Thursday, January 27, 2011

Supriansa, Bekas Wakil Bupati Soppeng

Banyak Terima Proposal Masyarakat

Kekalahan di Pilkada Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) 2010 tak membuat Supriansa putus asa meski diduga ada kecurangan.
“Sejak awal kita sudah siap menang ataupun kalah. Jika memang ada kecurangan biar saja mereka pertanggungjawabkan di akhirat kelak,” kata Supriansa saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Hasil rekapitulasi KPUD Soppeng menyatakan pasangan Andi Sulham Hasan-Supriansa hanya menempati posisi ketiga dari tujuh pasang calon. Pasangan Andi-Supriansa ini memperoleh 18.912 suara.
Sementara keluar sebagai juwaa di Pilkada Soppeng adalah pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia (Asmo Berkharisma) dengan 53.589 suara atau (39,54 persen). Disusul, pasangan Andi Kaswadi Razak-Andi Rizal Mappatunru (Akar) dengan perolehan 42.816 suara.
Sedangkan di posisi keempat adalah Samsu Niang-Andi Hendra (Saudarata) dengan 10.398 suara.
Peringkat kelima diraih pasangan Andi Sarimin Saransi-KM Sulaeman (As Salam) dengan 6.729 suara. Posisi keenam yakni Andi Herdi Bunga-Basrah Gising (Hibah) 2.480 suara. Sebagai juru kunci ditempati pasangan Andi Taufan-Sukman Junuddin (ATM-Suka) dengan 587 suara.
Tapi, penetapan calon bupati-wakil bupati terpilih yang ditetapkan melalui rapat pleno KPUD Soppeng di kantor PKK setempat dalam suasana cukup panas. Perwakilan saksi kalah merasa kecewa dengan hasil pilkada. Mereka secara bergantian protes dan menolak hasil rekapitulasi KPUD karena diduga terjadi kecurangan.
Alhasil, dari enam pasangan calon itu sepakat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan pasangan Andi Soetomo-Aris Muhammadia tidak. Tapi, MK tetap menolak gugatan itu.
Kemudian, Supriansa menceritakan pengalamannya mengikuti Pilkada Soppeng itu.
Sebelum mengikuti pesta demokrasi lima tahun sekali itu, katanya, setiap pasangan calon harus berbekal dana besar.
Pasalnya, menjelang kampanye hingga hari tenang, berbagai lapisan masyarakat banyak menyodorkan proposal, misalnya untuk memperbaiki infrastruktur.
Bahkan, mereka meminta sejumlah uang untuk biaya operasional dalam mengerahkan masa. “Biasanya, mereka mengaku sebagai tokoh masyarakat yang mampu mempengaruhi pemilih untuk memilih calon kepala daerah,” kata Sekretaris Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Demokrat Sulsel itu.
Hanya saja, pihaknya tetap selektif dalam memberikan ‘angpao’ kepada masyarakat. Jika program dan anggarannya masuk akal, maka diberikan bantuan.
“Tapi, untuk pembangunan jalan, saya tidak memberikan uang, melainkan berupa barang, seperti semen, pasir dan lainnya.”
Lantas apa timbal balik yang diperoleh dari bantuan itu, Supriansa mengatakan, masyarakat berjanji akan menyumbangkan suara. “Tapi, saat perhitungan suara, kita tidak mendapatkan suara yang diharapkan. Mungkin cuma 50 persen saja yang memberikan suara. Tapi, saya tidak kecewa kok,” jelasnya.
Tapi, dia khawatir dengan kondisi demikian. Sebab, jika ‘proposal’ itu jadi budaya, maka ke depannya, masyarakat hanya memilih kepala daerah yang memiliki uang saja, tanpa melihat visi dan misinya.
Ditanya berapa dana yang dihabiskan untuk pilkada, Supriansa menjawab,” Ya, sekitar Rp 5 miliar.” QAR

No comments:

Post a Comment