Friday, January 21, 2011

Bugiakso, Bekas Calon Bupati Sleman

Kekalahan Akan Jadi Bahan Desertasi

Tidak semua kekalahan pilkada memberikan goresan mendalam di hati. Hal ini yang dialami bekas calon Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bugiakso.
Menantu cucu Jenderal Sudirman ini malah santai saat KPUD setempat menyatakan Bugiakso yang berpasangan dengan Tridadi Kabul Muji Basuki hanya berada diperingkat ketiga saat Pilkada Sleman 2010.
“Rencananya, kekalahan itu akan saya jadikan sebagai studi kasus dalam desertasinya nanti,” jelas Bugiakso kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dalam waktu dekat ini, dia tengah merencanakan melanjutkan kuliahnya di salah satu Universitas Yogyakarta.
“Dalam disertasi itu, saya mencoba menguji apakah demokrasi di Amerika bisa diterapkan di Indonesia atau tidak,” paparnya.
Selama ini, lanjutnya, banyaknya permasalahan yang terjadi di Pilkada dan hanya dianggap sebagai proses menuju demokrasi.
“Padahal, kalau itu terjadi berulang-ulang, apakah masih dianggap sebagai proses. Ini yang saya ingin uji dalam disertasi nanti,” jelas pria yang pernah deklarasi jadi Capres 2009.
Hasil rekapitulasi suara KPUD Sleman, pasangan independen Bugiakso-Tridadi Kabul Muji Basuki hanya berada diurutan ketiga dengan 104.672 suara (21,10 persen).
Sementara posisi pertama diperoleh pasangan incumbent, Sri Purnomo-Yuni. Pasangan yang diusung PAN, PDIP, dan Gerindra ini berhasil meraih 174.571 suara (35,18 persen).
Posisi kedua ditempati pasangan Sukamto- Suhardono dengan 106.838 suara (21,53 persen).
Diurutan keempat diraih pasangan Hafidz Asrom-Muslimatun yang diusung Partai Demokrat memperoleh 67.904 suara (14,69 persen).
Kemudian pasangan Zaelani- Heru Irianto yang dicalonkan Partai Persatuan Demokrasi Pembaruan dan Hanura dengan 16.700 suara (3,37 persen).
Sedangkan dua pasangan independen lainnya Mimbar Wiryono-Cahyo Wening
memperoleh 14.860 suara (2,99 persen) dan
Ahmad Yulianto-Nuki Wakinudhatun dengan 10.645 suara (2,15 persen).
Soal kemenangan incumbent, Bugiakso menganggap itu bukan sesuatu luar biasa. Sebab, dalam pilkada, peserta incumbent memang memilik kans besar untuk menang hingga 50 persen.
“Ini bukan sentimen pribadi, tetapi saya menyaksikan langsung. Dimana, intervensi dan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye memang dilakukan oleh calon incumbent. Wajar kalau kemudian dia menang,” ceritanya.
Kemudian, Bugiakso mencoba mengulas kembali pengalamnya ikut Pilkada Sleman.
Saat mengadakan acara di area terbuka dengan mengundang para camat, dia mengaku, tidak satupun camat menghadiri acaranya.
“Tapi, sebaliknya, saat calon incumbent mengadakan acara, tak satupun juga camat yang tak hadir. Pokoknya hadir semua,” ujarnya sambil tersenyum.
Selain kental intervensi calon incumbent, lanjut Bugiakso, praktik money politics atau politik uang juga banyak dilakukan pasangan calon kepala daerah.
“Ya, politik uang itu sudah jadi tradisi bagi seluruh pasangan kepala daerah di Indonesia,” cetusnya. QAR

No comments:

Post a Comment