Friday, January 21, 2011

Dewan Ungkap 5 Faktor Pemicu Pilkada Rusuh

Sejumlah kalangan terus menyoroti maraknya kerusuhan sebelum dan sesudah pemilihan kepala daerah (pilkada).

MENURUT anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arief Wibowo, banyaknya pilkada yang rusuh karena kerja KPUD, sebagai pelaksanaan pilkada kurang profesional. "Persiapannya kurang matang sih. Seharusnya ditunda dulu sampai semua regulasi sudah siap," kata Arief Wibowo kepada Rakyat Merdeka.

Dijelaskan anak buah Megawati ini, ada lima faktor terjadinya kerusuhan. Pertama, regulasi masih kanit marut dan tumpang tindih. Kedua, lambatnya persiapan lembaga pengawas penyelenggara Pilkada seperti KPUD dan Panwas. Ketiga, soal pemuktahiran data pemilih yang dimulai dari masalah basis data yang berbeda. Keempat, soal pendaaan pilkada yang bermasalah. Kelima, prosespencalonan yang sering bermasalah. "Kalau lima faktor itu tidak diselesaikan, maka kejadian bentrokan dan kerusuhan akan terus terjadi," ujarnya.

Menurutnya, tindakan refresif yang sekarang digunakan untuk meredam kerusuhan tidak akan mengurangi jumlah kerusuhan, ustru akan menimbulkan problem di kemudian hari "Solusi yang terbaik adalah mengimbau calon kepala daerah agar bisa menahan diri dan tidak terhasut kekerasan," ujarnya.

Di tempat terpisah, Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesia Corruptions Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, kisruh pilkada disertai amuk massa di sejumlah daerah lebih banyak dipicu sikap KPUD yang tidak profesional. Sejumlah tahapan pilkada diduga menjadititik rawan yang dimainkan penyelenggara pilkada itu.

"Tahapan verifikasi persyaratan pencalonan merupakan titik rawan utama yang bisa disalahgunakan penyelenggara pilkada." ujar Abdullah Dahlan. Ditanya apakah ICW sudah menemukan permainan uang dari kandidat ke KPUD untuk menjegal calon lain, Dahlan mengatakan, hingga saat ini belum ada temuan kasus terkait permainan uang oleh KPUD.

"Kalau temuan langsung kita belum ada. Jika berdasar pada kejadian-kejadian, misal ada yang patut lolos untuk kandidat jadi, temyata tidak lolos, itu juga menjadi dugaan kita (adanya permainan uang)," ujar Dahlan. Titik rawan lain adalah saat penetapan hasil penghitungan suara. "Ini rentan terjadi manipulasi karena hasil rekap bisa berbeda," ujarnya.

Diungkapkan, pelanggaran oleh KPUD yang sudah biasa terjadi yakni KPUD tidak membe-rikan akses terbuka kepada publik yang ingin tahu jumlah dana kampanye para kandidat. "Pelaporan dana kampanye hanya sebatas pemenuhan syarat administratif," imbuhnya.

Hal senada diungkapkan anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo. Menurut Bambang, akses informasi yang sulit didapat oleh panwas dari KPUD bisa menjadi faktor penyebab timbulnya persoalan dalam pilkada. "Kami mendapat laporan dari panwas di daerah, mereka kesulitan dalam mendapatkan berkas pencalonan dari KPUD setempat, dan itu terjadi hampir di semua daerah," katanya saat dikontak Rakyat Merdeka tadi malam.

Padahal, lanjut Bambang, berkas pencalonan sangat penting bagi panwas dalam melakukan pengawasan, karena itu menyangkut lolos tidaknya seorang calon dalam pilkada. "Persoalan berkas pencalonan juga bisa menjadi bom waktu dalam pilkada," katanya.

Bambang mengungkapkan, sebagian besar daerah yang muncul konflik dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, akibat tidak sempurnanya verifikasi yang dilakukan oleh KPUD Selain itu, panwas juga dibatasi mengenai materi dan data serta proses verifikasi. "Ada berkas calon yang dinyatakan lolos oleh KPUD tapi setelah diperiksa, banyak yang tidak memenuhi persyaratan. Nah, itu yang kemudian dipersolkan," katanya.

Sejumlah wilayah yang terasa sulit mendapatkan informasi dari KPUD diantaranya. Banyuwangi, Kepulauan Riau, dan Lamongan. "Yang di Banyuwangi, itu sampai sekarang kita belum mendapatkan informasi. Padahal kewajiban dalam memberikan informasi ini sudah dijamin dalam PP No 06 Tahun 2005. Disitu ditegaskan, bagi setiap pihak diwajibkan untuk memberi kemudahan informasi kepada Panwaslu dalam rangka menjalankan tugasnya," katanya. faz/dit/qar

No comments:

Post a Comment