakat Jakarta, mulai dari kemacetan, banjir, perlunya perumahan bagi masyarakat kecil, pembenahan transportasi.
“Jadi, Jakarta butuh pemimpin visioner dan tanggap dengan kebutuhan warganya,” kata Andrinof dalam diskusi “Mengurai Masalah Infrastruktur di Jakarta” beberapa waktu lalu.
Andrinof mengungkapkan, setiap hari ada persoalan yang dihadapi masyarakat Jakarta, yakni kemacetan.
Selama ini, kemacetan selalu dikaitkan dengan pertumbuhan jalan yang lambat serta kenaikan pengunaan kendaraan pribadi.
Padahal, kemacetan di Jakarta karena sektor perumahan belum terpenuhi dalam pembangunan ibukota.
Saat ini, kemacetan di Jakarta disebabkan padatnya penduduk ibukota serta tingginya angka mobilisasi warga dalam sehari.
Tercatat penduduk Jakarta saat siang hari mencapai 11 juta jiwa, sementara di malam hari mencapai 8-9 juta jiwa.
Angka itu menandakan ada sebanyak 1-2 juta warga yang berasal dari luar kota. Sementara angka mobilisasi mencapai 26 juta sehari. Dengan makin tingginya mobilisasi, maka penggunaan kendaraan pribadi semakin tinggi lantaran angkutan umum belum memadai.
”Angkanya tidak akan sebesar itu kalau mereka punya tempat tinggal dekat dengan tempat kerjanya. Seperti di Singapura, paling lama sampai kantor 30 menit. Industri mobil atau motor tidak bisa disalahkan, karena mereka terpaksa pakai motor atau mobil karena perjalanan jauh akibat rumah yang berada di pinggiran seperti di Bojong Gede ,” ungkapnya. QAR

No comments:

Post a Comment