Tuesday, January 11, 2011

Pemekaran Wilayah Malah Bikin Rakyat Makin Susah

Memekarkan wilayah tidak boleh grusa-grusu karena dampaknya bisa membuat rakyat makin sengsara. Sejumlah daerah otonom baru terbukti gagal memberikan pelayanan publik yang lebih baik.

PERNYATAAN Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tentang perlunya mengendalikan pemekaran wilayah karena membebani pelayanan publik, mendapat dukungan dari politisi Senayan.

Pemekaran wilayah seharusnya memang dilakukan setelah ada kajian matang. Sebab, landasan dasar pemekaran wilayah adalah untuk menyejahterakan, bukan menyengsarakan rakyat.

"Jangan sampai pemekaran wilayah justru membebani pemerintah," kataRusli Ridwan, anggota Komisi II DPR dari Partai Amanat Nasional kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebelum pemekaran, pemerintah pusat perlu membina perkembangan wilayah yang akan dimekarkan. Misalnya, dijadikan sebagai kota administrasi dulu. "PNS dimutasi ke daerah itu. Setelah tiga atau lima tahun, baru daerah itu dapat dimekarkan. Jadi, jangan ujug-ujug dimekarkan," kata Rusli.

Selama ini, banyak kalangan yang menilai daerah hasil pemekaran kurang memberikan hasil yang optimal. Sebab, anggaran yang diterima banyak digunakan untuk membangun kantor. Selainitu, pegawai pemerintah daerahnya juga belum siap.

Bekas Sekretaris Daerah Cilegon (Banten) itu menjelaskan, kini ada 181 usulan pemekaran. Untuk membiayai daerah otonom baru negara tentu harus mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit. Anggaran yang dialokasikan untuk daerah otonom baru, 50 persennya terpakai untuk mem-* biayai operasional aparatur.

"Katakanlah 300 miliar, 150 miliamya untuk aparatur saja. Belum uang jalan dan lainnya. Lalu, untuk rakyat berapa? Tentu makin kecil saja. Sedangkan tujuan pemekaran kan meningkatkan pelayanan publik," katanya.

Menurut data yang diperolehnya, pada 2003 dana yang harus dikeluarkan pemerintah pusat untuk membiayai daerah pemeka-ran mencapai Rp 1,33 triliun. Dana itu dipakai untuk 22 daerah otonom baru yang dimekarkan pada 2002. Pada 2004, jumlah dana pemekaran meningkat, pemerintah pusat mengeluarkan anggaran Rp 2,6 triliun untuk Dana Alokasi Umum (DAU) 40 daerah otonom baru.

Pada tahun ini, dana pemekaran yang dikeluarkan pemerintah pusat mencapai Rp 47,9 triliun untuk DAU 205 daerah pemekaran baru. Belum lagi ditambah Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membangun infrastruktur sejumlah daerah pemekaran.

Sayangnya,, pengeluaran dana sebesar itu tak diikuti perbaikan daerah yang optimal, khususnya peningkatan pelayanan publik. Sebab, ada 30 persen daerah pemekaran yang masih harus men-dapat pembinaan karena masuk kategori daerah tertinggal. Sekalipun begitu, dia tidak sependapat jika diadakan moratorium.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, laju pemekaran harus dikendalikan. Sebab, kalau tidak dikendalikan secara ketat, anggaran negara akan banyak tersedot hanya untuk membiayai belanja aparatur dan pejabat daerah otonom baru. Alokasi anggaran untuk pelayanan publik akan terpangkas.

Kalau tak dikendalikan, kecenderungannya dana pemekaran habis untuk biaya operasional saja. Itu belum termasuk gaji dan operasional bagi sekretaris DPRD. "Belum lagi instrumen pendukungnya. Belum operasional kantor, AC, listrik, kertas dan sebagainya," kata Mendagri. QAR

No comments:

Post a Comment