Friday, March 4, 2011

Dewan Temukan Praktik Mafia Anggaran Daerah

Modusnya, Menggunakan Peraturan Menkeu Bodong

Tak hanya mafia pajak dan hukum berkeliaran di negeri ini. Tapi, mafia anggaran sudah mulai menggerogoti keuangan daerah. Modusnya, dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) bodong.

Anggota Badan Anggaran DPR, Wa Ode Nurhayati menemukan indikasi kuat adanya praktik mafia anggaran dalam alokasi dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) tahun 2011 di Kementerian Keuangan.
Menurut Wa Ode, indikasi kuat praktik mafia anggaran itu ditemukan di 10 provinsi dan 120 kabupaten/kota.
Ke-10 provinsi itu adalah Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DIY, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Bali, dan Papua.
Sedang alokasi anggaran DPID untuk kabupaten/kota yang dihapus seluruhnya merupakan daerah tertinggal yang seharusnya mendapatkan dana itu.
Misalnya, di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim) yang semestinya dapat alokasi DPID 2011 sebesar Rp 40,607 miliar, tapi anggaran itu dihilangkan. Begitu pula di Kabupaten Bangka Belitung dari rumus fiskal mendapat Rp 31 miliar tiba-tiba hilang sama sekali. Sama halnya dengan di Sumatera Selatan alokasi DPID 2011 sebesar Rp 29 miliar juga dihilangkan. “Sedangkan, alokasi anggaran DPID yang dikurangi jumlahnya minimal Rp 10 miliar,” jelas Wa Ode kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Padahal, lanjutnya, ketika merujuk hasil Raker Badan Anggaran DPR dengan pihak pemerintah pada Oktober 2010 dalam simulasi penghitungan alokasi DPID 2011 untuk daerah-daerah, seharusnya mendapatkan dana itu.
“Tapi, nyatanya, dana itu disunat, bahkan di hapus. Saya menduga ada oknum yang bermain dalam masalah ini,” paparnya.
Praktik mafia anggaran ini, lanjut anggota Komisi VII DPR ini, terungkap dengan beredarnya lampiran Peraturan Menteri Keuangan 25/PM.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi DPID TA 2011 yang dirilis dalam website Kemenkeu.
Ternyata, katanya, kampiran itu sama persis dengan lampiran PMK bodong yang sempat beredar dan telah dibantah Menteri Keuangan Agus Martowardoyo.
”Ini fatal, praktik tidak sehat karena telanjang semua. Saya tidak menuduh. Tapi, dari indikasi yang ada, saya menarik benang merah bahwa ada praktik tidak tranparan dan mencederai good government,” ujar politisi PAN ini.
Padahal, jika merujuk PMK 25/PMK.07/2011 Pasal 2 Ayat 1 disebutkan daerah provinsi, kabupaten dan kota yang menerima DPID beserta besaran alokasinya ditetapkan dalam Raker Banggar DPR.
“Mestinya yang diikuti adalah hasil simulasi perhitungan alokasi DPID TA 2011 yang dibahas dalam Raker Badan Anggaran DPR dengan Menkeu pada 6-11 Oktober 2010. Bukan lampiran yang dimuat di website Kemenkeu yang tidak pernah dibahas sama sekali oleh Badan Anggaran DPR,” ungkapnya.
Karena itu, tambah Wa Ode, dirinya mendesak Menkeu untuk menjelaskan keganjilan alokasi DPID yang totalnya Rp 7,7 triliun itu. Apalagi, Menkeu dikenalnya taat azas.
“Seharusnya, ada penjelasan, kok ada hal seperti ini. Tapi, saat raker dia (menkeu) tidak menjelaskan, hanya menjawab secara global,” ucapnya.
Sementara, Humas Kementerian Keuangan, Yudy Pramadi ketika dikonfirmasi Rakyat Merdeka, tadi malam, belum bisa berkomentar terkait masalah itu.
“Nanti, saya akan cek dulu informasinya. Saya juga belum mengetahuinya secara jelas. Yang jelas, Kementerian Keuangan itu memiliki desk luas sehingga perlu waktu untuk menelaahnya,” tutupnya. QAR

No comments:

Post a Comment