Wednesday, June 22, 2011

Warga Tionghoa Berharap Cagub Jakarta Pluralis

Keinginan Jakarta ke depan lebih baik dari sebelumnya terus menjadi harapan setiap warga ibukota.
Selain mampu mengatasi berbagai persoalan menghimpit ibukota, masyarakat keturunan Tionghoa berharap ke depan, DKI Jakarta dipimpin sosok pluralis.
“Siapa pun orangnya, yang penting jangan sampai gubernur baru mengeluarkan kebijakan diskriminatif. Kalau bisa menghapus segala bentuk diskriminasi. Sampai saat ini, diskriminasi itu masih dirasakan sebagian warga keturunan Tionghoa,” tegas Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Daniel Johan kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Daniel mengaku, warga keturunan Tionghoa di Jakarta jumlahnya cukup signifikan. Diperkirakan, jumlah pemilih warga keturunan di DKI ini sekitar 30 persen dari total keseluruhannya.
Daniel meramalkan, dalam pilkada nanti, warga Tionghoa akan berpartisipasi aktif dengan ikut memberikan suara. Mereka tidak lagi bersikap pasif dalam politik seperti pada masa Orde Baru.
”Dari seluruh warga Jakarta keturunan Tionghoa yang memiliki hak pilih, saya kira sekitar 75 persen akan ikut memilih di pilkada. Asalkan mereka terdaftar dan bisa ikut memberikan suara,” papar Wasekjen PKB ini.
Mengenai siapa calon yang didukung warga Tionghoa, Daniel belum bisa memastikannya karena memang belum pasti figurnya.
“Kita lihat saja nanti, memang banyak pandangan berbeda. Tapi, tentu kami akan memilih gubernur yang punya perhatian kepada kami,” ujar Daniel.
Memang, diakuinya, belakangan ini sudah banyak bakal calon (balon) gubernur yang sudah mengumbar pluralitas dalam pencalonannya. Tapi, kata dia, hal itu perlu dibuktikan dengan nyata, bukan hanya diucapkan di bibir saja.
“Tentunya kita akan memilih figure calon gubernur yang benar-benar pluralitas. Bukan hanya sebatas ucapan di lidah saja. Selain itu, kita juga akan lihat track record masing-masing calon,” paparnya.
Staf khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) ini mengungkapkan, adanya kerinduan dari warga Tionghoa untuk mendapatkan Gubernur DKI yang memahami rakyat, bukan mengikuti kehendak rakyat.
“Memahami rakyat dan menuruti kehendak rakyat itu merupakan dua hal berbeda. Suara rakyat kan bisa dibeli kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan sendiri. Jadi, diperlukan seorang gubernur yang tak mau begitu saja mengikuti tuntutan rakyat,” ungkap Daniel.
Selain itu, tambahnya, Gubernur Jakarta yang baru nanti harus mampu mendorong para lurahnya agar lebih merakyat. Banyak pemimpin yang awalnya orang biasa yang bersahaja, tetapi bersikap feodal begitu jadi pejabat. “Buktinya, banyak pejabat maunya diurus, mapnya saja harus dibawakan,” tutupnya. QAR

No comments:

Post a Comment