Wednesday, June 22, 2011

Bawaslu: Tak Ada Alasan Untuk Tunda Pilgub Aceh

Meski DPRA Belum Rampungkan Qanun Pilkada (Sub)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) segera merampungkan revisi Qanun Pilkada yang mengatur sistem penyelenggaraan pilkada.
Menurut anggota Bawaslu Wirdyaningsih, DPRA harus fokus menggarap Qanun Pilkada karena Pemilihan Gubernur (Pilgub) sebentar lagi digelar.
Apalagi, lanjutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan mencabut Pasal 256 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan membolehkan calon independen maju di Pilkada Aceh.
“Putusan MK tidak boleh menjadikan DPRA bimbang. Putusan MK itu bersifat final. Jadi, tidak ada alasan Pilkada Aceh jadi molor,” papar Wirdyaningsih saat dihubungi Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Belakangan ini, diakuinya, DPRA dihadapkan pada polemic calon independen. Pasalnya, sesuai ketentuan Pasal 256 UU Pemerintah Aceh disebutkan, calon independen hanya dimungkinkan saat Pilkada 2006 saja.
Meski demikian, Wirdyaningsih berharap, Pilgub Aceh harus terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Aceh yaitu pada 14 November 2011. “Tidak ada alasan pemilihan Gubernur jadi molor meski Qanun Pilkada belum selesai,” tegasnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 disebutkan, pilkada bisa ditunda jika terdapat peristiwa bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan gangguan lainnya.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 disebutkan, Pilkada ditunda jika cuma pasangan calon tunggal saja. Selain itu, lanjutnya, pilkada bisa ditunda jika tidak ada anggaran. “Jadi, di Aceh, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pilgub,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, desakan Bawaslu agar Pilkada Aceh tetap digelar sesuai jadwal karena jabatan Gubernur Aceh akan berakhir awal 2012. Hal ini mewajibkan tahapan pilkada segera dilaksanakan dan tidak ada alasan yang sesuai hukum untuk menunda pilkada. “Kami berharap, Panwas juga segera terbentuk untuk mengawasi tahapan pilkada sejak awal. Berkaca dari Pilkada Aceh terdahulu, dimana Panwas terlambat dibentuk akibat adanya perdebatan antara Bawaslu dan DPRA dalam perekrutan Panwas, maka sebaiknya permasalahan tersebut tidak terulang,” ujar Wirdyaningsih.
Karena itu, di berharap, rangkaian Pilkada Aceh tidak menjadi pemicu permasalahan baru, melainkan jadi alat untuk lebih menciptakan kedamaian di Aceh, pasca Perjanjian serta melanjutkan sukses Pilkada 2006.
Sebelumnya, Senin (30/5) lalu, DPRA curhat ke DPR. Dalam pertemuan itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) III DPRA, Adnan Beuransyah menyampaikan keluhannya terkait munculnya konflik menjelang pilkada.
Kata Adnan, dengan diizinkannya calon independen maju di pilkada justru mengakibatkan kondisi di Aceh rentan terhadap aksi konflik.
“Inilah yang jadi dilema bagi kami di Aceh. Saat ini, di Aceh sudah muncul dua kelompok yakni kelompok pendukung (calon independen) dan kelompok menolak calon independen,” kata Adnan Beuransyah saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Tim Kerja Otda Komisi II DPR membicarakan masalah rancangan Qanun Pilkada.
Saat ini, katanya DPRA masih dalam proses pembahasan rancangan Qanun Pilkada yang menjadi dasar hukum pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Padahal, Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh sudah menetapkan tahapan dan tanggal pemungutan suara pada 14 November 2011.
Menyangkut perkembangan rancangan Qanun Pilkada, ia mengatakan, saat ini sudah masuk dalam pembahasan. DPRA akan mengundang ulama tokoh masyarakat, maupun unsur pemerintah daerah untuk mendengar pendapatnya.
“Kalau pembahasannya selesai dalam waktu dekat ini, rancangan qanun tersebut bisa disahkan Juni 2011,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat meminta KIP Aceh melaksanakan pilkada tepat waktu. “Sementara bagi kami itu tidak mungkin karena Pilkada Aceh ditentukan dengan qanun, bukan oleh KIP Aceh,” ujarnya. QAR

No comments:

Post a Comment