Wednesday, June 22, 2011

Jelang Pilgub DKI, Parpol Mulai Jual Diri

Meski Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta masih setahun lagi, tapi partai politik mulai ‘menjual diri’ mengusung ke beberapa kandidat bakal calon (balon) yang sudha muncul ke permukaan.
Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Mochtar Sindang, aksi ‘jual diri’ merupakan hal biasa dalam setiap pagelaran pilkada di setiap daerah.
Di Pilgub DKI 2012, Mochtar memprediksi bakal marak aksi jual beli dukungan partai politik terutama bagi partai menengah dan gurem.
“Praktik tersebut adalah hal yang dinanti-nanti setiap parpol menjelang pilkada atau pemilu,” jelas Mochtar saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Parktik jual beli ini, lanjut Mochtar, karena parpol tidak memiliki kader mumpuni atau layak dijual ke publik untuk jadi calon kepala daerah. Selain itu, pilkada adalah moment bagi partai mendapatkan keuntungan besar.
“Jelas, praktik dagang sapi atau jual beli dukungan parpol adalah simbol dari proses rekrutmen buruk dan merusak citra pilkada,” tegasnya.
Dijelaskan, harga sebuah partai akan cenderung meroket menjelang penutupan pendaftaran bakal calon (balon) di sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Jika jelang penutupan pendaftaran, harga parpol makin tinggi. Maklum saja, setiap pasangan calon butuh dukungan suara dari parpal. Kalau kurang suara, pasangan akan kandas, tidak bisa ikut pilkada.”
Karena itu, dia berharap, sudah sepatutnya KPUD Provinsi DKI menginvestigasi parpol yang diduga terlibat politik dagang sapi itu.
Meski demikian, KIPP tidak yakin betul terhadap kualitas penyelenggara pilkada baik KPUD ataupun Panwaslu. Menurutnya, kedua lembaga itu akan sulit menguak praktik tersebut. Tapi, kata dia, setidaknya, KPUD harus selektif dalam memverifikasi dukungan partai politik.
“Misalnya, dukungan partai politik kepada dua calon, seperti terjadi di Depok. Ada juga lantaran di internal partai pecah dua, maka masing-masing dua kubu itu mendukung pasangan calon berbeda,” terangnya.
Selain itu, dia berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun lembaga pengawas korupsi seperti Indonesia corruption wacth (ICW) turut serta memantau gerak-gerik parpol jelang Pilgub DKI 2012.
“Yang jelas, kami (KIPP) akan terus memantau dan menelusurinya. Kalau ada langsung kami umumkan ke masyarakat,” ungkap Mochtar.
Budaya jual beli partai politik, lanjutnya, mampu menciderai sistem demokrasi Indonesia. “Seorang kandidat harus menyerahkan uang dalam jumlah besar agar partai politik bersedia mengusungnya sebagai kandidat. Maka, Pilkada bergeser menjadi praksis demokrasi yang membuka ruang secara sangat lebar terhadap para pemilik uang, merebut kepemimpinan politik,” tutupnya. QAR

No comments:

Post a Comment