Saturday, February 19, 2011

Terkait Larang Kerabat Incumbent Maju Di Pilkada

Tiga Gubernur Setuju
Asal Tak Langgar HAM


Tiga gubernur setuju-setuju saja dengan usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal larangan kerabat kepala daerah seperti istri, anak dan saudara maju di pilkada.
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Agustin Teras Narang mengaku memahami maksud dari Kemendagri. Tapi, Teras mengimbau agar kementerian pimpinan Gamawan Fauzi ini harus kembali memikirkan wacana itu.
Dikhawatirkan, usulan itu akan mendapatkan pertentangan dari sejumlah pihak. “Apakah nantinya tidak dianggap memangkas hak azazi manusia (HAM) dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah,” kata Teras saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebelumnya, Kemendagri akan menerapkan larangan kerabat dekat kepala daerah seperti isteri, anak dan saudara ikut pilkada. Hal tersebut untuk mencegah terbentuknya dinasti politik di suatu daerah.
Larangan itu sudah dituangkan dalam draf RUU revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
“Syarat ke 16 dari revisi UU 32 tahun 2004, akan diusulkan bahwa calon kepala daerah yang maju tidak boleh memiliki hubungan darah, baik bersifat lurus keatas, kebawah dan kesamping ataupun hubungan perkawinan,’’ ungkap Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek.
Melanjutkan keterangannya, Teras Narang mengatakan, semua orang memiliki hak sama dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
“Sepanjang warga negara Indonesia itu memenuhi persyaratan administratif calon kepala daerah, maka, dia layak maju di pilkada,” papar gubernur asal PDI Perjuangan itu.

Meski demikian, bekas Ketua Komisi II DPR ini menegaskan, perlunya pengetatan syarat kompetensi calon kepala daerah. “Politik dinasti itu kan persoalan politik, sehingga akan lebih baik diatur itu adalah basis kompetensinya. Jadi, kalaupun punya hubungan darah, kalau dia kompeten, kenapa tidak,” jelasnya.
“Tapi, kalau punya hubungan darah, tetapi secara sembarangan tanpa kompetensi baik, itu tidak benar. Jadi memang yang sebaiknya diatur itu pengetatan syarat kompetensinya,” tambahnya.
Sebenarnya, lanjutnya, masyarakat bisa menjadi filter dalam menghadapi politik dinasti ini. Ia pun mencontohkan kasus politik dinasti di Jembrana, Bali yang ditolak masyarakat dengan tidak memilih calon yang juga putra bupati setempat.
“Kalau pembelajaran dari kasus politik dinasti yang telah terjadi itu dianggap tidak baik, ya pasti akan ditolak.”
Senada disampaikan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Menurut Irwandi, Kemendagri silahkan saja memasukkan pasal larangan kerabat kepala daerah untuk maju di pilkada. Tapi, jangan sampai larangan itu melanggar hak politik seseorang.
“Melarang boleh saja asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan hak demokrasi seseorang,” kata Irwandi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sementara, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam mengaku setuju dengan usulan Kemendagri itu.
Tapi, dia berharap, agar usulan itu tidak bertentangan dengan hak asasi warga negara. Karena itu, kata Nur Alam larangan itu harus dijabarkan dengan jelas.
“Jika larangan kerabat dekat kepala daerah mencalonkan diri sebagai kepala daerah itu dianggap upaya membentuk dinasti politik guna memobilisasi kekuatan politik, maka itu perlu di waspadai,” katanya kepada Rakyat Merdeka kemarin. QAR/BCG

No comments:

Post a Comment